Perempuan itu membuka cadarnya dan terlihatlah wajah yang setengahnya rusak yang tidak diketahui apa sebabnya. Entah karena kecelakaan, atau memang berasal dari kalbu.“Aku Nadia,” katanya dengan lirih dan bersamaan dengan air mata yang mencuat keluar tanpa bisa dikendalikan, “seharusnya kau mengenaliku.”Ivan tertegun. Matanya menyorot dalam perempuan yang sedang menggarap dia mengenalinya. Bibirnya kelu untuk berucap. Tubuhnya memaku karena keterkejutannya.Kini pikirannya membayang kenangan beberapa tahun silam. Tepatnya di sebuah hotel dalam keadaan sangat tersiksa karena jebakan obat perangsang uang ditaruh ke dalam minumannya.Di sanalah ia menyeret seorang wanita tak bersalah untuk menjadi sasarannya dan menyebabkan Kenzo terlahir di dunia. Namun ia tak menyangka, seperti inilah bentuk wanita yang telah ia lukai.“Kamu ....” Ivan berdecak dan menggeleng, “kenapa kamu harus bersembunyi? Aku mencarimu selama ini.”“Karena sebab inilah aku selalu bersembunyi dari kalian,” jawab Na
Taksi baru saja melesat setelah menurunkan seorang gadis elite. Roda koper mewah yang biasanya berputar di lantai licin itu kini harus diseret di atas aspal kering mengikuti ke mana pun pemiliknya pergi.Aspal jalan menghitam pekat. Basah menimbulkan becek dan genangan air sana sini. Langit masih kelabu, dan dari bayang suram awan tersebut masih menebarkan percikan air menimpa wajah cantiknya.“Sial banget sih, hidup gue. Tenyom tenyom tenyom!” ujarnya terus mengumpat. Tenyom adalah kata monyet yang dibalik.Gadis muda itu bernama Laura Stepin, masih sangat muda berusia dua puluh dua tahun. Dia sedang menjalani masa-masa sulit. Akibat kecurangan rekan kerja Ayahnya, perusahaan Adinata Grup mengalami kerugian yang sangat besar hingga nyaris gulung tikar.Sebenarnya—ada dua orang rekannya yang lain menawarkan bantuan, namun karena jumlahnya terlalu besar, Adinata, Ayah dari Laura menolaknya dengan berbagai alasan. Entah apa penyebab yang lain, Laura tidak tahu dan enggan mengetahuinya.
07:00“Sampai. Ini rumahnya,” kata Fero saat mobil baru saja berhenti.Mobil ini berhenti tepat di depan rumah yang cukup besar, berlantai dua dan di dominasi cat tembok warna putih. Halamannya cukup luas yang permukaan tanahnya ditutup paving block.Sedang ditengah-tengahnya berdiri air mancur setinggi kepala orang dewasa. Beberapa tanaman cantik berjejer tak beraturan di sekitar rumah itu. Dari keseluruhan rumah ini—bisa Laura katakan mewah. Ya, meskipun masih lebih mewah dari rumahnya sendiri.“Aku harap kali ini abangku cocok denganmu.”Ucapan Fero barusan membuatnya bertanya-tanya. Segalak apa Abangnya sehingga orang itu terdengar pemilih?“Apa anaknya bandel?” Laura memberanikan diri untuk bertanya. “Atau Ayahnya yang galak?”“Bukan begitu maksudku, tapi Abangku orang yang cukup pemilih untuk mengasuh anaknya. Dia kurang percaya sama Agency atau Yayasan. Dia ingin mendapatkan Nanny yang kira-kira orang terdekatnya itu mengenalnya dengan baik,” jelas Fero menatap ke samping, “sep
Laura menggantikan aktivitas Si Mbak senior yang sedang menyuapi Kenzo lantaran wanita paruh baya itu sedang menuju ke kamar kecil. Namun aktivitasnya kini terhenti pada saat Fero memanggilnya."Laura,” ucapnya seraya berjalan mendekat.Laura menoleh, “Ya, kenapa, Kak?”“Kamu dipanggil sama Abang di ruangannya.”Laura terdiam beberapa saat sebelum akhirnya gadis itu menjawab dengan suara pelan, “Aku takut,” katanya Laura tanpa bisa menyembunyikan raut wajahnya yang demikian.“Dia emang punya wajah yang lebih seram daripada aku, tapi aslinya baik.”Laura menyerahkan piring makan Kenzo kemudian menatap Fero. “Aku akan menemuinya,” ujar Laura kemudian setelah membulatkan tekad. 'Hanya begitu saja kamu takut, jangan cengeng! Kamu pemberani!'“Ya, itu ruangannya.” Fero menunjuk ke arah samping kolam renang, tepat di bagian paling ujung. “Kamu ketuk saja pintunya.”Laura beranjak berdiri, lantas mendekati pintu tersebut. Dalam hatinya meneriaki nasibnya yang begitu buruk. Kenapa ia bisa sa
