Nafkah Dari Mantan Suami

Nafkah Dari Mantan Suami

last updateDernière mise à jour : 2024-12-08
Par:  QueenyEn cours
Langue: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 Note. 1 commentaire
34Chapitres
1.3KVues
Lire
Ajouter dans ma bibliothèque

Share:  

Report
Overview
Catalog
Scanner le code pour lire sur l'application

Mantan suami masih mengirim uang karena merasa kasihan kepadaku. Tapi tentu saja itu tanpa sepengetahuan istri barunya. Ketika semua terbongkar, istrinya marah dan menuduh aku ingin menghancurkan rumah tangga mereka. Padahal aku hanya....

Voir plus

Chapitre 1

1. Mantan Tapi Mengirim Uang

"Mas, maaf. Boleh pinjam uang, nggak? Aku janji bakal balikin secepatnya."

Nadia menekan tombol "kirim" dan menarik napas dalam-dalam. Rasa malu dan cemas bercampur jadi satu. 

Berbagai pikiran berkecamuk di benak Nadia. Mulai dari rasa bersalah, hingga khawatir jika istri baru Hendra mengetahui hal ini.

Ini bukan kali pertama Nadia menerima pemberian Hendra. Lelaki itu bahkan setiap bulan mengirimkan uang walau jumlahnya tak seberapa. Entah Cintia tahu atau tidak. Selama dua tahun ini semua aman dan tak ada komplain.

Nadia masih menunggu balasan. Biasanya Hendra akan cepat merespons. Mungkin lelaki itu masih ada pekerjaan. Sebagai seorang manager di perusahaan keluarga, mantan suaminya itu pasti sibuk. 

"Berapa yang kamu butuhin?"

Nadia terkejut dan menatap pesan itu dengan perasaan campur aduk. Seperti biasa, respons Hendra selalu begitu. 

Nadia menimbang-nimbang sejenak, lalu mengetik balasan dengan hati-hati. Dia takut jika dituduh memanfaatkan kebaikan mantan suami, padahal mungkin memang iya. 

"Kalau bisa, aku butuh 2 juta untuk biaya dokter dan obat ibu. Maaf banget, aku tahu ini merepotkan."

Nadia mengusap kedua tangannya berulang kali. Menunggu dengan sabar sembari berdoa. Dia bahkan membuang gengsi demi kesembuhan ibu. 

"Aku langsung transfer ya. Jangan khawatir soal balikin. Yang penting ibumu bisa cepat sembuh."

Benar saja, dalam beberapa detik, notifikasi dari aplikasi bank muncul di layar. Nadia melihat ada transfer masuk dari Hendra. 

Mata Nadia mulai berkaca-kaca, antara lega dan perasaan bersalah. Tanpa berpikir panjang, dia langsung mengirim balasan.

"Makasih banyak, Mas. Aku nggak tahu harus bilang apa lagi. Aku benar-benar terbantu," ucapnya tulus. 

"Gak usah mikirin itu, Nad. Aku ngerti kamu lagi butuh. Aku juga nggak mau ibumu sakit terlalu lama. Kalau ada apa-apa lagi, kabarin ya."

Hati Nadia terasa berat membaca pesan itu. Hendra selalu menjadi sosok yang pengertian walau mereka sudah berpisah. 

Meski sudah punya kehidupan baru dengan Cintia, Hendra tetap peduli pada Nadia. Lelaki itu merasa kasihan karena mantan istrinya hanya bekerja di mini market yang gajinya tak seberapa. 

Dulu saat menjadi istri Hendra, hidup Nadia begitu sejahtera. Namun, saat kata talak diucapkan wanita itu harus mencari pekerjaan. 

Nadia sempat menyesal karena memutuskan resign setelah menjadi istri. Dia tak menyangka jika pernikahan mereka hanya seumur jagung. 

Walaupun Hendra memberikan rumah lama, lelaki itu tahu kalau penghasilan Nadia tak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Apalagi sejak dia membawa ibu yang sakit-sakitan. 

Nadia tak memiliki keturunan. Sehingga saudara-saudara yang lain menyerahkan pengurusan ibu kepadanya. Mereka bilang wanita itu cukup santai karena tak ada anak yang merecoki. 

"Nad, Kamu mau nggak kerja aja di kantorku? Aku lagi butuh orang. Aku bisa kasih posisi yang cocok buat kamu. Setidaknya, kamu nggak usah terlalu khawatir soal uang lagi."

Nadia terdiam membaca pesan itu. Hatinya bergemuruh. Dia tahu kalau tawaran itu tulus. Namun, ada sesuatu yang menahan hati

Sesuatu yang lebih dalam daripada sekadar hubungan pekerjaan. Perasaan tidak enak terhadap Cintia yang membuatnya ragu.

Nadia menimbang-nimbang sesaat, lalu mengetik balasan.

"Makasih banget, Mas. Tapi, aku nggak bisa. Aku nggak enak sama Cintia. Aku nggak mau ngerepotin kalian lagi. Biar aku coba cari cara lain."

Balasannya kali ini lebih lama datang, seolah-olah Hendra sedang memikirkan apa yang akan dikatakannya.

"Cintia nggak masalah kok, Nad. Dia ngerti kita punya hubungan yang baik. Aku cuma pengen bantu. Tapi kalau kamu ngerasa nggak enak, aku paham."

Nadia menarik napas panjang, mencoba meredakan perasaan. Hatinya memang masih belum siap jika terlibat lagi dalam kehidupan Hendra. Meski hanya sebagai karyawan. Dia menghargai tawaran itu, tetapi tak bisa menerimanya.

