Share

PINGSAN -3-

Seorang pria tampan sedang sibuk dengan pekerjaannya yang harus menandatangani dan memeriksa berbagai macam berkas kantor, hari ini ia begitu sibuk karena sekarang ia tak memiliki sekretaris lagi. Entah sudah keberapa kalinya ia memecat sekretarisnya, ia pun tak ingat.

Ia tak akan memecat sekretarisnya jika wanita-wanita cantik nan seksi itu tidak meminta hal lebih dari hubungan intim mereka, baru tiga hari Nana bekerja padanya namun wanita itu ingin ia melamarnya dengan alasan mereka sudah tidur bersama. Rasanya begitu menjijikan dan sangat memuakkan saat jalang seperti wanita itu mempermasalahkan tidur dengannya padahal tubuhnya sudah dipakai puluhan pria. Nana dan sekretaris lainnya bukan perawan saat tidur dengannya.

Ingatannya pun tertuju pada kejadian kemarin malam.

Flashback ....

Sepasang insan manusia sedang tidur di kasur dengan keadaan tubuh polos, tanpa satu pun helai pakaian, mereka berdua saling berbagi selimut putih tebal itu untuk menutupi tubuh masing-masing. Gilbert yang sudah lelah akhirnya memutuskan untuk tidur setelah percintaannya dengan sekretarisnya.

Sedangkan Nana tersenyum senang lalu memberanikan diri memeluk bosnya itu, ia pun sama lelahnya dengan pria itu karena tak perlu diragukan bagaimana hebatnya pria itu dalam bercinta.

"Aku mengantuk, jadi jangan ganggu aku. Aku mau tidur."

"Gilbert, aku mau bicara hal penting."

"Besok saja."

Sungguh, Gilbert sangat benci saat wanita ini banyak sekali bicara, apa wanita itu tak punya mata untuk melihat raut wajah lelah dirinya yang seharian bekerja? Lagi pula dalam kehidupan pribadi mereka tak ada hal penting selain sex.

Tak menyerah terus menggoda pria tampan itu, Nana mulai mengecup bibir pria itu dengan lembut membuat mata tajam itu terbuka dan menatapnya dengan tatapan dingin yang mampu menghunus relung hatinya, ia pun berusaha tetap tenang saat pria itu mendorong tubuhnya dan bangun.

"Cepat bicara!"

"Duduklah dulu dan dengarkan apa yang ingin aku ucapkan, kenapa harus buru-buru dengan cepat berpakaian?"

Gilbert tak mempedulikan saran dari wanita itu dan tetap memakai pakaian kerjanya, ia sudah muak berasa di kamar ini jika wanita itu sudah mulai menganggap hubungan mereka bisa lebih dari hubungan ranjang.

Nana pun memutuskan langsung bicara sebelum bosnya itu pergi dari kamarnya.

"Gilbert, aku ingin menikah denganmu, aku mencintaimu, lagi pula aku rasa hubungan kita sudah dalam tahap yang jauh."

"Aku yakin kau pun memiliki perasaan yang sama denganku."

"Menjijikan! Kau pikir dirimu yang sudah digilir berbagai pria bisa menjadi istriku?!"

Gilbert yang sudah terlalu muak dengan semua ini akhirnya menyadarkan wanita itu dengan kata-kata kasar yang menyakitkan, ia bahkan tak peduli saat wanita itu mulai menangis karenanya.

Ia buru-buru mengambil ponselnya dan mulai mengirim puluhan juta rupiah untuk wanita itu sebagai bayarannya selama tiga hari ini menjadi teman tidurnya.

"Kenapa kau mengatakan hal menyakitkan seperti itu padaku? Lalu apa arti hubungan kita selama ini?"

Nana sedih dan kecewa saat pria yang tak memiliki hati itu memberikan penghinaan padanya. Sedangkan Gilbert hanya memutar mata jengah saat melihat drama yang kesekian kalinya yang sudah sering ia lihat saat ia akan mengakhiri hubungan ranjang ini.

"Bayaranmu sudah aku transfer ke rekening kerjamu, hubungan kita hanya sebatas rekan kerja dan hubungan ranjang namun sekarang kita tidak memiliki hubungan apa pun, kau dipecat dari posisi sekretaris! Jangan pernah menemuiku lagi!"

Setelah mengatakan hal itu, Gilbert pun pergi dari kamar ini namun langkahnya terhenti saat mantan sekretarisnya itu memeluk kakinya dan bersujud memohon padanya.

Nana sendiri tak mau jika ia harus berakhir seperti ini, ia tak mau kehilangan mesin uangnya.

