Home / Rumah Tangga / Nafkah Dari Mantan Suami / 2. Bujangan Perayu Janda Kembang

Share

2. Bujangan Perayu Janda Kembang

Author: Queeny
last update Last Updated: 2024-11-21 11:08:47

Suasana sore di minimarket tempat Nadia bekerja selalu ramai dengan pelanggan. Di balik meja kasir, wanita itu menatap layar komputer dengan fokus, memindai barang-barang belanjaan satu per satu. 

Suara mesin kasir yang terus berbunyi menjadi sesuatu yang akrab baginya. Namun, di antara banyaknya wajah-wajah pelanggan yang datang dan pergi, ada satu yang selalu membuat jantung Nadia berdegup lebih kencang.

Surya.

Dia adalah pelanggan setia minimarket ini. Setiap kali datang, ada senyum yang terbit di wajahnya. Sebuah senyum yang tak pernah gagal membuat hati Nadia berdesir.

Surya adalah pemilik sebuah kafe kecil di dekat sana. Hampir setiap hari dia datang membeli bahan-bahan yang dibutuhkan. Namun, seiring waktu, interaksi mereka tak lagi sekadar tentang transaksi kasir.

Sore ini Surya datang dengan senyum hangat yang mengiringi langkahnya. Nadia yang sedang melayani pelanggan lain, menangkap sosoknya dari sudut mata.

"Hai, Nad. Ramai ya sore ini?"

Nadia menoleh dan tersenyum kecil, meskipun merasa gugup.

"Lumayan. Udah selesai nge-serve pelanggan hari ini?" tanya wanita itu basa-basi.

"Baru kelar. Tadi kafe penuh, banyak yang order kopi sore."

Surya menaruh beberapa barang di meja kasir. Kopi bubuk, gula, dan beberapa bahan lain untuk kafenya. 

Nadia memindai barang-barang itu dengan cepat, sementara perasaannya bergejolak. 

Surya adalah orang yang baik, sabar, dan selalu punya waktu untuk berbincang. Namun Nadia tahu, di balik senyum itu ada harapan yang tak terucap. Harapan yang belum bisa dia berikan.

"Bagus dong kalau ramai. Berarti kafenya makin sukses."

"Alhamdulillah. Tapi aku ke sini bukan cuma buat beli bahan-bahan."

Nadia berhenti sejenak, menatap Surya dengan sedikit penasaran.

"Terus, buat apa lagi?"

Surya tersenyum sedikit lebih lebar, tapi kali ini ada keseriusan di matanya.

"Buat lihat kamu, lah."

Nadia tergelak, merasa wajahnya memanas mendengar kata-kata itu. Untuk menutupi kegugupan, dia berpura-pura sibuk dengan mesin kasir.

"Jangan ngawur," sanggahnya.

"Aku serius, Nad."

Percakapan merekanterganggu sejenak oleh antrean pelanggan lain yang menunggu giliran. 

Nadia menyelesaikan transaksi berikutnya. Sebelum menoleh kembali ke Surya yang sabar menunggu di sisi lain meja kasir.

"Banyak cuan dong kalau kafe ramai," ucapnya mengalihkan pembicaraan. 

"Ya cukuplah buat ngelamar kamu kalau mau."

"Gombal."

"Yang digombalin single kok. Nggak masalah kan?"

"Yang digombalin janda," ralatnya.

"Janda kembang. Seksi lagi."

Nadia melotot sehingga membuat Surya tergelak. Untungnya teman-teman yang lain sudah terbiasa dengan kedekatan mereka.

Surya selalu datang sejak Nadia bekerja di sini. Padahal lelaki itu punya karyawan yang bisa diminta tolong. Padahal lagi, akan lebih murah jika dia belanja di agen atau pasar. 

Belanjaannya banyak sehingga bos mereka senang. Jadi Nadia diizinkan mengobrol asal tak menganggu pekerjaan. Walau mereka masih tahu batas agar tak menganggu pembeli lain. 

"Hitungkan punyaku. Nanti pulang kerja aku ke sini lagi ya."

Nadia mengangguk sembari memasukkan barang-barangnya ke dalam kresek. Seperti biasa, sisa uang kembalian dari Surya tak pernah diambil. Dan itu masuk ke kantong pribadinya. 

***

"Aku nggak tahu harus bilang apa, Surya. Kamu baik banget."

Mereka duduk di teras depan mini market sembari mengobrol. Nadia menyeduh dua gelas kopi sachet dan  mengambil roti bantal dengan isian selai cokelat.

"Kamu tau perasaanku. Aku udah lama nunggu. Aku cuma pengen kamu tahu kalau aku ada di sini buat kamu, kapan pun kamu siap."

Nadia merasakan tekanan di dada. Dia tahu perasaan Surya tulus. Namun, bayang-bayang masa lalu dengan Hendra masih menghantui. 

Meski Hendra bukan lagi bagian dari hidupnya, kenangan itu masih membekas. Hati wanita itu belum sepenuhnya terbuka. 

Hingga Nadia merasa bersalah karena belum bisa memberikan jawaban yang pasti untuk Surya. 