"Makasih, Mas. Kamu sudah bantu banyak. Mungkin lain kali kalau aku udah siap."

Setelah pesan terkirim, Nadia merasa lega, tetapi juga sedih. Dia tahu kalau Hendra hanya ingin membantu. Namun, baginya menjaga jarak lebih baik.

"Oke, Nad. Tapi kamu harus tahu, pintu selalu terbuka. Kalau kamu butuh kerjaan atau apapun, aku selalu ada. Jaga diri. Jangan lupa kasih kabar soal ibu."

Nadia tersenyum kecil membaca pesan itu. Begitu banyak kenangan yang datang, tapi semua sudah berlalu. Dengan tangan gemetaran, dia menulis balasan terakhir.

"Aku akan kasih kabar. Makasih sekali lagi, Mas. Semoga Tuhan balas kebaikanmu."

Setelah percakapan itu selesai, Nadia menatap ponsel cukup lama. Dia merasa ada beban yang sedikit terangkat, tapi juga ada kesedihan yang tak terucapkan. 

Bukan hanya karena permintaan bantuan. Namun juga karena hubungan yang dulu pernah ada di antara mereka, yang kini sudah berubah bentuk.

***

"Apa kita benar-benar harus ngebahas ini, Mas? Aku masih mencintaimu. Kita bisa mencari jalan lain."

Hendra menunduk dan tak mau membalas tatapan Nadia. Sehingga wanita itu tak tahu apa yang sedang berperang di dalam hati suaminya. 

"Aku sudah pikirkan ini sejak lama. Mama gak setuju kalau kita mengadopsi anak. Mereka mau keturunan dari aku."

Nadia menggigit bibir, berusaha menahan air mata yang ingin mengalir.

"Tapi kita bisa cari cara lain. Kita bisa mencoba konseling atau bayi tabung."

Gelengan Hendra membuat hati Nadia remuk. Lelaki yang selama ini selalu memperjuangkan cinta mereka, kini sudah tak dapat melakukannya lagi. 

"Aku gak mau hidup dengan harapan semu. Kita sudah berusaha, tetapi belum ada perubahan. Aku gak mau kamu tersakiti."

Nadia melangkah maju, mendekati Hendra dan berusaha memegang tangannya. Namun sepertinya lelaki itu enggan disentuh. Sehingga membuat hatinya kecewa. 

"Mas, kita bisa berjuang bersama. Menjadi orang tua yang bahagia. Meskipun bukan dengan cara yang biasa."

Nadia menarik tangan Hendra dengan lembut, walau tak ada balasan. Sikap suaminya yang dingin membuat air mata wanita itu mulai menggenang.

"Aku tahu, tetapi ini bukan hanya tentang kita. Ini tentang masa depan, tentang harapan yang sudah hancur. Aku gak mau kamu menunggu sesuatu yang gak pasti."

Nadia menunduk, merasakan hati yang hancur.

"Jadi, semua yang kita lalui akan berakhir di sini?"

Hendra terdiam, mungkin tertegun oleh kata-kata istrinya tadi. Nadia merasakan ketegangan di antara mereka. Namun, sepertinya keputusan itu terasa semakin dekat.

"Aku akan mengucapkan talak. Mungkin ini adalah jalan terbaik untuk kita berdua."

Nadia terdiam dan menyerah, membiarkan air matanya luruh membasahi pipi. Tak ada lagi kata yang harus diucapkan. Suaminya sudah yakin dengan keputusannya. 

"Nadia, aku gak mau ngeliat kamu menderita. Ini adalah keputusan yang paling sulit dalam hidupku."

Nadia mendekat, memegang wajah Hendra dengan kedua tangannya.

"Aku mencintaimu, Mas. Kamu boleh menikah lagi. Tapi tolong jangan ceraikan aku."

Mereka saling bertatapan erat. Nadia bahkan memeluk tubuh Hendra erat. Bahkan jika lelaki itu menginginkan, dia akan bersujud agar jangan ada perpisahan. 

"Aku gak bisa punya dua istri, Nad. Aku gak mau nyakitin hati Cintia."

"Tapi kamu menyakiti hatiku, Mas."

"Kamu masih muda. Aku juga gak akan lepas tanggung jawab. Aku bakal bantu kamu sampai kapanpun."

Nadia melepaskan pelukan itu, lalu luruh ke lantai. Terdengar isak yang sama dari Hendra. Ternyata lelaki itu juga menangisi perpisahan mereka. 

Sejak awal, keluarga Hendra memang tak setuju dengan Nadia. Mereka orang berada, sedangkan wanita itu hanya orang biasa. Mereka dianggap tak setara dalam banyak hal. 

"Nadia Nur Azizah, aku berikan kamu talak. Mulai sekarang kamu bukan istriku lagi. Aku menceraikanmu."

Nadia merasakan dunia seolah runtuh. Hatinya hancur berkeping-keping. Air mata wanita itu mengalir deras dan sudah tak dapat dibendung lagi. 

"Maafkan aku, Nadia. Selamat tinggal."

Langkah kaki Hendra begitu yakin meninggalkan ruang tamu yang dulunya penuh dengan cinta mereka. Ruang tamu yang kini menjadi saksi atas perpisahan yang menyakitkan.

Déplier
Chapitre suivant
Télécharger

Latest chapter

Plus de chapitres

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Commentaires

user avatar
Rini Ermaya
Sedih banget
2024-11-28 15:54:09
1
34
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status