Share

Ancaman Maya

Penulis: Nhaya_97
last update Terakhir Diperbarui: 2024-04-24 18:19:07

Arga tersenyum sinis, tatapan matanya penuh dengan keangkuhan saat ia berbicara. “Kamu pikir, aku juga mau, tidur satu kamar denganmu? Tidak sama sekali! Tapi, Mama dan Papa pasti memaksa kita untuk tidur dalam satu kamar.”

Jani menatap Arga dengan tatapan tajam, mencoba menunjukkan ketegasannya. “Mama dan Papa bukan alasan untuk kita tidur dalam satu kamar. Lagi pula, kamu belum mengakhiri hubunganmu dengan Marisa, kan?”

“Tentu saja aku tidak akan pernah mengakhiri hubunganku dengan Marisa. Pernikahan kita hanya sampai bulan depan. Semoga saja kamu tidak hamil. Minum obat yang dapat menggugurkan kandunganmu, Jani!” Balas Arga dengan nada sinis, tanpa rasa belas kasihan.

Jani menatap Arga dengan mata nanar, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. “Aku tidak menginginkan pernikahan ini, bukan berarti aku tega membunuh anakku sendiri, Mas! Lagi pula, belum tentu aku hamil.”

“Ya!” jawab Arga dengan singkat, lalu ia memutuskan untuk memasuki kamar Jani.

“Mas!” pekik Jani, langkahnya cepat menyusul Arga yang sudah memasuki kamar. “Sudah aku katakan jangan tidur satu kamar denganku,” keluhnya dengan nada kesal.

“Jani! Aku bilang apa tadi pada kamu, huh? Mama dan Papa yang meminta kita untuk tidur dalam satu kamar! Semua orang tahu, jika kita sudah menikah. Termasuk semua rekan kerja di kantor,” sahut Arga dengan suara yang keras, matanya menatap Jani dengan tajam, mencoba menekankan bahwa keputusan ini tidak bisa dibantah.

Jani hanya menghela napas panjang, merasakan kelelahan yang menghimpitnya. Tanpa kata-kata lagi, dia memutuskan untuk masuk ke dalam kamar mandi, membutuhkan waktu sendiri untuk membersihkan diri sebelum akhirnya tidur, mengubur kekecewaannya dalam diam.

Keesokan harinya, langkah-langkah kecil menuju kehidupan baru pun dimulai bagi Jani. Status janda yang sudah melekat di dalam dirinya kini berubah menjadi istri dari kakak iparnya sendiri, sebuah perubahan yang diwarnai oleh kebingungan dan ketidakpastian. Akibat kesalahan fatal yang dibuat oleh Arga kepadanya, mereka berdua terjebak dalam ikatan pernikahan tanpa cinta.

“Hari ini kamu masih cuti. Mama ingin bicara dengan kamu setelah selesai sarapan,” ucap Maya dengan serius, matanya menatap tajam pada Arga yang hanya diam membalas.

Arga mengangkat kepalanya dengan malas, terlihat kesal dengan kehadiran ibunya yang selalu memberikan instruksi. “Mau bicara apa lagi? Aku sudah menuruti perintah Mama. Masih ada lagi, yang Mama perintahkan kepadaku?” tanyanya dengan nada yang agak sinis.

Maya mengangguk, tidak terpengaruh oleh sikap Arga. “Dan banyak!” jawabnya tegas, tatapannya menembus wajah Arga dengan serius.

Arga hanya memutar bola matanya dengan kesal, mengambil segelas air putih untuk menenangkan diri. Sementara itu, Jani hanya menundukkan kepala dengan diam, tidak tertarik untuk ikut campur dalam percakapan mereka. Pikirannya sudah terlalu penuh dengan ketidakpastian dan kerinduan akan suaminya yang masih hilang, Rayhan.

Dalam keheningan, suara bisikan dalam hati Jani bergema. ‘Mas, kamu di mana? Aku tahu kamu masih ada di sini. Tolong aku, Mas. Aku tidak mau menjadi istri dari pria bengis tak punya hati seperti kakakmu ini.’