"Aku hargai kamu. Cuma aku nggak yakin bakal siap buat hubungan baru. Kamu tahu, aku masih belum bisa move on dari masa lalu."

Surya mengangguk pelan, senyumnya masih tak luntur.

"Aku ngerti. Aku nggak mau maksa kamu untuk cepet-cepet. Aku cuma pengen ada di samping kamu, walau cuma jadi teman."

Nadia terdiam, tersentuh oleh kesabaran Surya. Tidak banyak pria yang akan menunggu dengan tulus seperti itu. 

Sayangnya, ada ketakutan dalam diri Nadia. Dia tidak mau melukai perasaan Surya, kalau pada akhirnya tetap tidak bisa membuka hati.

"Surya, aku takut kalau kamu nanti kecewa."

Tatapan Surya begitu lembut, seolah-olah memahami ketakutan Nadia. 

"Aku lebih baik di sini nungguin kamu. Daripada nggak pernah coba sama sekali. Aku nggak takut kecewa. Aku takut kalau nggak pernah bilang perasaanku."

Nadia menghela napas panjang.

"Aku cuma nggak mau kamu terluka, Surya. Aku belum bisa janji apa-apa."

"Aku nggak minta janji apa-apa. Aku cuma pengen kamu tahu."

Nadia meneguk kopi dan menggigit roti untuk mengganjal perut. Sebenarnya dia sudah ingin pulang. Namun, Surya meminta untuk menemaninya sebentar.

Tadi Surya mengajak Nadia untuk mampir ke kafe-nya. Namun, wanita itu menolak halus. Lebih baik duduk di teras mini market sembari melihat pembeli datang. 

Lagipula jam kerja Nadia sudah selesai. Jadi dia bisa bersantai sejenak walau mata sudah mengantuk. 

"Nad--"

"Apa?"

Mereka saling bertatapan sehingga degup di dada semakin kencang. Mata Surya memancarkan ketulusan yang sama seperti sejak awal mereka berkenalan.

"Aku nggak akan jadi pengganti Hendra. Aku cuma mau jadi aku. Jadi seseorang yang bisa membuat kamu merasa nyaman dan aman. Aku tahu masa lalu kamu berat, tapi aku ada buat masa depan."

Kata-kata itu membuat Nadia terdiam. Surya dengan segala kelembutan dan ketulusan, tidak pernah memaksa masuk ke dalam hidupnya.

Surya hanya menunggu dengan sabar, dan menawarkan apa yang benar-benar Nadia butuhkan. Yaitu waktu dan ruang.

"Kamu selalu ngerti. Dan itu yang bikin aku takut. Aku takut terlalu bergantung sama kebaikan kamu."

Surya menghabiskan kopi dan langsung berdiri ketika gelasnya kosong. Nadia tahu kalau lelaki itu harus kembali ke kafe dan memantau pekerjaan karyawannya. 

"Kalau ada apa-apa, kabarin aku ya. Jangan sungkan. Aku bakal selalu siap dengerin kamu."

"Iya, aku bakal ingat itu. Makasih."

"Hati-hati pulangnya. Jangan ngebut bawa motor."

Dengan senyum terakhir yang lembut, Surya melangkah keluar dari minimarket, meninggalkan Nadia yang masih duduk termenung seorang diri. 

Nadia menatap punggung Surya hingga menghilang dari pandangan. Meski hati belum sepenuhnya siap, dia tahu bahwa Surya adalah seseorang yang tidak akan pergi.

Nadia mulai berpikir, mungkin ada harapan baru yang perlahan tumbuh. Di tengah rasa ragu yang belum sepenuhnya hilang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Nafkah Dari Mantan Suami   34. Segala Puji Bagi-Mu

    Rasa sakit yang tak tertahankan mulai menyelimuti tubuh Nadia. Napasnya tersengal dengan keringat dingin yang membanjiri pelipis.Nadia menggenggam erat lengan Surya yang duduk di samping ranjang rumah sakit. Wanita itu mencoba menarik napas dalam-dalam. Namun setiap tarikan terasa seperti menggores paru-parunya.Kontraksi datang semakin sering dan wajah Nadia memucat.“Sayang, kamu kuat, ya? Sebentar lagi ketemu bayi kita."Surya mencoba menenangkan Nadia. Meski raut cemas tak dapat disembunyikan dari wajahnya. Lelaki itu berusaha menyeka keringat yang terus membasahi wajah istrinya.“Aku mau lahiran normal, please."Nadia berkata dengan suara lemah. Wanita itu terisak menahan rasa sakit yang berdenyut-denyut di perutnya."Tapi kamu gak kuat, Sayang. Jangan dipaksakan," bujuk Surya."Baiknya jangan

