Share

Penolakan Warga

Author: Alin Fiazna
last update Last Updated: 2023-02-19 23:00:30

Paginya kampung Cibodas geger, berita pembakaran Rusmin menyebar begitu cepat, bagai kapas yang berhamburan, diterbangkan angin ke seluruh penjuru kampung.

Kasak-kusuk diantara warga terjadi di setiap tempat, di warung kopi, pangkalan ojek, tukang sayur, dimana-mana membicarakan Rusmin.

"Gak nyangka, orang yang kukira paling baik di kampung ini, ternyata seorang maling." Bi Warsih yang sedang memilah-milah sayuran mengawali gosip pagi ini.

"Gak heran, Bi, orang yang rajin shalat, rajin ibadah ke masjid, bisa saja berbuat nekad, kalau sudah terpepet ekonomi, malaikat pun bisa berubah menjadi setan," timpal Astri.

"Gak usah ngadi-ngadi lah, kalian ini gak tahu pasti kebenarannya, bisa saja itu fitnah." Mak Yati, yang terkanal galak di kampung Cibodas berusaha membungkam biang gosip itu.

"Faktanya gitu ko, Mak! pokoknya ya, aku gak sudi, mayat maling itu di makamkan di kampung ini, mencemari saja. Malu tahu, nama kampung kita jadi jelek!" Bi Warsih emosi melempar seikat kangkung ke atas gerobak.

"Terserah kamulah, War, ingat! Apa kamu gak kasihan sama keluarganya, bayangkan jika itu terjadi pada keluarga kamu." Mak Yati malas berdebat, ia segera menyudahi belanjanya.

"Gak akan, keluargaku, keluarga baik-baik woi!" timpalnya berang.

"Sudah ... sudah ibu-ibu. Bubar!" teriak mamang sayur geram, karena sayurannya dibanting-banting. Daun kangkungnya sampai patah-patah, untuk bukan telur yang mereka lempar, bisa tekor dagangannya.

Gaung suara penolakan kian menggema, warga disana menolak jenazah Rusmin dimakamkan di kampung Cibodas.

Pak RT dan Laila belum bisa mengambil jenazah ke rumah sakit, sebab liang lahat untuk menguburkan jenazah Rusmin belum tersedia.

Di rumah, Laila dan Narti serta kedua adiknya tak bisa berbuat apa-apa. Mereka bingung harus kemana melangkah, sedangkan untuk keluar rumah saja mereka tak memiliki keberanian.

Rasa takut dan bingung merasuki hati mereka, berharap semua hanya mimpi buruk, dan mereka sedang tertidur yang sebentar lagi akan segera terbangun.

Si bungsu Nisa masih terus menangis. Ia mempertanyakan kekejaman terhadap bapaknya.

Rosma bertanya pada Laila. "Kak, mengapa ada manusia yang begitu kejam di dunia ini? atas dasar apa, mereka membunuh bapak? jika bapak bersalah dan seperti apa yang mereka tuduhkan, apakah tak ada hukum untuk menghukum seorang pencuri, sehingga harus dihakimi massa?" Rosma terisak dengan bulir bening yang terus berjatuhan dari kelopak matanya yang sudah bengkak.

Laila terdiam, ia tak dapat menjawab pertanyaan Rosma.

"Kata ustadz Amir, jika membunuh seorang manusia dengan zalim, sama dengan membunuh seluruh manusia di dunia ini, itu ada dalam Al Qur'an, iya kan, Kak?" tanyanya lagi.

Laila mengangguk, iya tahu yang dimaksud Rosma itu surat Al-Ma'idah ayat 32. "Kita yakin saja, Allah itu Maha Adil, pasti orang-orang yang sudah membuat bapak meninggal akan mendapat balasannya, sekalipun tidak di dunia ini, mereka tak kan bisa menghindar dari pengadilan Allah kelak di akhirat," jawab Laila.