Ivan yang telah berpakaian rapi itu kini mendekati putranya yang sedang sarapan bersama adiknya. “Papa mau berangkat dulu, Ken,” pamit Ivansembari mencium salah satu pipi Kenzo yang tumpah-tumpah.Ya, dia memang bocah yang berat badannya lumayan berat. Matanya sipit, rambut kepalanya lebat serta mempunyai gigi yang ompong di bagian tengahnya karena terlalu banyak makan coklat dan candy.“Dadah, Papa,” balas Kenzo dengan suara yang kurang jelas lantaran mulutnya penuh dengan kunyahan makanan.“Apa kamu tidak bisa menyuapi anak-anak, Fer? Mulut Kenzo sampai penuh seperti ini?” Ivan keheranan melihat bagaimana Fero menyuapi anaknya yang terlihat asal-asalan. “Bisakah kau menyuapkannya sedikit demi sedikit?”“Ah, buktinya dia diam saja, tidak protes. Hanya kau saja yang terlalu banyak aturan,” balas Fero tak mau mengalah.“Dia diam karena dia tidak mengerti,” kata Ivan kemudian.Fero hanya mengangkat bahunya. “I dont care,” ucapnya sambil meletakkan piring makanan ke meja."Sudahlah, aku
“Ini kamarmu, Laura,” kata Mira menunjukkan kamar untuk teman barunya.Sebuah kamar petak berukuran tiga kali dua meter. Tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit. Di sana terletak kasur singgle bed, pas untuk ditempati sendiri.Lumayan bersih dan nyaman meskipun tidak menggunakan AC. Namun, apakah Laura bisa tahan tidur di tempat seperti ini? Tetapi ia juga tidak mungkin melayangkan protes, sebab memang tidak sepatutnya dia mengatakan hal itu mengingat siapa dirinya sekarang yang juga sama dengan posisi Mira.“Kenapa? Jelek ya, kamarnya,” ujar Mira lagi lantaran sekian lama gadis itu berdiri terdiam tanpa melihat ke dalam tanpa menyahuti perkataannya.“Tidak, Mbak Mira. Ini cukup untukku,” kata Laura kemudian. Memasuki kamarnya dan meletakkan kopernya di sana.“Ya sudah, kau bereskanlah dulu pakaianmu. Ganti pakaianmu dengan pakaian yang lebih mudah digunakan untuk bekerja. Agar langkahmu tidak kesusahan.”Mira melihat keseluruhan pakaian yang Laura kenakan. Dress merah dengan poto
Takut? Tentu saja. Bahkan bukan hanya itu yang Laura rasakan. Tetapi juga sangat malu karena kedapatan masuk ke kamar orang tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada sang pemilik.‘Kenzo ... kamu kecil-kecil udah pinter ngerjain orang!’ Laura bersungut-sungut dalam hati. Dan apabila dilihat menggunakan mata batin, mungkin telinganya juga berasap.Laura masih menutup matanya rapat-rapat. Sebab dia mendapati lelaki itu tadi tengah bertelanjang dada. Astaga, ternoda sudah matanya yang bersih suci, dan murni itu.Bingung dengan apa yang harus ia lakukan. Perlahan, ia membuka matanya. Namun ternyata sudah tidak ada lagi orang di depannya. Ivan telah pergi.Laura menggigit bibirnya, pikirannya kalut dan bercabang tak karu-karuan. Hari pertama kerja sudah ketiban banyak sekali kesialan-kesialan.Ia hanya terus berdoa mudah-mudahan lelaki itu tak marah atau menuduhnya dengan prasangka yang tidak-tidak. Hanya berniat mengambil tisu basah saja jadi panjang begini ceritanya.Gadis itu mulai kelu
Menuju ke belakang, Laura kembali melihat sosok Ivan lagi yang sedang berada di meja makan menikmati makan siangnya. Namun berbeda dengan tadi karena dia sudah mengenakan bajunya secara lengkap.Rupanya, lelaki itu pulang pada saat dia tengah tertidur pulas di atas. Kemudian mandi pada saat Laura turun dan tanpa sengaja terpergok olehnya.Kerja apa dia jam segini pulang tapi banyak duit?Jangan-jangan dia punya pesugihan babi ngepet.Astaga! Laura langsung menggeleng menghilangkan pikiran buruknya yang sedang semena-mena menuduh orang lain. Mana mungkin Om tua itu ngepet? Masa ganteng-ganteng jadi ....Laura melintas menuju ke belakang dan menarik kursi di sana, serta merta mengisi perutnya dengan makan siang yang sebelumnya sudah Mira masakkan. Tidak terbayang sebelum ia datang, bagaimana repotnya wanita itu sendirian mengurus rumah sebesar ini sambil menjaga Kenzo. Kasihan sekali.***Selesai sudah pekerjaannya hari ini. Tepat pukul jam sembilan malam, Laura naik ke kamarnya dan men