Terlintas senyum tipis di bibir tipis miliknya melihat Andira berdiri di hadapannya. Mata Martin tak berkedip, membuat Andira tahu maksud dari tatapan itu.
"Kau tidak jadi pergi?" tanya Martin saat menemukan Andira berdiri di hadapannya.
"Nyonya mendatangiku tadi pagi dan menyuruhku kemari karena katanya cuman Anda sendirian yang ada di sini, dia menyuruh orang lain yang dipercayainya untuk merawat ibuku. Aku menolak, karena aku tidak ingin hanya berdua dengan Anda di rumah ini, tapi karena istri Anda memaksa aku harus menurutinya," jawab Andira, yang biasanya menunduk kini sudah berani menatap mata Martin yang saat ini tak memakai kacamatanya.
Martin mengangguk dan masih memandang Andira, rencananya untuk cuti seminggu akan dia jalankan. Walaupun harus memberikan kepercayaan kantornya pada Raynaldi tidak masalah, asal dia bisa berlama-lama bersama Andira.
"Ok, aku akan ke meja makan, aku lapar," ucap Martin setelah mendengar penjelasan Andira.
"An
Andira terlihat sedang berbincang dengan seorang pria yang sedang membersihkan kebun belakang rumah Dailuna. Pak Rustam namanya. Tangan Andira terlihat menggenggam sebuah gelas berisikan minuman dingin, sesekali Andira tertawa saat berbincang dengan Pak Rustam yang cukup memiliki humor yang baik.Pak Rustam memang sudah sangat lama berkerja di kediaman Dailuna sebagai tukang kebun, bahkan dia sudah ada saat orang tua Martin masih hidup dan juga melayani kedua orang tua Martin di kediaman Dailuna."Oh iya Pak, aku mau nanya soal ibu aku di sini, apa ibuku itu pernah kena marah sama majikan di rumah ini?" tanya Andira pada Pak Rustam."Ah, Bapak tidak pernah melihat Bu Ana itu membuat kesalahan dan tidak pernah melihat dia kena marah. Tahulah Tuan dan Nyonya Dailuna itu tidak pernah bersikap kasar sama kami, bahkan Tuan besar di rumah ini tidak banyak bicara cukup memerintahkan dan kami melakukannya dengan baik. Apa Eneng pernah kena marah?" ujar Pak Rustam sambil
Martin memandangi buku yang ia curi dari kamar Andira. Buku yang bersampul coklat milik Andira. Pria berkacamata itu mulai penasaran dengan isi buku bersampul coklat itu.Martin meraih bukunya dan perlahan membuka bukunya, mulai dari awal hingga akhir kertas yang memiliki tulisan.Mata pria berkacamata itu takjub dengan beberapa bait-bait puisi yang ditulis gadis berusia 21 tahun itu.Puisi yang menandakan bahwa Andira juga seorang pencinta yang mencintai dan berharap akan cinta itu sendiri, Martin takjub dengan puisi yang berada di halaman ke tiga buku catatan Andira.---------------------------------------------------------------------Terserah takdir ingin membawaku ke manaAku pasrah bersama cinta yang kubawaSekalipun aku terbang bersama cintaDengan sayap-sayap patahnyaAku tidak keberatanKarena bersamanya aku merasa lebih baik.---------------------------------------------------------------------Hati
Andira sudah bersiap akan ke pasar, dia memilih untuk berjalan saja hingga 500 meter agar dapat mendapatkan kendaraan umum. Daripada bersama dengan Martin Dailuna yang menurutnya adalah pria yang menjijikkan. Andira lebih memilih untuk berjalan saja daripada meminta tolong pada Martin Dailuna.Keranjang belanja sudah ada di genggamannya, dan sudah berjalan keluar dari kediaman Dailuna. Tapi pada saat dia akan melewati gerbang, seorang satpam yang bernama Pak Kader, dengan seorang teman yang ada di depannya dimana mereka saat itu sedang bermain catur di tempat penjagaan gerbang. Melihat Andira akan keluar dari gerbang, mereka menanyai Andira."Neng mau kemana?" tanya Pak Kader, pria yang di sampingnya memakai setelah hitam dan sedang meminum kopi yang sudah di siapkan oleh Andira, namun tidak tahu siapa pria yang ada di samping Pak Kader itu."Mau ke pasar Pak," jawab Andira dengan nada sopan dan senyum di bibirnya."Oh mau ke pasar ya Neng," ucap pria yan
