Di jam istirahat kudapati ia sudah tertidur di kamar. seharusnya aku bergabung di tempat tidur tapi rasanya tak sedih hati ini untuk seranjang lagi dengan lelaki itu lelaki tidak pernah perasaan yang sudah menghianati istri serta mengumbar aib rumah tangga pada wanita lain. Di puncak segala kesulitan dalam ujian rumah tangga dan seburuk-buruknya mulut seorang manusia dia tidak akan mengumbar aib rumah tangganya sendiri, apalagi tentang wanita yang sudah melahirkan putra dan putri untuknya. Dasar memalukan.Kok tarik bantal dan selimut yang ada di kakinya lalu beranjak keluar dari kamar utama."Rumah kita tidak ada cadangan kamar lain selain kamar anak dan kamar ini, kau mau kemana?""Setelah berhasil melubangi hatiku dengan perbuatan dan kata-kata yang menyakitkan lalu kau berharap aku akan tidur sepanjang denganmu? Jangan terlalu santai bermimpi.""Kau masih istriku dan aku berhak melihat hal terbaik dan menyentuhmu, apa kau sadar?""Hanya istri di atas kertas yang kau bayar dengan
"Lantas ke mana kau akan membawa kehidupanmu?" tanya Ibuku saat aku berkunjung ke rumahnya bersama anak-anak. Pukul 02.00 siang aku menjemput mereka tidak langsung pulang ke rumah, kupilih pulang ke rumah ibu untuk makan siang dengannya. "Aku capek main drama seperti wanita lain yang berusaha mengejar suaminya dan memisahkan dia dan kekasihnya, semakin dikejar dan dicegah-cegah akan semakin menjadi-jadi saja. Sebaiknya tonton saja dan biarkan mereka menikmati permainannya.""Lalu apa kata orang-orang saat mereka mengetahui apa yang terjadi?""Jangan tanyakan semuanya padaku, tanyakan pada suamiku kenapa dia melakukan hal itu. Aku hanya mengerjakan sisa dari tugas-tugas ku kewajibanku sebagai istri dan ibu, tinggal dia saja ... apa dia akan sadar atau terus begitu.""Dia menelepon ibu dan berkata bahwa dia cukup kesulitan akibat sikapmu yang dingin akhir-akhir ini.""Lalu ibu bilang apa?""Ibu bilang ibu tidak bisa berbuat banyak dan ikut campur. Ibu hanya berharap kalian bisa menyele
"Bund, aku tidak bermaksud mempermalukan Bunda!""Tapi yang kau perbuat mempermalukanku dan ayahmu seakan aku tidak mendidikmu untuk puas dengan apa yang kau miliki! Siapa wanita itu, dan kenapa dia bisa menguasaimu?""Ini aku." Tiba-tiba ada suara dari balik pintu, suara wanita yang sudah jelas kukenali karakteristik nadanya."Siapa kau!" Tiba-tiba Gadis itu muncul, dia berdiri dan menatapku serta ibu mertua. Ibu mertua tak kalah sok nya menyaksikan wanita yang dibawa masuk Kevin. Dia berdiri di ambang pintu mengenakan rok lipit semi tradisional dan kemeja putih, rambutnya di-blow dengan anting mutiara yang mempercantik dirinya. "Saya temannya Kevin!""Oh, jadi kamu ...!" tanya ibu mertua sambil memicingkan mata."... kamu orang ketiga yang muncul dalam rumah tangga anakku? Kenapa berani sekali kau injakan kakimu di tempat ini. Apa kau tidak berpikir kalau itu akan membuat Kevin dan istrinya bertengkar! Apakah kau sengaja melakukan ini demi memisahkan mereka? Senekat itukah dirimu?"
