Share

Sembilan

Sepintas aku ragu apa itu Mas Dio atau bukan, karena meski mirip, penampilannya sangat jauh berbeda dengan Mas Dio yang kukenal. Lelaki itu berpenampilan necis dengan kemeja berwana biru muda yang menempel di badannya.

Gegas aku memberi kode pada Kak Gema yang ternyata juga sama sedang memerhatikannya.

"Silvi, kamu ikuti Dio, jangan sampai kehilangan jejaknya, aku harus membayar makanan ini dulu!" titahnya sambil bergegas berdiri.

Tak ingin membuang waktu, aku pun segera membawa Dita sambil sedikit berlari kearah pintu keluar. Berharap tak sampai kehilangan sosoknya.

Aku sempat keheranan ketika kulihat para pramusaji yang berpas-pasan membungkuk hormat pada Mas Dio. Apa ia sebegitu dihormatinya di sini? Namun, ternyata saat aku melintasi pramusaji di pintu, ia pun sama membungkuk padaku. Emmh ... mungkin memang begitu cara pramusaji itu menghormati para tamunya.

Aku kembali fokus mengikuti Mas Dio sambil tetap berusaha menjaga jarak dengannya. Aku tak tahu apa akan langsung menghampirinya atau tidak. Kulihay Mas Dio kini tengah berbincang dengan salah seorang sekuriti, lalu tak lama sebuah mobil pun berhenti tepat di hadapannya. Seorang lelaki yang kuduga supir membukakan pintu bagian belakang mobil dan mempersilahkan Mas Dio untuk masuk.

Segera saja kuambil ponsel dan memoto semuanya, termasuk plat nomor mobil tersebut barangkali nanti dibutuhkan.

Setelah Mas Dio pergi, Kak Gema belum datang juga. Entah apa yang membuatnya lama sekali. Lalu aku pun berinisiatif menanyakan perihal Mas Dio pada sekuriti yang tadi berbincang dengannya. Semoga saja ada informasi yang bisa kuambil.

"Permisi, Pak, kalau boleh tahu, lelaki yang barusan bicara dengan Bapak tadi siapa, ya?"

"Ooh ... yang barusan banget ya, Bu? Itu tadi Pak Anandio, kepala operasional Granita Grup. Bagaimana Bu, apa ada yang bisa saya bantu?" jawab sekuriti tersebut sambil menyunggingkan senyuman ramah.

"Kepala operasional?" Tiba-tiba Kak Gema sudah ada di sampingku.

"Apa Anda tidak salah? Yang tadi itu Anandio Dwi Prasetya kan?" tanya Kak Gema, meyakinkan lagi.

"Ya, betul. Pak Anandio Kepala operasional kami. Bagaimana Pak, Bu, apa ada yang bisa kami bantu?"

Aku dan Kak Gema hanya bisa saling tatap, tak percaya akan semuanya.

"Kalau boleh tahu, sejak kapan dia bekerjal di sini, ya Pak?" tanyaku penasran

"Maaf, Bu, boleh saya tahu apa kepentingan Anda?" Sekuriti itu sepertinya mulai merasa tak nyaman.

"Ti--tidak Pak, sa-saya hanya penasaran saja," ucapku tergugup karena panik melihat senyuman ramah di wajahnya yang berubah raut garang kini.

"Okey, Pak, terima kasih atas penjelasannya, kami permisi dulu." Tanpa aba-aba terlebih dahulu, Kak Gema menarikaku supaya segera meninggalkan sekuriti itu menuju ke parkiran.

"Mereka tak akan memberikan informasi begitu saja, Silvi. Bisa-bisa kita malah dicurigai nantinya!" ujar Kak Gema saat kami sudah berada di mobil. "Tapi ubtungnya kita sudah mendapat informasi penting itu. Granita Group. Ternyata Dio bekerja di sana."

"Granita Gruop itu ... apa sih, Kak?"

Aku sungguh tak memiliki bayangan apa pun tentang yang di sampaikan sekuriti iti sebelumnya. Melihat Mas Dio dengan penampilan necis dan diperlakukan bak seorang bos saja membuatku tak dapat percaya.

"Silvi ... suamimu sudah menjadi orang penting sekarang. Kau tahu, Granita Grup itu adalah salah satu perusahaan jaringan hotel dan restoran yang cukup besar dan sudah memiliki beberapa cabang di berbagai kota besar. Dan suamimu ..., menjabat sebagai kepala operasionalnya! Dia bosnya, Silvi ...!"

Tiba-tiba saja kepalaku terasa sakit mencerna informasi ini, apa semua yang Kak Gema katakan itu benar? Apa Mas Dio-ku kini sudah menjadi orang sukses? Jadi ..., haruskah aku berbahagia atas semua ini?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status