"Jangan tinggalkan aku, jangan pecat aku, aku janji tak akan membahas hal ini lagi."

"Namun sayangnya aku sudah muak dengan tingkah tidak tahu dirimu itu!"

Dengan kasar dan tanpa perasaan, Gilbert mendorong wajah wanita itu dengan kakinya hingga tubuh wanita itu terdorong ke belakang. Ia pun segera meninggalkan wanita itu yang sekarang menangis histeris.

Nana hanya bisa meratapi nasibnya dan kebodohannya yang membuatnya kehilangan semuanya, ia salah karena mengira mudah untuk menaklukan hati seorang Gilbert karena nyatanya pria itu terlalu dingin dan kejam.

Flashback off ...

"Pak Gilbert, ini saya Bu Wulan, resepsionis kantor."

"Boleh saya masuk?"

Lamunan Gilbert terhenti saat mendengar suara dari bawahannya, ia pun mengutuk sekretarisnya yang membuat pekerjaannya menjadi lebih banyak dan malah membuang waktu dengan melamun.

Saat melihat berkas-berkas yang sepertinya tak berkurang itu, ia pun hanya bisa menghela nafas lelah lalu menyetujui bawahannya untuk masuk.

"Masuk, Wulan."

Pintu itu pun terbuka dan resepsionis kantornya pun datang dengan membawa berkas yang mampu membuatnya tersenyum senang karena berkas itu akan membantunya menyelesaikan pekerjaan ini.

Resepsionis itu maju ke hadapan bosnya dan meletakkan berkas itu di atas meja lalu menjelaskan maksud kedatangan dirinya.

"Ini daftar pelamar kerja sebagai sekretaris, Pak."

"Bapak bisa memilih beberapa, kemudian kami akan menyeleksi mereka."

"Baiklah."

Gilbert pun membuka map itu dan melihat satu-persatu nama dan profil calon sekretarisnya itu, ia tersenyum senang saat melihat wajah cantik dengan pakaian kerja yang menantang, setidaknya wanita-wanita ini bisa memiliki dua peran yaitu sebagai sekretaris dan teman ranjangnya.

"Salma, Sefa, Xavina, Luina, Nadira, aku mau nama-nama itu sebagai calon sekretarisku."

"Baik, Pak."

Wulan mengangguk memgerti lalu menerima map yang diberikan oleh bksmha, setelah pamit pergi pada bosnya, ia pun keluar dari ruang bosnya. Sedangkan Gilbert sekarang bisa menghela nafas lega lalu menyandarkan punggungnya di sandaran kursi sambil membayangkan mainan barunya.

"Sepertinya aku harus melihat sendiri bagaimana cantik dan seksinya para calon sekretaris itu."

Pria tampan itu tersenyum miring sebelum akhirnya berdiri dan keluar dari ruangannya ke ruang penyeleksian calon pekerja baru. Sekalian untuk mencuci matanya dengan pemandangan indah para wanita itu.

[][][][][][][][][][][][]

Namiya yang sedang duduk di kursi tunggu dengan para pelamar kerja lainnya yang juga sedang menunggu kepastian dari pihak kantor tentang siapa yang akan lanjut ke tahap wawancara atau penyeleksian.

Jantungnya berdegup kencang karena gugup dan takut jika kali ini ia gagal, ia sudah berkorban dengan tidak mempedulikan rasa sakit yang dideranya, membayangkan jika ia gagal kali ini membuatnya ingin menangis rasanya apalagi jika ia membandingkan pakaian dan dandanan wanita lain yang jauh darinya, ia terlihat terlalu sederhana dengan riasan natural namun mereka semua terlihat begitu glamour dengan riasan menor dan gaun ketat setengah paha.

Semua orang langsung berdiri saat wanita yang menjabat sebagai resepsionis itu datang. Nami memasang telinganya baik-baik saat pengumuman nama yang diterima mulai diucapkan.

"Salma, Sefa, Xavina, Luina, dan Nadira adalah yang terpilih untuk seleksi selanjutnya, yang lain bisa pulang karena kalian tidak lolos. Yang lolos silahkan masuk ke ruangan."

Sebagian besar menghela nafas kecewa begitu pun dengan Nami, bahkan wanita itu kini meneteskan air mata saat lagi dan lagi gagal, rasanya ia sudah lelah terus berusaha untuk mencapai pekerjaan.

