"Apa kau yakin melihat bercak darah di sini?" tanya Ibrahim pada Syarif yang sedang membungkuk memeriksa, dimana bercak darahnya? Dimana pecahan belingnya? Kenapa semuanya hilang? Beberapa helai rambut, kenapa bisa menghilang secara tiba-tiba? "Aku yakin.""Aku rasa kau hanya melamun sejak tadi, ayo, kita masih punya banyak urusan," ucap Martin. Sementara Syarif, dia menatap Ibrahim dengan tatapan curiga, dia semakin curiga saat dia melihat leher Ibrahim seperti berkeringat. Namun tanpa bukti, dia tidak bisa menuduhnya, apalagi, Martin sudah terlanjur percaya dengan Ibrahim. "Bukan percaya, hanya saja tidak mungkin dia melakukannya, dia," kata Martin, mereka berjalan ke arah mobil. Syarif hanya menggeleng, dia terlihat mengambil catatannya, dia menulis sesuatu. "Tersangka pertama, Ibrahim." Dia mengucapkannya sambil menulisnya di dalam catatannya. "Kenapa menjadikan Ibrahim sebagai tersangka?" "Siapa saja bisa menjadi tersangka, bahkan Anda Tuan," kata Syarif, kemudian membuat
"Kau bisa melacaknya? Aku hanya ingin tahu siapa yang melakukan semua ini padaku. Meretas dan selalu menghubungiku, dia bahkan tidak mengancamku atau memberinya uang yang banyak, apa yang dia inginkan dariku," keluh Martin, dia terlihat seperti sangat lelah. "Aku bisa, tapi Anda seharusnya memberiku uang dimuka," balasnya. Saat ini, mereka telah tiba di rumah seorang peretas, atau seorang ahli yang tidak tahu bagaimana cara memanfaatkan keahliannya selain bermain video game, mengancam seseorang dengan mencuri akunnya, dan sebagainya, dia tidak bisa memanfaatkan keahliannya dalam hal yang lebih berguna, daripada pada hal kebaikan. Syarif harus berusaha agar temannya ini tak ketahuan polisi lain. "Ayolah, Andre, lakukan saja dulu, kau tidak usah menanyakan tentang uangnya. Jangan cemas tentang uangnya!" Syarif menatap temannya itu dengan tatapan yang mengancam. Andre sendiri memiliki badan yang cukup berisi, atau mungkin sudah sangat berisi, wajahnya masih terlihat muda dan juga leba
Mobil Martin Dailuna melaju kencang di jalan raya, dia meninggalkan Syarif di belakang. Di sini Syarif dan juga teman gendutnya berdiri menatap mobil Martin yang seketika melaju kencang. "Apa dia akan membayarku?" tanya Andre. "Dia membayarku dengan sangat banyak tapi aku tidak terlalu melakukan apa-apa, kau jangan cemas masalah uang.""Ha? Ya, kau benar, aku tidak perlu cemas masalah uang, karena kau tahu rumahnya bukan?" Mendengarnya, Syarif menoleh ke arah Andre dan hanya bisa menggeleng. Dan Martin, dia tentu saja marah besar, kenapa media yang dia percaya ternyata telah mengkhianatinya. Apa Rami tahu semua ini? Itulah yang ingin diketahui oleh Martin, kenapa Rami tidak begitu berhati-hatilah. Wajah Martin saat ini berada di setiap halaman koran, dan sosial media, bahkan dalam waktu sepakan penuh dirinyalah yang terus dibicarakan. Media banyak mendapatkan uang dari kasusnya, bukan masalah uangnya, namun nama dirinya semakin dibicarakan keburukannya. Kini mobil Martin berada
"Aku tidak tahu kalau dia akan ke rumahmu! Dia tidak memberitahuku!" Andira, suaranya terdengar tegas namun berbisik-bisik, dia berada di dalam dapur dan berniat untuk memasak sesuatu, untuk Martin. Saat ini, ras lelahnya sudah hampir menghilang dan yang dia inginkan adalah menyidangkan makanan yang lezat untuk Martin. "Tidak! Aku tidak ingin lagi melakukannya!" Suaranya semakin tegas dan berbisik. "Baiklah Ibrahim! Aku akan melakukannya!" Lalu dia mematikan ponselnya tiba-tiba juga kemudian melanjutkan pekerjaannya. Saat makanan sudah siap, dia kembali masuk ke dalam kamarnya, dia berlutut di samping ranjang dan mencari sesuatu di dalam sana, sebuah tas dengan berisikan, sebuah kabel dan kamera tersembunyi. Dia dengan hati bimbang kembali memasang kamera itu, di dalam kamarnya, di dalam kamar Martin, dan di dalam ruangan Martin Dailuna, dia juga diperintahkan untuk mencari dokumen penting, apa saja, di dalam ruangan Martin, yang mungkin dapat berguna. Namun Andira tak ingin mel