Dalam diam, doa-doa Jani tersirat dalam bisikan yang tak terdengar oleh siapapun. Ia hanya bisa berharap, bahwa suaminya yang sejati akan datang menyelamatkannya dari belenggu pernikahan yang tidak diinginkannya.

Jani merenungi keadaannya dengan hati yang berat, berusaha menahan air mata yang ingin keluar dari pipinya. Tak ada jalan keluar yang terlihat, kecuali terus menjalani kehidupan yang terikat dengan pernikahan yang tidak diinginkannya bersama Arga. Pria itu, yang tak pernah menganggapnya sebagai adik ipar setelah Rayhan, suaminya, pergi untuk selamanya, menjadi sosok yang semakin menakutkan baginya.

Setelah sarapan, Arga mendapati Maya tengah berdiri di depan jendela, tangannya terlipat di dadanya, matanya menatap ke arah luar dengan serius. "Ada apa, Ma?" tanya Arga, mendekati ibunya dengan langkah hati-hati.

Maya membalikan tubuhnya, menatap lekat wajah Arga dengan ekspresi yang sulit dibaca. “Kamu tidak sengaja kan, memperkosa Jani?” tanyanya tiba-tiba, suaranya tenang namun penuh dengan tegas.

Arga terkesiap mendengar pertanyaan itu, dan ekspresinya berubah menjadi campuran antara keheranan dan pembelaan. “Ma, sumpah demi Tuhan aku tidak sengaja masuk kamar Jani dan melakukan itu! Aku lagi mabuk gara-gara project aku diambil oleh orang baru,” jawabnya dengan suara yang bergetar.

Maya tersenyum tipis, seakan tidak terkesan oleh penjelasan anaknya. “Kalau begitu, berhenti minum-minum. Kamu sudah melakukan kesalahan yang cukup bes—”

“Semua ini tidak akan terjadi kalau Mama mengusir Jani dari rumah ini. Kenapa sih Ma, Mama masih merawat perempuan sombong tidak tahu diri itu?” potong Arga dengan nada yang penuh kemarahan.

“Jaga mulut kamu, Arga. Dia anak teman Mama. Orang tuanya sudah meninggal dan Mama harus tanggung jawab karena dia adalah menantu Mama. Istri dari mendiang adik kamu! Gara-gara kamu juga, Rayhan harus meninggal!” bentak Maya dengan suara yang memenuhi ruangan, ekspresinya penuh dengan penyesalan dan amarah yang tersimpan.

Arga menatap tajam wajah sang mama, keberanian yang sedikit tersisa tercermin dalam matanya. “Selalu saja aku yang disalahkan!” serunya dengan nada penuh keberatan.

“Memang itu kenyataannya. Andai Jani tahu apa yang telah kamu lakukan pada adikmu itu, sampai mati pun dia tidak akan pernah memaafkan kamu! Sebagai balasannya, kamu harus menjadi suaminya. Menggantikan posisi Rayhan yang sudah kamu bunuh!” Maya menyampaikan kata-katanya dengan suara yang tegas, tatapannya menembus kedalaman jiwa Arga.

“Aku tidak membunuhnya!” sanggah Arga dengan suara yang hampir tercekik oleh emosi yang memenuhi dirinya.

Maya menutup matanya, mencoba menahan sabar dalam menghadapi anaknya yang keras kepala ini. Arga memang sangat berbeda dengan adiknya yang lemah lembut dan baik hati.

“Kalau begitu, sudah kamu akhiri, hubungan kamu dengan Marisa?” tanya Maya dengan suara yang masih tenang, namun terdengar tajam.

Arga tersenyum miring, seolah merasa telah menemukan celah untuk menolak permintaan ibunya. “Tidak akan pernah aku lakukan sampai kapan pun! Karena belum tentu Jani hamil,” jawabnya dengan nada yang penuh keyakinan.