"Kau puas 'kan menciptakan konflik antara aku dan ibuku! Lihatlah, dia mengeluarkan sumpah serapah dan segala ancaman yang seharusnya tidak perlu didengarkan oleh seorang anak!" Ujar mas Kevin dengan wajah penuh kebencian dan dendam padaku.Setelah Ibu mertua pergi dan suara mobilnya terdengar menghilang Mas Kevin malah mengatakan itu. Dengan seragam dan atribut yang masih melekat di tubuhnya, dia hendak melanjutkan pertengkarannya denganku."Ayah! Masih Ayah buat bunda menangis?" tanya Sinta."Anak kecil, pergilah ke kamar dan biarkan aku bicara dengan ibu kalian!"Tentu saja putra dan putriku ketakutan mendengar bentakan ayah mereka, sehingga keduanya langsung berlari ke kamar."Apa yang kau harapkan dengan mengadu pada Ibuku lalu membuatku bertengkar dengannya. Apa kau pikir aku akan semakin mencintaimu?!""Aku tak lagi mengharapkan cintamu sebab cintamu sudah diambil semuanya oleh wanita itu. Tunggu apa lagi sekarang, bukankah tadi kau akan kondangan dengannya... Ayo ganti bajumu
Tak banyak bicara lagi lelaki itu langsung meninggalkan rumah dengan tas pakaian yang disandang di bahunya. Sebenarnya ada rasa hancur saat menyaksikan ia meninggalkan rumah begitu saja, tetapi aku tidak punya alasan untuk mencegahnya. Karena, untuk apa aku menahannya jika perasaannya tidak ada di sini. Hanya raga yang ada padaku tapi jiwanya ada bersama wanita itu.Percuma!Suara mobilnya terdengar dengan jelas pintu gerbang bergeser perlahan, lalu kendaraan itu menghilang begitu saja dari garasi, meninggalkan jejak suara dan sisa pertengkaran kami.*Besok hari.Setelah mengantarkan anak-anak ke sekolah aku janjian dengan temanku untuk bertemu di rumahnya, teman yang kemarin berkumpul di cafe bersamaku, berikut dengan teman teman reuni lainnya.Aku mengunjungi rumahnya dan Vina senang sekali aku mendatanginya. Dia langsung mengajakku sarapan bersama dan minum kopi rupanya dia telah menyiapkan beberapa hidangan untuk menyambutku, jadi aku merasa senang dan sedikit terhibur dengan ker
Kulangkahkan kaki turun dari motorku, kuseka wajahku yang sudah basah oleh cappucino bercampur air mata kekesalan. Suamiku panik, ia menekan kaca mobilnya agar segera tertutup, kalau bisa iya ingin segera kabur dari sana tapi lampu hijau belum juga menyala.Brak!Brak! Dengan helm, kuhantam kaca yang ada di sisinya. Juga kaca depan tepat di depan kemudi. Kaca itu retak, tapi karena dilindungi oleh kaca film anti pecah, jadi hanya lubang dan retak saja."Kurang ajar, setelah berselingkuh, memperlakukan diri ini seperti hewan, lalu kabur dari rumah ... sekarang kau mempermalukanku dengan menyiramkan kopi itu ke wajahku!""A-aku tak sengaja!""Sungguhkah!" Aku kembali memungut gelas itu, dia sendiri sama sekali tidak turun dari mobilnya sementara Mila meminta dia untuk segera tancap gas pergi meninggalkanku.Orang-orang yang kebetulan sedang menunggu lampu hijau terkesiap dengan pemandangan yang terjadi."Bu, tenang Bu, itu siapanya Bu?""Dia melanggar hukum dengan buang sampah sembara
Aku merasa cukup asing dengan dengan waktu demi waktu yang kujalani setelah kepergian mas Kevin. Ada sensasi aneh di malam pertama saat dia benar-benar telah memutuskan pergi dari rumah ini.Aku tak lagi melihat barang miliknya di kamar mandi alat cukur, sikat gigi, sabun dan handuk, aku juga tidak melihat lagi cangkir kesayangannya saat aku dan anak-anak makan malam di meja. Ingin kusembunyikan air mata yang hendak meleleh di pipi tapi aku tidak kuasa menahannya meski harus tetap tersenyum di hadapan Daffa dan sinta.Jujur saja, rasanya hatiku hampa, terlubangi dengan cara yang tragis. Sakit benar, karena aku belum menyiapkan mental untuk sebuah perpisahan yang terjadi dengan cepat...mendadak perasaan ini dilukai begitu saja olehnya. Sakitnya bukan hanya karena suamiku mencintai wanita lain lalu pergi. Lebih sakit, karena dia mencampakkanku begitu saja tanpa ada perlakuan dan kata-kata yang baik. Dia pergi tanpa bisa kubayangkan akan secepat itu. Meski aku menyalahkan diriku, bahwa
Dua minggu kepergian suamiku, sisa uang dan makanan sudah menipis, dapur mulai kekurangan stok, tagihan listrik dan air berbunyi, memaksa diri ini untuk segera membayar. Pikiran ini mulai terhimpit tentang tagihan uang sampah dan iuran wajib komplek ditambah dengan uang iuran guru mengaji anak anak di TPQ.Kubawa permasalahan ini ke ibu mertua namun aku terlalu malu. Malu karena tidak bisa mempertahankan suami dan keluarga. Lagi pula beliau sudah sering membantu kami jadi aku agak segan padanya.Jika kubawa permasalahan ini kepada Ibuku tentu sudah siang akan beliau utarakan adalah segera mengajukan gugatan perceraian dari lepas dari semua kemelut ini. Bukannya aku tidak bisa mengambil langkah cepat untuk segera bercerai ... Aku hanya butuh waktu untuk damai dengan kenyataan dan mengatasi perasaan yang belum siap untuk menyandang status janda seutuhnya.Aku masih berpikir bagaimana caraku menghadapi hari-hari serta godaan orang-orang di saat diri ini telah keluar dari rumah dalam kea