Sebelum berbalik badan, ia melihat para wanita yang lolos seleksi begitu cantik dan seksi. Matanya pun semakin memanas dan berkaca-kaca saat menyadari hal itu, ia mengalihkan pandangannya untuk menatap gedung mewah ini namun tatapannya tanpa sengaja tertuju pada pria tampan, gagah, dan memiliki tubuh kekar dalam balutan jas mewah itu

Nami tak tertarik untuk terus memandangi wajah tampan itu, bukan ia mengatakan pria itu jelek, ia akui pria itu tampan namun saat ini bukan waktunya memuja ketampanan pria itu. Ia harus cari kerja, ia pun segera mengalihkan pandangannya dan hendak pergi dari sini dari pada menjadi seperti para wanita lain yang masih diam mematung karena mengagumi ciptaan Tuhan yang sempurna itu.

Gilbert sendiri terasa tertarik pada wanita dengan kemeja putih dan celana bahan panjang berwarna hitam, yang begitu sederhana dan tak menarik namun yang membuat ia tertarik adalah saat wanita itu tak berpikir dua kali untuk mengalihkan pandangannya dari dirinya, tak seperti yang lain masih menatap dirinya.

"Pak Gilbert, ada keperluan apa ke sini?"

"Siapa wanita itu, Wulan?"

Resepsionis itu mengikuti arah pandangan atasannya, ia melihat salah satu pelamar kerja yang hendak pulang, ia pun mencocokkannya dengan foto profil yang ada di berkas.

"Namanya Namiya, Pak. Salah satu pelamar kerja. Apa Bapak mau saya memanggilnya?"

Gilbert menggelengkan kepalanya, lalu berjalan ke arah wanita itu, hal itu membuat yang lain menatap terkejut dan tak percaya saat pria setampan dan segagah itu bisa menghampiri dan tertarik pada gadis sederhana.

"Namiya."

Wanita yang merasa namanya dipanggil itu berbalik badan dan kini menatapnya dengan tatapan berkaca-kaca yang entah kenapa menganggu hatinya padahal wanita ini adalah orang asing. Nami sendiri segera mengusap matanya untuk menghilangkan tatapan berkaca-kaca di matanya saat tahu pemilik perusahaan sekaligus CEO perusahaan ini yang memanggilnya.

"Ada apa, Pak?"

"Kamu kenapa menangis?"

Gilbert tahu itu pertanyaan yang konyol apalagi mereka baru bertemu namun sekarang logikanya kalah dengan keinginan hatinya. Nami sendiri terkejut dan yang lain pun jauh lebih terkejut dan merasa percuma berdandan dan memakai baju mahal jika wanita seperti Namiya saja bisa mendapat perhatian dari pemilik perusahaan ini.

"Saya engga menangis, Pak. Cuma kelilipan debu saja. Jika tidak ada yang perlu diucapkan lagi, saya permisi Pak."

Gilbert tahu wanita itu berbohong padanya dan ia tak suka mendengar hal itu, ia menatap tajam wanita itu dan Nami sendiri semakin bingung ketika melihat tatapan setajam elang itu yang seakan marah padanya, perasaannya ia tak mengatakan hal yang salah atau berbuat salah.

"Saya mau kamu jadi sekretaris saya."

Gilbert segera menahan tangan wanita itu ingin pergi darinya, ucapan yang kelaur dari bibirnya membuat wanita itu menoleh lagi dan kini dengan mata berbinar-binar karena senang, hal itu membuatnya tanpa sadar ikut tersenyum padahal ia adalah tipe pria berwajah datar dan jarang tersenyum namun cukup melihat senyum manis wanita itu, sudah membuatnya ikut tersenyum.

"Beneran, Pak?"

Namiya kembali bertanya untuk memastikan pendengarannya dan melihat anggukan kepala dari pria itu membuatnya bertambah senang. Namun rasa pusing itu kembali menyerang, kini ia tak mampu lagi bertahan, rasanya tubuhnya begitu lemah.

"Kamu kenapa?"

Gilbert bertanya dengan nada khawatir saat melihat wanita itu seperti hendak terjatuh, ia tak tahu kenapa dirinya begitu peduli pada wanita asing ini.

"Makasih, Pak."

Setelah mengucapkan hal itu dengan nada pelan dan lemah, tubuh Nami pun seketika terjatuh dan Gilbert dengan sigap menangkap dan memeluk tubuhnya. Tanpa berpikir panjang dan tak mempedulikan tatapan para karyawan wanitnya yang menatap iri pada mereka, Gilbert pun segera menggendong tubuh wanita itu ke ruangannya lalu berteriak pada resepsionisnya.

"Wulan, cepat panggilkan Dokter!"

"Baik, Pak."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status