Di waktu istirahat di saat ruangan sepi dari semua karyawan, aku yang terlambat pergi karena baru saja menghabiskan waktu di toilet malah menemukan sesuatu.Saat melewati ruangan kerjaku, aku mendapati Lili yang masih ada di sana. Gadis cantik itu tampak mondar-mandir di dekat meja kerja Kale. Sedangkan Kale sudah lebih dulu turun ke kantin karena katanya hendak membeli minuman hangat. Pria itu menolak untuk menitip karena katanya jika dia diam saja, kepalanya terasa pusing.Aku tadinya ingin langsung menyusul ke kantin saja karena rasanya tidak enak jika diam-diam mengintip. Tapi karena aku berpikir mungkin ada hal buruk yang terjadi, maka aku memilih sembunyi di balik tembok. Aku memperhatikan Lili, dari wajahnya gadis itu tampak kebingungan dan juga gelisah. Satu tangannya ada di belakang tubuh, seperti sedang menyembunyikan sesuatu.Melihat itu aku jadi semakin penasaran tapi aku juga gelisah karena jam makan siang sudah sangat mepet sedangkan perutku terasa lapar.Aku galau antar
"Pulang naik apa?" tanyaku pada Kale yang masih sibuk menyusut ingus di hidungnya.Anak itu menoleh, membuat aku meringis melihat betapa merah wajahnya terutama bagian hidungnya itu."Naik bus, Mbak," jawabnya parau.Aku mengangguk. Mengangkat sebelah tangan ku untuk melihat jam berapa sekarang. Masih jam 18.05 dan janji temu ku dengan Fattah akan terjadi di jam 19.30, jadi aku memutuskan untuk tidak pulang dulu dan langsung menuju ke restoran yang sudah diberitahukan oleh Fattah, karena Fattah yang hendak menjemput ku justru aku larang karena jarak antara kantornya dengan kantorku lumayan jauh."Mbak naik bus juga?" ternyata Kale penasaran dengan bagaimana aku akan pulang.Tapi sayangnya aku tidak akan pulang."Enggak sih, kayaknya naik taksi online deh. Soalnya aku enggak pulang tapi ada janji buat ketemu sama Mas Fattah. Mau makan malam," terang ku dengan wajah senang.Tapi tanggapan dari Kale hanya mengangguk dengan wajah lempeng yang menyebalkan. Anak itu memang tidak pernah ter
Aku masih tidak mengerti mengapa Kale mau-mau saja datang ke tempat yang jauh ini hanya karena satu pesan yang aku kirimkan. Padahal dia bisa saja mengabaikannya. Atau mungkin dia berpikir bahwa aku sedang menangis karena gagal makan malam bersama dengan Fattah sehingga dia merasa kasihan?"Itu motor punya siapa?" tanyaku.Aku lebih tertarik dengan penampakan motor itu daripada kehadiran Kale. Karena jika memang bisa mengendarai dan memiliki kendaraan, mengapa dia harus bersusah-payah menunggu bus setiap harinya?Kale menoleh ke arah motor yang dia bawa, yang dia parkiran di depan restoran."Motor saya," jawabnya.Dia mengambil duduk di sampingku dengan kaki yang berselonjor."Kalau kamu punya motor, kenapa juga kamu enggak berangkat kerja naik motor? Kenapa harus naik bus?" tanyaku penasaran.Kale sempat terdiam selama beberapa saat hingga membuatku ragu, apakah dia mendengarkan pertanyaan ku atau tidak. Pasalnya kami berada di pinggir jalan dimana banyak sekali kendaraan yang lewat
Aku tidak berbohong saat mengatakan bahwa jalan-jalan malam yang aku lakukan bersama dengan Kale benar-benar mampu membuat aku lupa. Bukan hanya lupa pada masalah ku tapi aku juga lupa pada waktu. Karena begitu aku dan Kale benar-benar pulang, waktu sudah melewati pukul sembilan malam.Dan yang membuat aku terkejut saat tiba di rumah adalah karena Fattah yang sesaat lalu membatalkan janji, sudah duduk di kursi teras seorang diri.Aku menatapnya sekilas, sebelum kemudian kembali menghadap Kale."Makasih ya karena kamu udah nganterin aku dan nemenin aku tadi," ucapku tulus.Kale yang juga menyadari keberadaan Fattah, sempat melirik ke arah teras sebelum kemudian kembali menatapku."Iya, kalau begitu saya pulang ya, Mbak?"Aku mengangguk. Merasa bersalah pada Kale yang sepertinya merasa tidak enak pada Fattah. Tapi ini bukan salahnya, Kale justru menolong aku di saat aku benar-benar merasa sesak dengan apa yang terjadi. Jadi entah itu Fattah atau siapapun, tidak ada yang berhak untuk men