“Oh, yaa? Seyakin itu? Jika itu maumu, baiklah. Mama beri dua pilihan untukmu kalau begitu,” kata Maya dengan suara yang tetap tenang, namun terdengar sangat berat.

“Apa?” tanya Arga, penasarannya semakin memuncak.

Maya kembali melipat tangan di dadanya, tatapannya tetap tajam. “Akhiri hubunganmu dengan Marisa, atau masuk penjara?” ucapnya dengan tegas, menunjukkan bahwa tidak ada jalan tengah dalam keputusannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Naik Ranjang Kakak Ipar Kejam   Tamat!

    Usia kandungan Jani sudah memasuki usia sembilan bulan. Sudah sangat buncit dan kini tengah memeriksa kandungannya dan melihat kondisinya di monitor USG.“Posisi bayinya sudah sangat baik. Perkiraan melahirkannya sekitar dua sampai empat hari lagi,” ucap dr. Mira memberi tahu.Jani menerbitkan senyumnya. “Syukurlah kalau posisinya sudah baik. Saya lega mendengarnya, Dok. Dua sampai empat hari lagi ya, Dok?”“Betul, Ibu. Dua sampai empat hari lagi Anda akan melahirkan.”Jani menghela napasnya kemudian menoleh pada Rayhan yang tengah mengusapi punggung tangannya itu sembari menatap layar monitor USG yang tengah menampilkan wajah calon anaknya itu.Sepulang dari rumah sakit, Jani dan Rayhan mampir ke restoran dulu untuk makan siang bersama.“Mas. Dua sampai empat hari ke depan kamu nggak ke mana-mana, kan?” tanya Jani memastikan kalau Rayhan akan ada saat dia melahirkan nan

  • Naik Ranjang Kakak Ipar Kejam   Sudah Lima Minggu

    Malam harinya. Samuel teringat akan wajah perempuan lugu yang tengah mencari pekerjaan tadi pagi di rumah sakit.Kini, ia tak perlu memikirkan kondisi Rayhan kembali karena lelaki itu sudah sembuh dari obat yang sudah dia berikan pada Rayhan dulu.“Kenapa itu cewek nggak bisa hilang dari pikiran gue, sih? Kasihan banget ya, mimik mukanya. Kayak tertekan gitu.”Samuel menghela napasnya dengan panjang. “Semoga aja dia bisa menguasai kerjaannya di kantor nanti. Paling, gue yang harus sabar kalau nanti banyak yang salah.”Samuel kemudian menutup matanya sebab jam sudah menunjuk angka satu pagi. Ia harus ke kantor untuk interview Vira yang sudah ia tunjuk sebagai calon pengganti Tata.Pukul 07.00 WIB.Jani merasa perutnya seperti ini memuntahkan sesuatu. Baru saja ia bangun dari tidurnya, tiba-tiba saja tenggorokannya terasa pahit. Ia pun segera masuk ke dalam kamar mandi dan memuntahkan cairan kuni

  • Naik Ranjang Kakak Ipar Kejam   Hasil Pemeriksaan

    Keesokan harinya, Jani dan sang suami pergi ke rumah sakit bersama-sama. Pun dengan Samuel yang dari jam sembilan sudah ada di rumah hendak ikut dengan adik dan iparnya itu.Bahkan Samuel juga yang menggendong Elvan saat tiba di rumah sakit. Dan kini tengah menunggu Jani dan Rayhan yang sudah masuk ke dalam ruangan dokter.“Elvan mau makan apa? Biar Om belikan,” tanya Samuel kepada keponakannya itu.Elvan menggelengkan kepalanya. “Udah makan, Om. Nggak lapel.”“Ooh!” Samuel menyunggingkan senyumnya menatap keponakannya itu. “Elvan, sayang nggak, sama Om?”Elvan mengangguk. “Sayang, Om.”“Bagus. Anak pintar. Kalau sama Mama dan Papa?”“Sayang banget.”Samuel lantas tertawa mendengarnya. “Lucu banget sih, kamu ini. Nggak pantes rasanya kalau bapak kamu itu si Arga. Nggak ada pantes-pantesnya sumpah, dah!”

