Tringgggg!
Mendengar suara itu Martin langsung terbangun dari tidurnya, dan sadar bahwa Istrinya sudah tidak ada di sampingnya.
Martin langsung mematikan alarm yang membuatnya tersadar dari tidur nyenyaknya. "Oh tidak sudah jam 8 pagi," ucapnya saat sadar bahwa dia terlambat untuk bekerja.
Dengan lincah dia berdiri dan menuju kamarm andi, Martin melakukannya dengan sangatc epat, dia terlihat tergesa-gesa, setelah mandid ia memilih baju yang akan dia kenakan, seperti biasa rompi hitam, kemeja putih dan celana kain hitam, itulah pilihan seorang Martin Dailuna.
Setelah membereskan segalanya, Martinb erjalan cepat menuruni tangga, namun saat perjalanan menuju pintu matanya kemudian tersangkut dengan Andira yang sudah membersihkan sisa-sisa makanan yang ada di meja makanan. Seketika Martin lupa tujuannya, dia berjalan pelan menuju meja makan.
"Di mana yang lain?" tanya Martin pada Andira yang akan mengangkat piring menuju dapur.
"Yang lain sudah pergi Tuan, setelah sarapan," jawab Andira dengan suara lembut sambil menunduk.
"Dan tidak ada yang membangunkan saya?!" Suara Martin mulai membesar.
Terkejut akan suara Martin, Andira kini mengangkat kepalanya memandang Martin yang menatap tajam.
"Oh, maaf, maksudku..., Saya mau bekals arapan untuk di kantor," ucapnya kini terbata-bata, dia lalu duduk di kursi duduknya yang dikhususkan untuknya.
"Baik Tuan."
Dia kini masuk ke dapur menyiapkan makanan untuk Sang Majikan, dan saat dia menyiapkan makanan untuk Martin, dia mulai mengumpat tentang Martin, begini umpatnya, "Dasar, apa dia juga memperlakukan ibuku seperti ini, dia sungguh tidak tahu caranya bersikap lembut padaku, dia pemarah sekali.“
Andira kini berjalan membawa bekal untuk majikannya.
"Ini Tuan, bekal Anda." Andira mengulurkan tangannya.
Tanpa berkata apa-apa, Martin lantsung meraih tenpat makannya, dan pergi.
Sedang di sana Andira betul-betul merasa kesal akan majikannya itu, dan matanya menyipit memandang kepergian Martin Dailuna.
Dan Martin, dia kini menancap gas mobilnya, dan mengendarai mobilnya seperti sedang ada yang malaikat maut yang mengejarnya dari belakang.
"Bodoh sangat bodoh, kenapa aku harus meminta makanan pada gadis itu, eh!" Seakan dia menyesal telah berhenti saat melihat Andira.
Namun dalam hatinya terselip rasa tenang saat memandang gadis cantik yang bekerja sebagai pembantu di rumahnya itu.
Martin langsung menginjak rem mobilnya setelah sampai di hadapan kantornya, dia lalu memberikan kuncinya pada satpam untuk membawa mobilnya ke tempat parkir.
Lalu saat dipertengahan jalan Martin langsung disambut oleh asisten pribadinya.
"Pak, Bapak sudah ditunggu untuk rapat pagin ini, klien sudah menunggu Pak," ucap sistennya, sambil berjalan lincah di belakang Martin, namun Martin tak membalas ucapan sang asisten. Lalu masuk ke ruangannya dan mengambil berkas dengan lincahnya dia masih diikuti oleh sang asisten, setelah mendapatkan berkasnya dia langsung ke ruang rapat dan masuk dengan mengejutkan para pesertar apat.
Martin terkejut pada saat melihat pemimpin rapatnya adalah Raynaldi, adik ipar yang tidak disukai oleh Martin. Raynaldi dan Martin saling bertatap tapi tatapan Martin lebih mengarah pada rasa marah.
"Eh karena pemimpin yang sebenarnya sudah datang, maka rapat ini saya serahkan pada presiden perusahaan ini, Martin Dailuna," sambut Raynaldi.
"Kenapa? Tidak usah.“ Martin, suara serak dan dingin hanya menatap kesal ke arah Raynaldi.
Setelah rapat, hati Martin betul-betul panas, dia menerima Raynaldi hanya karena dia adalah adik Sarah istrinya, dia juga bahkan sangat tidak suka dengan sikap Raynaldi yang seakan bahwa dialah yang memiliki perusaahan Dailuna.
Lalu tidak lama kemudian seseorang mengetuk pintu Martin.
“Iya?" balas Martin.
Terbukalah pintunya dan ternyata adalaha sisten Martin, yang bernama Fainah.
"Pak, para klien mengajak Anda untuk makan siang Pak, apa Bapak ingin ikut?" tanya Fainah.
Lalu Martin tiba-tiba mengingat makanan yang dimasak oleh Andira. Dia berpikiran bahwa dia akan membawa makanan itu untuk dimakannya di depan klien.
"Baiklah, aku datang."
