Share

05. Masa Lalu Sulthan

"Dia begitu kurus mungkin tinggal tulang, cepat bangun Ida, putrimu sangat membutuhkanmu," lirihnya.

 

Sulthan pun tertidur di sebelah putri kecilnya itu. Tante Mayang yang dari tadi masih menunggui Sulthan dari balik pintu kamarnya, merasa kasihan kepada Sulthan dan beliau pun kembali masuk ke dalam kamar Sulthan untuk menjaga bayinya itu takut nanti tengah  malam akan menangis.

 

Setelah meletakkan bayi mungilnya di dalam box bayi, Tante Mayang kembali ke luar dan mendatangi kakak iparnya Ummi Syifa.

 

Pintu Ummi Syifa terbuka sedikit sehingga memudahkan Tante Mayang melihatnya jelas Ummi Syifa yang melamun di atas tempat tidur.

 

Nampak terlihat kesedihan yang mendalam di raut wajah Ummi Syifa. Entah apa yang dipikirkan beliau di satu sisi Sulthan yang masih terbelenggu dengan masa lalunya dilain sisi merasa kasihan kepada Ida jika dia tahu kalau nama putrinya adalah nama mantan kekasih anaknya.

 

Ummi Syifa tahu betul watak dan sifat keras kepalanya Sulthan karena itu dia tidak ingin berdebat dengan anaknya, toh keadaan juga tidak bisa mengubahnya.

 

 

Terdengar suara ketukan pintu kamar dari luar.

 

"Boleh Mayang masuk Mbak?" tanyanya seketika melihat iparnya sedang duduk dengan sedih.

 

"Masuk saja!" jawab Ummi Syifa singkat.

 

"Maaf Mbak, lebih baik kita ke dokter ya, kita periksa kondisi Mbak, jangan sampai Mbak jatuh sakit juga, kasihan Ida Mbak!" Lirihnya kepada Umi Syifa.

 

Ummi Syifa menghela napas seketika, lalu beliau beranjak ke tempat meja rias. Di situ terpampang sebuah foto pernikahan anaknya lima tahun yang lalu.

 

Wajah semringah terlihat bahagia nampak jelas tersirat di wajah cantik Ida yang dibalut kebaya modern berwarna abu-abu sangat sederhana tetapi terlihat elegan, begitu juga dengan Sulthan yang sangat tampan memakai pakaian yang senada warnanya dengan Ida, tetapi raut wajahnya tidak nampak kebahagiaan bahkan tidak tersenyum sedikit pun hanya tatapan kosong dan dingin.

 

"Aku hanya bingung, bagaimana jika Ida tahu kalau nama putrinya itu nama mantan kekasih Sulthan yang hilang entah ke mana!" jawabnya masih geram kepada Sulthan.

 

"Bahkan dengan seenaknya dia memberikan nama itu kepada cucuku yang baru lahir dua minggu yang lalu, Mbak benci nama itu, bagaimana Mbak bisa mencurahkan kasih sayang sepenuhnya kepada bayi itu kalau namanya saja sudah membuat Mbak tidak suka!" terangnya sambil menangis kembali.

 

"Mbak Syifa, apa salah bayi itu, apakah hanya karena namanya kita tidak suka lantas kita tidak mau menerimanya?"

 

"Jangan seperti itu lagian nama itu tidak jelek, bahkan sangat indah artinya," jawab Mayang.

 

"Jika bukan kita siapa Mbak, sedangkan ibu kandungnya masih terbaring koma, apa salah mereka, bahkan mereka tidak tahu siapa Dafina Salsabila itu?"

 

"Mbak tidak ingin kan cucu Mbak ini tumbuh dengan kurangnya kasih sayang, kurang perhatian, kasihan Salsa Mbak, ha kita panggil bayi mungil itu Salsa, tidak akan ada yang tahu kalau nama itu kepunyaan Fina."

 

"Mulai sekarang kita panggil saja Salsa lebih enak di dengar, betul kan Mbak?"

 

"Aku masih ragu apakah aku mampu memberinya kasih sayang, apakah aku mampu beradaptasi dengan nama itu?" tanyanya.

 

"Pasti bisa Mbak aku yakin!"