  • Naik Ranjang Kakak Ipar Kejam   Menunggu Hasil

    Satu minggu berlalu. Keluarga kecil yang tengah liburan itu sekarang sudah kembali ke Jakarta.Pun dengan Samuel. Lelaki itu juga ikut cuti selama satu minggu itu. Sebab terlalu penat dirinya dengan pekerjaan yang setiap hari tak pernah ada habisnya.Di sebuah taman di halaman depan rumah. Jani dan Elvan tengah bermain bersama dengan anak dari dua sahabatnya yang sedang berkunjung ke sana."Jani. Gue mau nanya tentang Rayhan ke elo."Jani menolehkan kepalanya kepada Ellena. "Kenapa El?" tanyanya kemudian.Ellena menghela napasnya dengan panjang seraya menatap Jani dengan lekat. "Elo pernah bilang kalau Rayhan akan sembuh dari cacat kesuburannya karena ulah kakak elo waktu itu."Jadi menganggukkan kepalanya. "Iya. So?" tanyanya kembali."Yaa ... sekarang kan, udah lima tahun. Kalian udah periksa lagi ke dokternya?""Oh, itu. Iyaa. Gue dan Mas Rayhan rencana besok mau ke rumah sakit untuk periksa lagi. Semoga

  • Naik Ranjang Kakak Ipar Kejam   Happy Birthday to You!

    Pukul 20.00 WIB.Kejutan yang akan diberikan oleh Rayhan kepada Jani sebentar lagi akan dimulai. Lelaki itu tengah menunggu Janu yang masih menidurkan anaknya."Woy!"Rayhan menoleh kemudian mengerutkan keningnya melihat Samuel ada di sana."Kok kamu ada di sini?" tanya Rayhan bingung.Samuel menyunggingkan senyumnya. "Gue nanya sekretaris elo, katanya elo cuti selama seminggu karena mau liburan ke Bali. Ya udah, gue susul aja ke sini. Emangnya Jani nggak bilang, kalau gue tadi telepon dia?"Rayhan menggeleng dengan pelan. Ia kemudian menerbitkan senyumnya dengan lebar. Punya ide untuk menjaga Elvan selama dia dan Jani dinner."Kebetulan kamu datang ke sini, aku mau minta tolong sama kamu buat jagain Elvan di sini. Nanti jam sembilan aku dan Jani mau dinner."Samuel lantas menyunggingkan bibirnya. "Beber aja dugaan gue. Pasti, bakalan disuruh jagain Elvan." Ia pun mendengus kasar.Rayh

  • Naik Ranjang Kakak Ipar Kejam   Samuel Protes

    Sudah tiba di Bali ….Suasana yang indah, yang akhirnya bisa Jani rasakan lagi setelah sekian lama tak pernah mengunjungi tempat itu. Betapa bahagianya ia akhirnya bisa liburan bersama keluarga kecilnya.“Bagus banget pemandangannya. Udah lama banget nggak pernah ke sini. Banyak perubahan juga,” ucap Jani sembari memandang pantai yang indah dan bersih di depan matanya.Tangan Rayhan kemudian melingkar di pinggang Jani, menghampiri perempuan itu setelah menidurkan Elvan di kamar sebab anak itu masih tidur dengan lelapnya.“Makasih ya, Mas. Udah bawa aku dan Elvan ke sini. Seneng banget akhirnya bisa liburan lagi,” ucap Jani berterima kasih kepada suaminya itu.Cup!Rayhan mencium pipi Jani. “Sama-sama. Aku juga sama, seneng akhirnya bisa bawa kamu dan Elvan liburan ke tempat yang cukup jauh. Biasanya keliling mall atau taman saja. Maafin, karena terlalu sibuk dan lupa liburan.”

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status