Aku mengerjap, nyaris tidak percaya dengan apa yang aku lihat.Padahal sejak aku tiba tadi, Kale hanya diam saja walaupun terus menerima caci maki bahkan kerah bajunya yang terus ditarik dengan semena-mena. Namun ketika aku akhirnya ikut campur dan dengan kasar didorong oleh pria antah berantah itu, baru lah Kale mau melawan. Bahkan aku sendiri tidak percaya dengan tubuh yang tidak begitu berisi, Kale bisa mendorong pria kekar itu hingga beberapa langkah ke belakang."Berani banget lo dorong gue?"Pria itu tidak terima, langsung meringsek maju ke arah Kale namun Kale tidak gentar sedikitpun. Malahan anak itu justru melirik ke arahku."Mbak, Mbak sama yang lain masuk aja," pintanya.Aku menggeleng, karena aku juga ingin tahu masalahnya apa sejak awal."Gue cuma mau tahu, atas dasar apa cowok ini tiba-tiba aja nyerang lo? Bahkan sampai datang ke kantor orang dan berlaku seenaknya. Kayak orang enggak sekolah aja."Aku jelas tahu bahwa ucapanku membawa pria itu menjadi semakin emosi. Tap
Aku tadinya berniat untuk pulang bersama dengan Kale, rindu juga karena sudah lama tidak naik bus bersama dengannya.Tapi baru saja aku hendak menyatakan niatku itu pada Kale, sebuah pesan masuk ke dalam ponselku. Pesan dari Fattah yang mengabarkan bahwa dirinya sudah menunggu aku di depan kantor.Mirisnya, aku malah merasa sedih dengan hal itu. Padahal saat hubungan kami baik-baik saja, dia tidak memiliki waktu untuk bertemu denganku. Janji pun harus dia batalkan berulang kali karena terlalu sibuk. Tapi sekarang saat ada retak kecil di hubungan kami, dia dengan mudahnya datang di saat aku tidak mengharapkan nya."Mbak? Bengong aja! Mau pulang enggak?" Aku tersentak, menoleh pada Kale yang sudah bersiap keluar. Baru aku sadari bahwa aku menghalangi jalan keluar Kale sehingga dengan segera aku menyingkir."Pulang lah! Masa iya nginep disini," balas ku.Aku berbalik badan dan mengambil tas milikku. "Mau naik apa?"
"Loh, Kak? Tumben disini?"Aku sedikit terkejut saat mendapati Kakak perempuan ku sekaligus kakak ku satu-satunya sedang duduk santai di ruang tengah sambil memeluk satu toples keripik singkong.Padahal ini bukan malam minggu, tapi Kakakku malah sudah ada di sini."A Raffan lagi dinas ke luar kota, makanya aku enggak mau di rumah sendirian," balasnya tanpa menatap ke arah ku.Aku mengangguk. Semula aku ingin langsung masuk ke dalam kamar, mandi dan langsung berlenyeh-lenyeh di tempat tidur. Tapi karena ada kakak ku yang cantik dan baik, maka aku putuskan untuk duduk sebentar bersama dengannya.Namanya Aleya, dia adalah kakak sekaligus teman baikku. Aku memang memiliki dua sahabat semasa sekolah yang belakangan jarang bertemu karena mereka sibuk dengan keseharian masing-masing, namun walaupun aku memiliki dua sahabat baik, aku tetap lebih sering menceritakan masalah ku pada kakak ku ini."Mama Papa mana?" tanyaku. Tanganku masuk k
Ternyata benar bahwa jalan-jalan sendirian lebih enak daripada bersama dengan orang lain.Padahal tadinya aku berpikir bahwa akan sangat canggung berjalan sendirian di tengah orang-orang yang jalan bersama dengan pasangan atau keluarga mereka. Ternyata tidak seburuk itu. Hal yang penting untuk jalan-jalan adalah kita harus membawa uang banyak agar percaya diri memasuki setiap toko yang ada disini. HahaBuktinya, hanya dalam waktu setengah jam aku sudah berhasil membawa dua kantung yang berisi tas dan juga sepatu. Baju yang menjadi tujuan utama ku datang kesini belum berhasil aku dapatkan."Wah diskon!"Aku berbinar senang melihat sebuah toko yang menampilkan logo diskon. Tanpa pikir panjang aku langsung masuk dan melihat baju-baju yang ada di sana. Tentu saja toko ini ramai dikunjungi karena sedang diskon, hal itu menyebabkan aku kesulitan untuk melihat-lihat dengan leluasa. Terlebih toko ini bukan hanya menyediakan baju perempuan tapi j