 

"Sebenarnya aku punya firasat kalau Sulthan lambat laun akan mencintai Ida seutuhnya, bahkan jika ada yang mendekatinya Sulthan akan merasa cemburu, tetapi dia sangat gengsi untuk mengatakannya kalau dia mulai jatuh cinta," jawab Mayang tegas.

 

"Apakah itu akan terjadi Yang?"

 

"Insya Allah Mbak, semoga saja jika Allah berkehendak maka terjadilah!" jawab Mayang yakin.

 

"Aamiin mudah-mudahan, semoga saja terjadi!" ucap Ummi Syifa bersemangat.

 

"Makanya Mbak kita tidak boleh patah semangat jika kita yakin maka semua pasti bisa," sahut Mayang memberikan semangat.

 

Semenjak itu Ummi Syifa bertekad akan menyembuhkan Ida secepatnya, tak ingin putri yang dilahirkannya tidak mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya.

 

Ummi Syifa dan Mbok Siti sibuk memperhatikan Ida, mereka bergantian menjaga Ida takut tiba-tiba Ida terbangun dari tidur panjangnya, walaupun kata dokter semakin hari semakin ada kemajuan walaupun belum 100% seperti sedia kala.

 

Sulthan yang di bantu oleh Tante Mayang mengurus dan merawat bayi kecilnya. Kebetulan anak Tante Mayang sudah besar semua sehingga tidak bisa bermain dengan Tante Mayang.

 

Tante Mayang sangat menyayangi Salsa karena beliau tidak mempunyai anak perempuan, tetapi hanya anak laki-laki yang sudah menginjak remaja.

 

Satu bulan kemudian ....

 

Matahari sudah menampakkan senyumannya tanpa malu-malu, walaupun udara sedikit panas tidak membuat jalanan menjadi sepi, seperti biasa hiruk pikuk jalanan sudah dipadati oleh berbagai macam kendaraan.

 

Hari berganti hari, minggu berganti minggu, tak terasa sudah satu bulan umur Salsa si bayi mungil yang cantik.

 

Tingkah lucu yang menggemaskan Salsa membuat semua orang bahagia melihat tumbuh kembang bayi mungil itu yang semakin hari semakin tembem, kulitnya yang putih dengan selalu tersenyum jika di gendong oleh Tante Mayang.

 

Namun anehnya jika digendong oleh Sulthan bayi itu menangis dengan lantang,  tetapi jika beralih ke yang lain bayi Salsa tidak menangis kencang, Tante Mayang pun bingung dibuatnya.

 

"Than, Tante bingung deh, mengapa Salsa menangis kalau kamu gendong ya?"

 

"Apakah dia juga mengerti kalau Papahnya yang tampan ini sangat membenci ibunya ya?" ledek Tante Mayang kepada Sulthan  yang masih enggan menemui Ida di rumah sakit.

 

"Apa maksud Tante, nggak mungkinlah bayi yang masih berumur satu bulan mengerti bahkan anak di bawah lima tahun saja belum tentu mengerti tentang pikiran orang dewasa," sungutnya kesal.

 

"Bukan itu maksudnya Than, tapi aneh saja coba deh Salsa di gendong Om Hendra, Ummi kamu, Mbok Siti dan juga Tante dia tidak menangis kencang adem ayem malah ngajak kita tersenyum tetapi kalau kamu yang gendong langsung nangis!" terang Tante Mayang yang masih menggendong Salsa untuk berjemur di panas matahari pagi.

 

"Beri sedikit waktu luang mu Than, kasihan Salsa, dia sudah tidak mendapatkan kasih sayang dari mamah kandungnya!" ucap Tante Mayang kepada Sulthan.

 

"Kamu nggak mau kan jika nanti dia besar, dia tidak mengenal siapa papahnya yang selalu sibuk dengan kerjaan kantor, katanya kamu mau mendidik dan memberikan kasih sayang, bukan materi saja yang harus kamu beri tetapi kasih sayang, cinta, perhatianmu Than, pikirkan jangan sampai terlambat!" terangnya.

 

Namun Sulthan hanya diam, dia pun langsung pamit kepada Tantenya dan mencium kening putri kecilnya sebelum berangkat kerja.