Andira kini duduk di samping Martin, apa boleh buat, dia tidak bisa duduk di bagian belakang karena Martin Dailuna bukanlah seorang sopir melainkan majikannya sendiri.Mata Martin fokus ke arah jalan, dia sengaja menurunkan jendela mobilnya, dia lebih menyukai hembusan angin daripada dinginnya AC mobilnya, senyum lebar karena kemenangannya atas Andira tak bisa lepas dari bibir tipisnya.Dan Andira dia tidak punya niatan untuk memandang ke arah Martin Dailuna, pria itu betul-betul sangat menyebalkan dan seenaknya melakukan apa saja asal itu di bawah kuasanya."Kita akan ke toko buah dulu untuk membelikan Randy dan Nadira buah, mereka sangat menyukai buah, apalagi manggis dan mangga," ujar Martin, matanya sesekali memandang ke arah Andira yang sibuk memandang ke luar jendela."Antar saja aku pulang sebelum Tuan ke perkemahan anak-anak Tuan," ucap Andira, matanya masih memandang ke luar jendela."Permohonan tidak diterima."Kemudian Martin meng
"Disampaikan kepada panitia kepramukaan yang bernama Nadira Dailuna dan peserta kepramukaan Randy Dailuna agar kiranya segera datang ke tempat penjengukan, karena orang tua kalian sudah menunggu!"Terdengar dari sumber suara yang berasal dari tengah lapangan. Mendengarnya Nadira dan Martin yang saat itu sedang melakukan tugas masing-masing langsung beranjak dan menuju ke tempat penjengukan.Randy datang lebih dulu dan melihat ayahnya duduk di kursi yang sudah disiapkan dimana Andira juga duduk di samping Martin membuat Randy yang melihat itu agak heran dan bingung. Kenapa Andira juga harus ikut dengan ayahnya."Papa," ucap Randy dan langsung memeluk ayahnya. Tidak lama kemudian Nadira juga datang dan sama herannya melihat Andira ikut bersama ayahnya."Hai Dira, putriku," ucap Martin dan langsung mengecup pucuk kepala anaknya."Pa, aku pikir Andira diliburkan," kata Nadira."Tidak jadi, Sarah mengizinkannya untuk kembali berkerja, ibu kalian
Andira melihat makanan yang ia masak untuk makan malam Martin Dailuna belum saja tersentuh, bahkan makanan itu sudah berubah dingin, Andira sudah mengecek beberapa kali tapi Martin belum juga keluar dari ruang kerjanya, sejak tadi sore hingga sekarang Martin yang masih belum kelihatan membuat Andira merasa sedikit khawatir.Andira mengingat-ingat saat Martin belum juga bicara padanya sejak tadi. Gadis itu berusaha mengabaikan tingkah majikannya namun benaknya selalu terganggu kenapa Martin belum juga keluar dari ruang kerjanya."Ufff, dimana pria tua itu, lihat ini makanannya juga belum tersentuh," keluh Andira, matanya menyipit memandang makanan yang masih belum tersentuh sama sekali."Apa aku harus ke atas?" tanya Andira pada dirinya sendiri. Andira masih berfikir namun masih agak ragu untuk pergi mencari sang majikan itu.Andira sesekali menggaruk-garuk kepalanya. Dia berfikir jika satu hal terjad
---------------------------------------------------------------------*Dengan cinta aku tersungkurTerjatuh oh kekasihDengan cinta aku terbuai terik panasnya rasa sakitAku berada tepat di atas nyanyian kematianDengan cinta kau biarkan aku tenggelam dalam air mata, dipeluk oleh duri-duri keindahan kata-katamu.Oh kekasih...Dengan cinta aku hanya bisa memandangmuDengan cinta aku hanya setia terhadapmu, dan dengan setiap rasa yang ada padamu.---------------------------------------------------------------------Martin menutup buku bersampul coklat itu setelah membaca beberapa halaman. Kemudian dia membaringkan badannya sambil memeluk buku milik Andira.Sementara Andira masih menatap poster yang diberikan Martin, hadiah berupa uang cukuplah menggiyurkan dan hobi Andira yang sangat menyukai bermusik tak ingin melewatkan kesempatan ini.Kesempatan untuk memperlihatkan bakatnya pada dunia luar sudah ada di hadapan
Sebuah mobil hitam mewah melewati gerbang kediaman Dailuna, terlihat seorang wanita dengan rambut panjang mengkilat dengan kacamata hitam keluar dari mobil tersebut. Dengan baju setelan putih dan dengan gaya elegan masuk ke dalam rumah Dailuna, dia Hatice Dailuna adik kandung dari Martin Dailuna, menikah dengan seorang pilot kaya raya yang membuatnya hidup dalam gemilang kemewahan, walau demikian hidup Hatice tidak selamanya indah, nasibnya sama dengan sang kakak yang, sama-sama dijodohkan. Walau demikian Hatice tidak terlalu menderita seperti Martin, karena sama sekali tak mencintai siapapun sampai dia dijodohkan dan menerima saja perjodohan itu tanpa ada masalah. Satu hal yang membuat Martin Dailuna sedikit cemburu dengan sang adik, karena adiknya tersebut mampu menjaga hatinya untuk tidak jatuh cinta, sedang Martin, dia begitu lemah dengan cinta yang ia miliki.Hatice mendaki tangga dan naik menuju kamar Martin. Dia melihat pintu kamar Martin yang tidak terlalu tertutup, d