Share

04. Dilema Sultan

 

Keesokan harinya sesuai dengan yang  dikatakan oleh Sulthan akhirnya acara aqiqahan putrinya pun digelar sangat meriah.

Tak lupa Sulthan memanggil anak panti asuhan kurang lebih 300 orang.

Pagi harinya ibu-ibu pengajian Ummi Syifa berdatangan dan para sahabat serta teman, kolega sesama pebisnis turut serta ambil bagian dalam acara itu.

 

Menghadirkan Penceramah di kota itu, melantunkan ayat-ayat suci Al Quran yang syahdu menenggelamkan sesaat hati ini.

 

Umi Syifa melihat Sulthan menitikkan air mata, entah apa yang dirasakan anaknya.

"Kenapa kamu Nak, kok nangis ada apa?" tanya Ummi Syifa dengan lembut.

"Nggak apa-apa Um, cuma Sulthan sudah lama tidak mengaji, bahkan Sulthan sudah lama cara mengaji Um!"

"Apakah kamu mau Umi ajarkan seperti waktu kamu masih kecil, Nak?"

"Nanti saja Um!"

Sulthan langsung berdiri meninggalkan Ummi Syifa yang masih bingung dengan sikapnya.

Umi Syifa sangat tahu kalau anaknya sangat keras kepala seperti almarhum papahnya.

Sulthan selalu menyembunyikan luka batinnya setelah kepergian kekasihnya itu.

Setelah selesai pengajian tiba waktunya pemberian nama kepada putrinya, Pak Ustaz meminta Sulthan menuliskan nama putrinya yang akan di bacakan doa dan pada saat itu juga Ummi Syifa sangat terkejut ketika nama yang disebutkan adalah nama mantan kekasihnya.

Ingin menolak tetapi Sulthan melarangnya karena tidak mau sampai membuat acaranya terganggu.

Hati Ummi Syifa sakit, ketika nama cucu pertamanya di beri nama oleh Sulthan, dan beliau meninggalkan acara itu dengan alasan kepala pusing.

Raut wajah Ummi Syifa yang tadi bahagia mempunyai cucu seketika itu juga beliau menjadi sedih.

"Mbok tolong dilanjuti acaranya, saya mau ke dalam dulu, nggak tahu nih tiba-tiba kelapa saya jadi pusing, tolong kasih tahu Sulthan!" ucapnya sembari pergi di tengah acara itu.

"Sulthan yang melihat Umminya masuk ke dalam, berusaha mengikuti beliau, namun Ummi Syifa enggan bertemu Sulthan.

"Umi ada apa, apa Ummi sakit?"  tanyanya penasaran.

"Nggak apa-apa, kamu kan tidak perlu Ummi lagi, jadi tolong kamu atur saja semuanya, Ummi lagi pusing!" jawab Umi Syifa dengan kesal dan berlalu meninggalkan Sulthan yang masih berdiri di pintu kamar Uminya.

"Tunggu Ummi!"

"Apa Ummi marah sama Sulthan karena nama itu?" tanya Sulthan di balik pintu kamar Ummi nya yang sudah di kunci dari dalam.

"Tolong buka dulu Ummi, acaranya belum selesai, Sulthan mohon!"

"Kamu saja yang atur, kamu 'kan pengusaha handal, masalah seperti ini bisa kamu atasi sendiri, Ummi butuh ketenangan sebentar, Than!" jawab Ummi Syifa yang sudah mengeluarkan air matanya.

"Baiklah Ummi, tapi Sulthan lihat Ummi belum ada makan dari tadi, biar Sulthan ambilkan ya Um!"

"Nggak usah Than, Ummi bisa sendiri sudah sana temui tamu-tamu jangan sampai tidak ada tuan rumahnya!" sahut Umi Syifa.

Sulthan merasa bersalah kepada Ummi nya, namun sudah terlanjur, bahkan akta kelahiran putrinya pun sudah jadi bersamaan dengan kartu keluarga Sulthan.

Dia tidak melihat dampaknya ketika nama itu yang dijadikan nama bayinya yang masih merah.

Entah mengapa selalu nama itu yang ada di pikiran Sulthan.

"Maaf Den, para tamu ada yang mau pulang, mereka mencari Den Sulthan atau Umi Syifa," ucap Mbok Siti dengan sopan.

"Iya Mbok, nanti Sulthan ke bawah!"

"Oh ya Mbok tolong urus Ummi, beliau belum makan sejak tadi pagi," sahut Sulthan yang merasa ikut sedih.

"Iya Den!"

Sulthan pun akhirnya pergi ke bawah menemui tamu undangan.

"Kamu dari mana saya Than, itu loh sudah ditunggui oleh Pak Ustaz mau pulang!" ucap Om Imran saudara kandung Umi nya.

"Iya maaf Om dari kamar Ummi!"

"Maaf Pak Ustaz Ummi nggak bisa hadir soalnya tiba-tiba kepalanya pusing," jawab Sulthan.

"Iya nggak apa-apa, kasihan Ummimu mengurus semuanya sendirian, biarkan beliau istirahat."

"Kalau begitu kami permisi dulu!"

"Assalamualaikum warohmatullohi wabarakatuh!"

"Wa’alaikumsalam!"

Setelah selesai acara, Om Imran masih tetap tinggal di rumah mengingat saudaranya Ummi Syifa yang tidak enak badan, beliau khawatir dan ingin mendatangi kamar saudara iparnya itu.

Namun saat ingin pergi ke kamarnya Sulthan langsung menghentikan langkah kaki Om Imran .

"Tunggu Om!"

"Ada apa Than, kenapa kamu menghentikan Om?"