Tidak lama kemudian Martin berjalan membawa sebuah tempat makan berwarna biru langit, saat Martin berjalan semua pegawai di sana memandang Martin yang berjalan membawa tempat makan yang biasanya dipakai oleh anak sekolahan.
Sampailah Martin di kantin kantor khusus untuk para pekerja kantor. Martin dengan percaya dirinya duduk sambil menaruh botol minuman dan tempat makanannya, bukan hal biasa melihat seorang presiden perusahaan membawa bekal ke kantornya.
"Aku akan makan bekal makanan yang sudah disiapkan oleh istriku," ucap Martin, sambil tersenyum pada orang-orang yang ada di sekitarnya.
"Apa Kakakku yang memasaknya untukmu, sejak kapan Kakak pandai memasak?" balas Raynaldi.
Mata Martin melotot pada Raynaldi.
"Oh, baiklah tidak apa-apa lagi pula kami ingin mencoba masakan dari istri seorang presiden perusahaan sukses ini," ucap salah satu klien yang ada di sana.
"Tentu, tapi hanya sedikit saja, dia memasakkanku dengan harapan bahwa aku yang akan menghabiskan makanannya."
"Romantis sekali," ucap salah satu klien wanita yang ada di sana.
Martin membuka penutup tempat makannya dan mulai mengunya makanan buatan Andira, dan membagi sedikit untuk semua orang yang ada meja makan itu. Bahkan banyak yang menyukai masakan dari Andira.
"Wah aku punya usaha saus kacang, dan saus kacang buatan istri Anda sangat enak, kalau boleh aku ingin memasukkan saus kacang ini di menu rumah makan yang kumiliki."
Mendengar saus kacang, Martin langsung melotot, mengingat bahwa dia alergi dengan kacang.
"Apa saus..., Saus kacang?" Martin menelan ludah.
Si klien mengangguk.
"Mart, bukankah kau alergi kacang, dan bukankah Sarah tahu bahwa kau alergi, tidak mungkin dia memberimu makanan dari kacang-kacangan," sahut Raynaldi.
Lalu Martin melotot ke arah Raynaldi lagi, lalu berkata, "Kenapa tidak mungkin, dia selalue jngkel terhadapku, mungkin ini caranya untuk menghukum ku karena terlambat bangun pagi," balas Marin, dan tangannya sudah berada di perutnya, rasa sakit dan mual mulai terjadi padanya.
Dan beberapa yang ada di tempat itu mulai terkekeh dengan tingkah Martin. Martin kemudian berlari menuju toilet dan muntah di sana, perutnya begitu sakit, dia akan mengamuk setelah pulang, dia mungkin akan sangat marah pada Andira. Walau memuntahkan makanannya perut Martin masih saja sakit.
Sudah sangat lama Martin tidak memakank acang hingga lupa rasanya kacang, diab ahkan sudah tidak tahu bagaimanam embedakan saos kacang dengan saos biasa.E ntah apa yang akan diperbuat Martin setelah pulang ke rumah pada Andira yang tak tahua apa-apa.
Ya dia tahu siapa yang membawa Andira, dan anehnya sesuatu menjadi lebih muda baginya, tak ada pengawal sementara Martin memegangi senjata api di tangannya walau dia terlihat terluka di kepala, dan beberapa darah yang mengalir di tangannya, ya sebelum Ibrahim berhasil dijatuhkan oleh Martin, Ibrahim berhasil menyerang Martin dengan irisan balok yang membuatnya terluka. Di sisi yang lain, Martin membuka satu-persatu pintu ruangan yang ada di labirin, sampai akhirnya dia tidak menemukan pintu apa pun, hanya dinding kasar di sekelilingnya, dan yang membuatnya merasa bingung adalah di mana semua orang? Martin tak menemukan siapa pun, tapi dia bisa melihat tanda ayang dia tahu bahwa yang melakukannya pasti Nigel, untuk menjebak Martin, walau Martin paham akan jebakan itu, dia tetap mengikuti pola petunjuk yang dia tidak tahu akan membawa dia ke mana, hanya saja tak ada pilihan lain. "Martin." Langkah kaki Martin terhenti, dia mendengar sesuatu, di belakang, di depan, di samping, lalu s
Rasa lemas menjalar di sekujur tubuh Martin, dia tidak menyangka bahwa Nigel akan sejauh ini, gadis yang selalu bersamanya yang Martin pikir Litzia telah menjadi gadis yang penting bagi Nigel ternyata saat mencoba membalas dendam dan ambisi gadis itu tidak lain hanyalah sekedar hiburan bagi Nigel. Mata Martin redup, dia kebingungan bagaimana harus merespon apalagi rasa panas dikarenakan cahaya lampu yang langsung mengarah kepadanya membuatnya merasa terganggu. Dia meremukkan rambut-rambut nya yang kusut, dan saat mencoba untuk fokus, dia menemukan sesuatu berada di tangan Litzia, gadis itu menggenggam sesuatu, Martin yang merasa apa yang digenggam Litzia penting langsung meraih tangan gadis itu dan membuka telapaknya, di sana terletak kertas yang mungkin berisikan informasi. Tulisan yang Martin tahu bukanlah milik Litzia melainkan milik Nigel, ya jelas kertas dengan tinta yang ditulis Martin dan berisikan, "Putramu dan Andira selanjutnya, oh ya astaga kau tidak akan menemukan putra