 

"Sulthan pergi dulu Tan, Assalamualaikum!"

 

"Tunggu Than!"

 

"Ada apa Tante, Sulthan sudah terlambat ada meeting di kantor!" serunya sedikit kesal.

 

"Tante cuma mau bilang kamu nggak ingin menjenguk Ida di rumah sakit, ini sudah sebulan Than, kamu tidak pernah menengoknya!" tanya Tante Mayang.

 

"Maaf Tante, Sulthan tidak ada waktu, toh juga ada Ummi dan Mbok Siti yang menjaganya, tak perlu Sulthan ke sana!" jawabnya sambil berlalu meninggalkan Tante Mayang sebelum memberi pertanyaan lagi.

 

"Sampai kapan kamu seperti ini Than, terlalu hampa kah hatimu, terlaku sakit kah dirimu sehingga kamu tidak mau menatap istri mu sendiri, dia butuh kasih sayang dan cinta Sulthan, tak kah kamu menyadari lambatnya dia sadar dari koma karena kamu tidak ada di sampingnya, tidak ada di sisinya yang mau memegang tangannya, mengecup mesra keningnya."

 

"Ya Allah segerakan lah Ida tersadar dari komanya, kasihanilah putrinya yang memerlukan ibunya."

 

"Cepat bangun Ida, lihatlah putrimu terlihat sedih jika Tante memanggil namamu," lirihnya.

 

***

 

Ya begitulah Sulthan Yazid Zidan seorang pemuda tampan yang dulu terkenal humoris dan baik hati. Banyak yang memujinya terlebih lagi oleh kaum hawa.

 

Campuran antara keturunan Arab dan Indonesia, khususnya Jawa Tengah membuat darah  Indonya kentara.

 

Berkulit putih, alis tebal, rambut ikal tebal hitam, berperawakan tinggi tegap dan bertubuh atletik, tak lupa mempunyai brewokan yang menambah ketampanan seorang Sulthan.

 

Namun setelah ditinggal kekasihnya yang merupakan sahabat masa kecil sekaligus teman kuliahnya, kehidupan Sulthan berubah drastis menjadi dingin dan kaku.

 

Ummi Syifa sangat menyayangkan perubahan sikap Sulthan yang mulai dingin tak bersahabat, tidak pernah tersenyum sedikit pun, setiap ada masalah hanya diam dan menjaga jarak dengan keluarga terutama kepada Ummi nya sendiri.

 

Ummi Syifa berteman baik dengan kedua orang tua Ida dari masa kuliah dulu.

 

Pada suatu hari saat orang tua Ida berkunjung ke rumah Abi Amran ayahnya Sulthan untuk bersilahturahmi sekaligus membangun kerja sama sebuah perusahaan.

 

Saat itu juga Ida masih berusia tiga belas tahun dan Sulthan berusia lima belas tahun, tetapi mereka tidak saling bertemu, karena mereka sama-sama menimba ilmu di pondok pesantren tetapi beda daerah.

 

Namun semenjak terjadinya kecelakaan itu yang merenggut nyawa Abi nya, Sulthan tidak mau melanjutkan sekolahnya di pondok pesantren, dia memilih keluar dan meneruskan studinya sampai kuliah.

 

Disitulah dia bertemu sahabat kecilnya yang dulu dan berkuliah di tempat yang sama pula.

 

Benih-benih cinta pun tumbuh diantara mereka sehingga membuat mereka di mabuk asmara.

 

Sulthan menyerahkan seluruh hidupnya untuk Dafina Salsabila seorang gadis cantik pujaan bunga kampus pada masanya.

Selain terkenal pintar Fina begitu nama sapaannya juga sangat humoris, mudah bergaul dan tidak sombong, sikap supel nya lah yang membuat Sulthan sangat mencintai Fina.

 

Begitu juga dengan Sulthan yang sangat mencintai dan menyayangi Fina, seperti ratu di dalam hatinya.

Bahkan Sulthan sudah memperkenalkan Fina kepada Ummi Syifa, bak gayung bersambut mereka pun menjadi akrab satu sama lain.

Setiap hari Fina datang ke rumah Sulthan dengan membawa makanan yang dia buat sendiri katanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status