Gadis itu melangkah cepat-cepat, keluar dari ruangan Martin dan menuruni tangga, dia melihat Martin sedang mencarinya, dengan cepat dan gugup dia berkata, "Martin!" Martin yang mendengar itu langsung berhenti dan diam dari tempatnya, ini pertama kalinya Andira tidak memanggulnya dengan sebutan Tuan di depan namanya. Martin berbalik dengan senyum tipis yang sedikit melengkung di pipinya. Saat Martin berbalik, segera Andira loncat dan memekik tubuh Martin yang jangkung. Dia memeluknya dengan erat. Martin membalas pelukan itu. "Terjadi sesuatu?" tanya Martin, tangannya berada pada pinggang Andira, gadis ini berjinjit, tangannya erat memeluk Martin, rasa penyesalan terdapat dalam hatinya. Dia tidak ingin jika terjadi sesuatu pada Martin nantinya, rasa cemas mulai muncul dalam hatinya. "Aku melihat seseorang."Mendengarnya, Martin langsung melepas pelukan tubuh Andira. "Seseorang?"Andira mengangguk. Tangannya berada di kedua wajah Martin, dia menatap kedua mata Martin yang terbingkai
"Aku ingin bertemu dengannya," ucap Ibrahim pada Nigel saat dia tiba di sebuah tempat terpencil, bangunan tua di dalam hutan. "Ingat, kau menjanjikan padaku saham yang disembunyikan Martin, jika aku tidak mendapatkannya, maka kau akan berada dalam masalah!" Ancam Nigel, bangunan tua yang berbentuk seperti sebuah labirin, dan di sana terdapat banyak sekali anak buah dari Nigel. "Andira adalah anak yang penurut, kau tidak peduli kuatir," ucap Ibrahim. "Ya, memang penurut, dia bahkan mau mengisap batang keriput Martin yang tau, hanya karena kau menyuruhnya!" Nigel menyinggung. Membuat Ibrahim sedikit tersinggung dan berkata, "Itu lebih baik, Martin bahkan lebih baik karena tidak menyiksa kekasih gelapnya!" Mendengarnya, Nigel merasa lebih tersinggung, dia lalu mendorong tubuh Ibrahim yang lebih kecil darinya dan sedikit mencekiknya lalu dia berkata, "Aku rasa kita hanya satu rekan dalam hal Martin saja, bukan dalam urusan pribadi, bukan begitu, Ibrahim?" Terlihat nyali Ibrahim sedik
Di ruangan utama di rumah Martin Dailuna, Syarif kembali datang dan duduk sebagai tamu. Dia bertanya apakah dia masih dibutuhkan? "Apa Anda masih membutuhkanku?" tanya Syarif pada Martin yang sedang membaca catatan Syarif tentang suspek utamanya, Ibrahim. Namun juga dia menulis Nigel sebagai suspeknya atas dendam dan hal-hal yang melibatkan kecemburuan. Martin menghela nafas kasar lalu menaruh kembali catatan milik Syarif di atas meja. "Aku rasa aku sudah menemukan siapa pelakunya," ucap Martin. "Benarkah?""Iya.""Siapa?""Nigel, sepupuku, aku yakin dia yang melakukannya, aku sangat yakin," ucapnya. "Lalu aku?" "Aku memberitahu beberapa anggota kepolisian yang berposisi penting untuk mempertimbangkan mu, kau polisi yang baik dan juga masuk akal, aku akan memberikan Andre upahnya lewat akun rekeningmu, dan, terimakasih," ucap Martin, dia menjabat tangan Syarif. Dan Syarif berkata, "Jika Nigel bukan pelakunya, maka pikirkan lagi tentang Ibrahim. Dan jika Anda tidak menemukannya,
------------------------------------------------------------------Hatiku adalah miliknya, dan hatinya adalah milikku. Gadis impianku dalam setiap nafasku. Aku akan selalu merindukannya dalam setiap detak jantungku. Dia memilikiku bahkan saat aku tak dapat melihatnya. Dia adalah alasan setiap langkahku, aku akan selalu menanti untuk kembali bertemu, dengan dia yang kurindukan. --------------------------------------------------------------------Tangan Andira menyentuh tulisan dan gambar seorang gadis yang memang cukup mirip dengannya, bagaimana mungkin dia bisa semirip ini dengan orang yang bahkan tidak pernah ditemuinya. Seberapa cinta Martin pada gadis ini. Dan kenapa Ibrahim begitu ingin membalaskan dendam pada Martin. Kematian setragis apa yang membuat Ibrahim sangat-sangat dendam pada Martin. Dan apa hubungan Ibrahim dengan gadis ini. Andira berhenti memandang gambar wajah gadis ini, dia menyandarkan kepalanya di tempat tidur dan mulai membayangkan kembali masa dimana dia b