Bibir Martin terbuka, dia merasa heran siapa yang mungkin yang telah membukakan pintu untuknya, dan kenapa pintu ini bisa terbuka sendiri. Sia menelan saliva berkali-kali tapi dia tidak bisa diam, ya dia tidak seharusnya seperti ini, dia mengepalkan tangan dengan kemarahan yang luar biasa, pada Nigel, Ibrahim dan sedikit rasa kecewa dan kebencian terhadap Andira, atau dia sedang berusaha untuk membenci gadis itu. Tapi sebelum semua itu harus diselesaikan olehnya, dia berusaha untuk menemukan putranya terlebih dahulu, di mana Raisi, dan kenapa semuanya terlihat kacau, kenapa Tidka ada penjaga dan pintu ruangannya sendiri, sel yang dia miliki sendiri yang seharusnya menjadi tempat dia tertahan kini terbuka. Tapi semua itu tidak penting, Martin dia mencoba untuk melangkah pergi, tetapi dia tidak dengan tangan kosong, di dalam saku-saku celananya dia menyimpan pecahan beling yang dia hancurkan sebelumnya dan akan menjadikannya sebagai pertahanan atau cara untuk melawan. Sayangnya dia
Litzia mencoba menyelematkan siapa pun yang bisa dia selamatkan setelah dia berhasil membantu Raisi, yang entah apakah Raisi berhasil keluar dari labirin rumit yang telah dibangun oleh Nigel selama ini atau usaha mereka hanya akan menjadi boomerang. Dia memastikan bahwa Ibrahim mengetahui rencana Nigel untuk menghabisi mereka semua di tempat itu, sehingga mungkin dalam sesaat dia ingin menyelamatkan semuanya, termasuk Andira, tetapi sebelum itu, dia harus memastikan bahwa Martin tiada di tangannya. Di sisi yang lain Litzia, dia membuka pintu demi pintu, labirin yang begitu membingungkan, dia tidak bisa menemukan di mana kamar Martin, atau di mana sel Martin disembunyikan, langkah demi langkah dia berusaha untuk dapatkan hingga akhirnya dia menemukan satu ruangan yang tak terjaga, cukup jauh dan firasatnya berkata, mungkin itu adalah Martin. Langkahnya menuju sel itu cepat, dan menemukan seseorang yang bersandar tanpa semangat hidup duduk di lantai. Litzia hanya dapat melihat pria i
Beberapa Saat Sebelumnya "Pergilah, kau tidak punya waktu, kau harus meninggalkan tempat ini atau Nigel akan menghabisi mu di hadapan ayahmu. Dia akan mempermainkan Malian berdua sebelum akhirnya mengakhiri semuanya." Dia mencoba membuka gelangan borgol di tangan Raisi sementara Raisi yang terlihat dengan wajah berantakan, darah di sisi wajahnya, dan rambut yang terlihat tak terawat itu memandang bingung. "Bagaimana kau mendapatkan kunci itu ... Astaga kau membahayakan dirimu sendiri Litzia." Raisi menghentakkan tangannya seolah menolak bantuan Litzia tapi gadis ini mencoba untuk tetap membantu Raisi. "Kau tidak tahu bahwa Nigel adalah monster dan dia akan menghabisi kalian, kau, Martin, Andira, semuanya, bahkan Ibrahim tangan kanannya sendiri akan mati di sini jika tidak pergi." "Andira?" Raisi menelan saliva, dia gemetar. "Ya." "Tidak." Raisi yang kedua tangannya sudah terbebas dari borgol itu menggelengkan kepala, "Aku tidak mau meninggalkan Andira. Bawa aku padanya dan akan
Semua tampak jelas, Martin melihat segalanya dalam kesunyian yang tak terhentikan, dia merasa bahwa hidupnya akan selalu seperti ini, menderita. Dia mendapatkan apa yang dia inginkan, Andira, tapi dengan biaya sebesar apa? Dan kini, di mana gadis itu? Di mana putranya? Dan demi keinginan yang ia hasratkan semuanya berakhir kacau, dia terjebak di dalam neraka yang abadi. Nigel menghentakkan kepala Martin dan membiarkan dia tergelatak di dalam sana, kini adalah rencana selanjutnya tapi kapan dia akan melakukan rencana selanjutnya? Oh ya dia akan mempermainkan Martin lebih lama, lebih parah, San jauh lebih menyakitkan sebelum pada akhirnya mengakhiri hidup Martin Dailuna. Di sisi yang lain, Ibrahim tak sanggup menahan amarah dendam yang ingin segera mengakhiri hidup Martin, menghancurkan dinasti Dailuna selamanya. Tetapi semua itu berada di tangan Nigel yang memiliki lebih banyak anak buah. "Apa lagi yang kau tunggu?" Ibrahim bertanya, dia tak sanggup menahan diri untuk segera mengakh