Share

Bab 5: Tubrukan Sama Si Dia

“Ini kamarmu, Laura,” kata Mira menunjukkan kamar untuk teman barunya.

Sebuah kamar petak berukuran tiga kali dua meter. Tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit. Di sana terletak kasur singgle bed, pas untuk ditempati sendiri.

Lumayan bersih dan nyaman meskipun tidak menggunakan AC. Namun, apakah Laura bisa tahan tidur di tempat seperti ini? Tetapi ia juga tidak mungkin melayangkan protes, sebab memang tidak sepatutnya dia mengatakan hal itu mengingat siapa dirinya sekarang yang juga sama dengan posisi Mira.

“Kenapa? Jelek ya, kamarnya,” ujar Mira lagi lantaran sekian lama gadis itu berdiri terdiam tanpa melihat ke dalam tanpa menyahuti perkataannya.

“Tidak, Mbak Mira. Ini cukup untukku,” kata Laura kemudian. Memasuki kamarnya dan meletakkan kopernya di sana.

“Ya sudah, kau bereskanlah dulu pakaianmu. Ganti pakaianmu dengan pakaian yang lebih mudah digunakan untuk bekerja. Agar langkahmu tidak kesusahan.”

Mira melihat keseluruhan pakaian yang Laura kenakan. Dress merah dengan potongan di atas lutut. Memang agak longgar di bagian bawahnya, namun cukup membuat pahanya terekspos sehingga harus berhati-hati jika ia berjongkok.

“Baiklah, oke.” Laura mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Apa Laura juga sudah makan?” Mira bertanya lagi, “kalau belum, nanti ambil sendiri, ya, di belakang. Kalau begitu, saya tinggal dulu.”

“Iya, Mbak.”

Selepas Mira pergi, Laura langsung menghempaskan tubuhnya ke kasur yang berukuran mini tersebut. Dengan tanpa sadar, matanya justru terpejam, lalu tidur sampai beberapa jam kemudian. Membiarkan Mira kerepotan sendiri.

Laura baru bangun ketika waktu adzan dzuhur menjelang. Dengan cepat kilat gadis itu mandi sebelum akhirnya turun ke bawah menampakkan diri.

“Laura, apa kamu sakit? Kamu kan hari ini sudah harus mulai bekerja, kenapa kamu malah tidur, saya kerepotan sendirian,” gerutu Mbak Mira pada saat gadis itu mendekat.

Wanita dewasa yang diperkirakan berusia pertengahan baya tersebut sedang kepayahan sendiri mengurus Kenzo.

Sementara lantainya berantakan. Belum sempat dibereskan dari tadi pagi seperti yang terakhir kali Laura lihat.

“Aku ketiduran, Mbak. Maaf, ya. Habis aku capek banget,” jawab Laura merasa tidak enak.

Mira tampak kesal dan berkata dengan agak ketus, “Bantu aku jaga Kenzo, aku mau membereskan rumah. Jangan meleng dia lumayan aktif, kasih dia makan, kasih dia susu sebagaimana tugasmu menjadi seorang Nanny. Kamu mengerti kan?”

“Baik, Mbak. Maaf, ya,” kata Laura lagi semakin merasa tidak enak.

“Ya, kali ini aku maafkan. Tapi lain kali jangan kamu ulangi lagi Laura.” Mira langsung pergi ke belakang selepas dia berbicara seperti itu.

Tinggallah Laura dengan anak asuhnya. Dia kebingungan. Apa yang pertama kali harus ia lakukan mendapati anak sekecil ini? Kapan jam dia tidur? Kapan dia harus menyuapinya makan atau minum susu? Kapan dia harus mandi?

Ah, ini memusingkan sekali. Ia benar-benar tidak berpengalaman tentang ini selain shoping di Mall, makan-makan enak dan liburan menghabiskan uang Papanya.

Astaga! Kenapa dia harus menjadi wanita yang sedemikian menyedihkan?

Tidak pernah dalam benaknya berpikir jika suatu saat nanti akan menjadi seorang pengasuh.

Ternyata mudah sekali Tuhan mengambil segala yang dia punya. Bahkanhanya dalam sekejap saja.

Laura mendekat, berjongkok melihat anak asuhnya yang sedang fokus bermain dengan mulutnya yang cerumut karena makanan yang dia makan belepotan sampai ke pipi-pipinya.

Gadis itu melihat ke sekeliling mencari-cari tisu basah. Tetapi tampaknya hanya ada tisu kering. Lantaran tak ingin terlalu banyak bertanya, Laura mengedar ke seluruh ruangan, mencari-cari kamar Kenzo. Sayangnya, ia tetap tidak tahu di mana benda itu berada.

“Ken ...,” Laura menyerah dan akhirnya memutuskan untuk bertanya.

Bocah itu menoleh sekilas.

“Kamar Kenzo ada di mana?”

“Kamarnya Kenjo ada di sana!” jawabnya sambil tangannya mengacung ke kamar yang tadi pagi terlihat ada Ivan keluar dari sana.

“Oh, iya, pinter sekali ini, anak gemoy ....” Laura mencubit pipinya dengan sangat gemas. Kemudian berdiri untuk memasuki kamar itu.

Awalnya, dia kurang yakin dengan kamar ini. Apa iya mereka tidur di dalam kamar yang sama? Batinnya bertanya-tanya.

Namun ia tetap memasuki kamar tersebut dengan mudah karena tidak dikunci.

Sesampainya di dalam, Laura menatap ke sekeliling. Mencari-cari di mana letak tisu basah tersebut.

Tetapi sebelum menemukannya, dia malah tertegun dengan kamar ini.

Kalau ini adalah kamar Kenzo, kenapa tidak ada ciri khas kamar anak kecil di dalamnya? Sebab yang ada hanya tatanan ruangan yang simpel dengan harum khas laki-laki, serta merta terpajang beberapa lukisan abstrak dan warna cat dinding yang cenderung gelap.

Apa Kenzo sedang mengerjainya?

Tetapi hanya sekilas Laura memikirkan hal demikian. Karena selanjutnya, ia telah menemukan apa yang dicari di kamar ini.

“Nah, itu dia tisunya,” ujarnya seraya meraih tisu basah bergambar baby itu di atas nakas. Namun pada saat ia berbalik arah, Laura berteriak keras dan sontak menjatuhkan tisu basahnya ke lantai.

Lantaran tiba-tiba, Laura hampir bertubrukan dengan seorang laki-laki.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status