"Maaf Om nggak usah ikut campur, Sulthan tahu mengapa Ummi tiba-tiba kepalanya pusing," jawab Sulthan.

"Maksud kamu?"

"Sebenarnya Ummi sakit gara-gara Sulthan Om!"

"Maksudmu karena tadi nama putrimu itu kamu beri  nama mantan kekasihmu Than?"

"Iya Om."

"Aduh Than kok bisa sih, ya pantas saja  Ummi kamu marah, memang nggak ada nama lain, apakah harus nama itu?" tanya Om Imran emosi.

"Kamu sudah kelewatan Than!"

"Bagaimana kalau Ida bangun dari komanya, dan dia tahu kalau nama anaknya adalah nama mantan kekasihmu, apa kamu nggak berpikir sama sekali, setidaknya jika memang kamu tidak mencintai Ida setidaknya jangan kamu menambah lukanya!" jelas Om Imran yang masih kelihatan emosi.

"Sulthan nggak tahu Om, hanya nama itu yang sangat indah untuk anakku, hanya nama itu yang selalu Sulthan ingat, hanya nama itu yang membuat hati Sulthan sejuk!" kilah Sulthan.

"Kamu hanya mementingkan dirimu sendiri Than, tidak memikirkan sebab akibat ke depannya," ucap om Imran.

"Biar itu menjadi urusan Sulthan Om, jika Ida telah sembuh dari komanya, Sulthan akan menceraikan Ida, toh Ida juga tahu kalau Sulthan tidak mencintainya juga," ucapnya santai.

Sulthan pun pergi meninggalkan Om Imran yang masih emosi melihat tingkah laku Sulthan yang tidak bisa menghilangkan bayangan mantan kekasihnya itu.

Sulthan pergi ke kamarnya untuk melihat putrinya yang di jaga oleh Tante Mayang istri dari Om Hendra.

"Gimana Tante, apa putriku masih tidur?" tanya Sulthan melihat putrinya dan tersenyum di gendongan Tante Mayang.

"Iya Than, dia masih tidur setelah Tante kasih susu formula, haus banget anak ini, iya kan sayang," jawab Tante Mayang yang gemas dengan bayi Sulthan.

"Lucunya  kamu sayang, kulitmu putih, hidung mancung, bibir sudah merah, wajahmu sangat cantik seperti mamahnya."

"Sabar ya Sayang sebentar lagi Mamahmu akan bangun dari komanya, dan kamu pasti di sayang, do’ain Mamah ya supaya cepat sembuh dan bisa menyusui kamu nak," ucapnya lagi sembari mencium pipi bayi itu yang chuby dan menangis.

"Apa Tante juga menyalahkan Sulthan?"

"Menurut Sulthan?" tanya balik Tante Mayang sembari menaruh bayinya kembali di Box tempat tidur.

"Apa kamu tidak bisa melihat anakmu?"

"Dia butuh kasih sayang seorang Ibu, tidak kah kamu lihat wajahnya sangat mirip dengan ibunya?"

"Kata orang setiap bayi akan selalu berubah-rubah, mungkin nanti dia akan mirip dengan Sulthan."

"Apa yang kamu pikirkan, Than?"

"Tak adakah rasa kasih sayangmu untuk Ida, bahkan kamu sudah mempunyai anak darinya dari rahimnya, untuk apa Than, toh akhirnya kamu juga ingin menceraikannya?" tanya Tante Mayang sedih.

"Sulthan khilaf Tante, saat itu Sulthan melihat Ida seperti Fina!"

"Lantas kamu mau buang Ida begitu saja, jangan sampai kamu menyesal Than, pikirkan baik-baik, jangan salah langkah setidaknya kamu harus pikirkan masa depan anakmu, jangan sampai nanti besarnya dia tidak punya seorang Ibu, jangan kamu pisahkan dari anaknya."

"Seandainya kamu di posisinya, tempatkan sekali saja Than, apa yang kamu rasakan, apa kata hatimu yang paling dalam?" jelas Tante Mayang yang duduk di sebelah Sulthan.

"Tante pergi dulu, kalau ada apa-apa langsung kasih tahu Tante, untuk beberapa hari ini biar Tante yang mengurus Salsa, biar Umi kamu merawat Ibunya, agar cepat bangun dari komanya."

"Tante nggak tega Than, melihat bayi sekecil ini tidak bersama ibu kandungnya!" sahut Tante Mayang.

"Kalau begitu Tante pergi ya Nak, jaga juga kesehatanmu."

"Terima kasih ya Tan, sudah menjaga putri Sulthan," ucapnya tersenyum.

"Sama-sama Sayang!"

Sulthan merasa dilema dengan perkataan mereka, dia pun bingung apakah tindakannya salah, sehingga membuat Uminya bersedih dan menangis?"

Apakah  harus ganti nama anaknya, tetapi nama itu sudah menjadi identitasnya, sudah menjadi doanya?"

Aku tak mungkin mengganti nama anakku lagi sudah terlambat, maafkan Sulthan Ummi," ucapnya sembari mencium hangat pipi tembem bayinya.

"Dengar Nak, Papah tidak akan mengganti namamu, tak akan meninggalkanmu,  kamu adalah pelita Papah, cahaya yang akan menerangi pintu hati Papah, jadilah anak yang solehah seperti Ibumu yang telah melahirkanmu ke dunia ini, jadilah penyemangat hidup bagi keluargamu Sayang, my princess, muach!" ucapnya sembari mencium kembali bayi mungilnya.

Tiba-tiba Sulthan terbayang wajah Ida tersenyum manis, namun segera dia tepis.

"Ah, kenapa aku ini, mengapa aku jadi teringat Ida di rumah sakit?"

"Bukankah aku sangat membencinya?" gerutunya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status