  • Nafkah Dari Mantan Suami   33. Ikhtiar Dan Doa

    Setelah menempuh perjalanan panjang, mereka akhirnya tiba kembali di Indonesia. Program bayi tabung di luar negeri yang selama ini mereka jalani membawa hasil yang tak ternilai harganya. Ketika pesawat mendarat, Surya meraih tangan Nadia dan menggenggamnya erat.“Sudah sampai, sayang,” bisiknya lembut. “Akhirnya kita pulang.”Nadia tersenyum samar. Namun di balik senyum itu jelas tampak kelelahan yang mendalam. Sejak kehamilannya memasuki minggu keenam, kondisinya semakin melemah.Rasa mual yang datang sepanjang hari, bukan hanya di pagi hari seperti yang sering ia baca di buku-buku kehamilan. Setiap kali mencoba makan, perutnya langsung menolak. Surya terus mengamati wajah istrinya yang tampak semakin pucat.“Apa kamu mau istirahat begitu sampai rumah?” tanya Surya, menatap wajah Nadia dengan cemas.“Ya… mungkin. Aku cuma ma

  • Nafkah Dari Mantan Suami   32. Meniti Harapan

    Nadia dan Surya duduk bersebelahan di ruang tunggu bandara Changi. Mereka menanti penerbangan ke Singapura untuk menjalani program bayi tabung yang telah lama di diskusikan.Suasana hening menyelimuti mereka berdua. Hanya suara pengumuman penerbangan dan derap langkah orang-orang yang terdengar di sekitar.Nadia menatap ke depan, matanya menerawang jauh. Surya merasakan kegelisahan istrinya dan menggenggam tangannya lembut.“Kamu tegang?” Surya membuka percakapan dengan nada lembut.Nadia tersenyum samar. “Nggak juga, cuma... ya, mungkin agak cemas. Kita beneran mau program, ya?”Nadia menoleh menatap suaminya, mencoba mencari kepastian.“Iya, Sayang. Tapi kita lakukan ini karena sama-sama mau, bukan karena tekanan atau paksaan,” Surya menenangkan.“Kita sudah sepakat, apa pun hasilnya nanti, kita tetap akan bersama.”Nadia terdiam, lalu mengangguk.&ldquo

  • Nafkah Dari Mantan Suami   31. Malam Indah

    Setelah resepsi pernikahan yang berlangsung sederhana dan penuh kehangatan, Surya dan Nadia memasuki suite hotel mereka."Ini kamar kita," ucap Surya di depan pintu."Aku udah gak sabar lihat isi dalamnya," bisik Nadia."Mau aku gendong?" goda Surya."Gak usahlah. Memangnya di film-film."Gelak tawa keduanya menghema di lorong hotel. Surya mengambil kunci yang diberikan oleh resepsionis di saku celananya.Keduanya sudah berganti pakaian. Surya bahkan memakai kaus longgar dan celana jeans. Nadia bahkan sudah menghapus make up. Wanita itu memakai gaun selutut dengan penghiasan lengkap di leher dan jarinya.Mereka berjalan berdampingan, diiringi tatapan penuh cinta dan sedikit rasa canggung."Silakan masuk, Tuan Putri."Ketika pintu suite mereka tertutup dengan lembut di belak

  • Nafkah Dari Mantan Suami   30. Suatu Hari Di Taman Bunga

    Langit cerah membentang di atas taman yang dipenuhi dengan hamparan bunga-bunga cantik. Pohon-pohon besar menaungi tempat itu dengan teduh. Suara aliran air dari kolam kecil di sudut taman menambah suasana tenang yang romantis.Pernikahan Surya dan Nadia diadakan dengan sederhana tetapi penuh kehangatan. Hanya keluarga dan sahabat dekat yang hadir, membuat suasana lebih intim dan bermakna.Nadia dan Surya duduk di kursi yang dihias bunga mawar putih dan eucalyptus. Wanita itu mengenakan gaun putih sederhana tanpa banyak aksen tetapi tetap elegan.Rambut Nadia disanggul rapi. Senyum hangatnya memancarkan kebahagiaan yang nyata. Surya terlihat gagah dengan setelan jas hitam yang pas di tubuh. Wajah lelaki itu cerah. Matanya berbinar-binar menatap wanita yang sebentar lagi akan menjadi istrinya."Ananda Muhammad Surya Perdana, saya nikahkan engaku dengan Nadia Nur Azizah binti almarhum

  • Nafkah Dari Mantan Suami   29. Diskusi dan Ketulusan

    Nadia menghembuskan napas panjang sebelum menekan tombol hijau di layar ponsel. Nama Surya tertera jelas.Kali ini Nadia merasa perlu membicarakan sesuatu yang sudah lama mengganjal di pikirannya. Setelah beberapa kali nada sambung, suara hangat Surya terdengar dari seberang.“Halo, Sayang?” Surya menyapa dengan ceria seperti biasanya. Lelaki itu sedang berada di ruangannya di kafe. Namun, dia mengerjakan proyek render gambar sebuah bangunan.“Halo, Sur,” balas Nadia dengan nada lembut. Ada sedikit kegugupan yang terselip di suaranya.“Kenapa? Suara kamu kayaknya aneh," tanya Surya lembut."Nggak apa-apa," lirih Nadia serak."Kamu habis nangis?" tanya Surya lagi."Enggak. Aku cuma lagi kangen aja.""Ada yang mau kamu bicarain?” tanya Surya seperti bisa merasakan ada yang berbe

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status