Share

Delapan

Keesokan harinya, dengan diantar Kak Gema aku berangkat ke Jakarta. Pagi-pagi sekali Kak Gema sudah berada di rumah dengan membawa mobil. Segera aku dan Dita menaiki mobil tersebut.

"Mobil siapa ini, kak?" tanyaku penasaran setelah mobil melaju memecah dinginnya pagi.

Kak Gema menatapku sambil sedikit tertawa geli. "Gak pantes ya aku punya mobil?"

"Eh, punya kak Gema? Waaah ... makin sukses aja nih, kakak kesayanganku!" pekikku. Sungguh aku tak menyangka bahwa ia kini sudah jauh lebih sukses. Masih teringat jelas saat-saat hidup susah kami ketika kecil, bahkan untuk membayangkan bisa menjadi orang kaya pun aku tak berani kala itu.

Ayahku dan dan Kakaknya--orang tua angkat Kak Gema-- hanyalah seorang tukang jahit di pabrik tas dan sepatu. Gajinya tentu tak seberapa, itu pun dihitung dari jumlah tas yang berhasil selsai setiap harinya. Jika tidak ada pesanan atau proyek, otomatis orang tua kami tak ada pemasukan. Maka untuk bertahan hidup sehari-hari kami hanya mengandalkan hasil kebun yang tak seberapa saja.

Senang rasanya melihat Kak Gema kini makin sukses, setelah kemarin ia bisa merenovasi rumah bude, sekarang ia pun sudah memiliki kendaraan sendiri.

Tapi ... tiba-tiba aku teringat sesuatu tentangnya. "Kak, memangnya kamu gak kerja hari ini? Kok malah sibuk antar aku ke Jakarta seperti ini."

"Kau ingin aku bekerja? Kalau gitu, turun sana, biar cari saja sendiri suamimu di Jakarta!" ucapnya dengan nada tak suka sambil tetap fokus pada jalanan.

"Eh ..., ya gak gitu sih, Kak. Aku cuman jadi gak enak, Kak Gema jadi gak berangkat kerja karena aku!"

"Sudah, gak usah gak enak hanya karena hal ini, sekarang fokus saja menemukan suamimu dan kita cari tahu apa yang dilakukannya. Aku juga penasaran sebenarnya apa yang sedang dilakukan Dio," tegas Kak Gema sambil terus fokus mengendarai mobilnya.

****

Untuk menemukan Mas Dio, Kak Gema kembali harus mencari posisi terbarunya lagi, khawatirnya kini Mas Dio berada di tempat berbeda lagi.

Ternyata benar saja, saat ini posisi Mas Dio berada di salah satu hotel yang berbeda lagi dari posisi terakhir yang Kak Gema ketahui.. Kami pun segera menuju tempatnya berada, berharap tidak kehilangan momen dan dapat bertemu dengannya.

Sesampainya di hotel yang dimaksud, kami memutuskan untuk membagi tugas. Kak Gema akan masuk dan mencari keberadaan Mas Dio di dalam, sedangkan aku bagian yang mengamati bagian luar pintu utama juga parkiran.

Sudah hampir satu jam kami berada di hotel yang tampak cukup luas dan modern ini, tapi tak ada tanda-tanda keberadaan Mas Dio sama sekali.

Tiba-tiba saja kulihat Kak Gema datang terburu-buru menghampiriku dengan raut wajah serius. "Dio bergerak lagi ketempat lainnya. Sepertinya dia lewat pintu samping hotel. Kita harus segera mengikutinya," tegasnya seraya duduk di kursi kemudi dan memajukan mobil dengan cepat.

Sepanjang perjalanan Kak Gema tampak serius mengikuti arah yang ditunjukkan ponselnya. Jika aku tak salah menangkap seharusnya posisi kami dan Mas Dio tidaklah jauh. Mungkin hanya terhalang beberapa kendaraan saja. Tapi sayangnya kami tak tahu di kendaraan yang mana Mas Dio berada, hanya bisa mengikuti sebuah titik penanda keberadaan Mas Dio di ponsel Kak Gema saja.

Kulihat titik itu kini berhenti dan kami pun memasuki sebuah restoran yang cukup besar. Lagi-lagi tak bisa aku ketahui di kendaraan mana Mas Dio berada.

"Kita turun bersama saja, sekalian makan di dalam. Kasihan Dita, dia sudah bosan berada di dalam mobil terus!" ujar Kak Gema meminta aku untuk segera bersiap.

Memang sih, sejak di hotel tadi Dita terus merengek kebosanan. Harusnya memang aku tak membawa serta Dita dalam proses pencarian ini. Tapi aku tak tahu harus menitipkan Dita di mana. Rasanya aku juga tak akan tenang jika Dita tak ada di sisiku walau sebentar saja.

Dita tampak antusias ketika memasuki restoran berdesain alam terbuka ini. Seingatku ini pertama kalinya bagi Dita datang ke restoran yang cukup mewah seperti jni.aku hanya pernah mengajaknya makan di salah satu tempat makan di super market di saja.

Kami pun akhirnya makan sambil tetap mengawasi sekitar, barangkali menemukan sosok Mas Dio. Ternyata makan dengan seperti membuatku tak dapat menikmati makanan yang tersaji. Padahal menu-menu yang dipesan adalan menu yang jarang sekali aku nikmati.

Saat sedang mengedarkan pandangan ke seleuruh ruangan sambil mencari sosok Mas Dio, saat itulah aku melihat seorang lelaki yang amat mirip dengan suamiku tengah berjalan cepat menuju pintu keluar.

Kutajamkan pandanganku. Menerka-nerka apa benar memang dia Mas Dio-ku?

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status