Laila sadar, jika para pelaku belum tentu bisa diadili, Laila menyerahkan semuanya pada yang berwenang, ia sadar jika tak dapat membeli sebuah keadilan, ia tak punya uang, jangankan untuk menuntut di pengadilan nanti, untuk makan saja mereka kebingungan.

Mereka kembali menangis, mengalirkan kekuatan pada hati mereka, dengan saling berpelukan. Menangis bukan kelemahan, tapi menyusun kekuatan baru, agar dapat tegak menghadapi badai.

Setelah puas menangis, mereka sibuk dengan pikiran masing-masing, lama keheningan tercipta.

"Laila apa sebaiknya, kita menghadap ustadz Amir, biar beliau bicara pada warga, Ibu gak sanggup kalau harus mengirim jenazah bapak ke Garut, darimana biayanya?" Narti membuka suara, tubuh yang hanya tulang berbalut kulit itu bersandar pada lemari reot milik anak-anaknya.

Ternyata masih ada rasa sakit yang lebih parah daripada penyakit di rahimnya, yaitu rasa sakit, karena kehilangan belahan jiwa, lukanya menganga lebar berlumur darah. Terlebih kepergiannya teramat tragis.

Laila mengangguk setuju, ustadz Amir harapan satu-satunya, orang yang dapat menolong keluarganya, beliau sangat berjasa dalam kehidupan Laila.

Dari beliau Laila menimba ilmu, dari mulai menghafal Al-Qur'an sampai belajar bela diri.

Ia yakin kalau ustadz Amir bisa membantunya, beliau orang yang paling dermawan dan paling disegani di sini.

"La, kita makan dulu, tadi ada mie instan dan telur yang dikirim ustadz Amir untuk kita," kata Narti. Mereka hampir lupa jika perut mereka belum terisi makanan. Terakhir, perut mereka hanya diisi ubi rebus kemarin sore.

"Baik, Bu. Rosma, tolong bantu kakak, ya," pinta Laila pada Rosma. Mereka berdua segera menuju dapur untuk menyalakan tungku.

Nisa akhirnya tertidur setelah kelelahan menangis, dahinya terasa hangat. Mungkin akibat kelelahan dan kesedihan yang teramat mendalam. Nisa begitu dekat dengan Rusmin. Ia teramat manja pada bapaknya itu.

Setelah selesai makan dan membereskan rumah gubuknya yang berantakan, memunguti ember dan kaleng yang digunakan semalam menadahi air hujan dari atap yang bocor, Laila bergegas keluar rumah, menuju rumah pak RT dan ustadz Amir yang kebetulan rumahnya bersebelahan.

Tapi ia terkejut, ketika di luar, melihat kerumunan orang di depan rumah Dirman, kakak kandung Narti.

Rupanya para wartawan dari stasiun TV, terus berdatangan. Laila sengaja tak membuka pintu rumahnya karena masih shock, tak kehilangan akal para wartawan itu mencari informasi dari warga sekitar,  akhirnya mereka menemui Dirman, sebagai keluarga terdekat Rusmin.

Dirman, kakak Narti memposisikan dirinya sebagai juru bicara keluarga, terlihat sibuk menjawab pertanyaan wartawan yang akan mengangkat kejadian tragis itu ke layar kaca dan media cetak.

Laila tak peduli, ia tahu Dirman hanya sedang memanfa'atkan momen kematian bapaknya untuk kepentingan sendiri. Mungkin ia ingin masuk TV dan menjadi terkenal.

Semalam Laila memohon pada Dirman agar membantunya menyelesaikan urusan administrasi rumah sakit dan mengurusi jenazah Rusmin, tapi sedikit pun tak dihiraukan, Laila malah diusir dan diperlakukan buruk oleh keluarga yang merasa dirinya kaya itu.

Laila jujur mengakui pada Pak RT jika keluarganya tak memiliki uang untuk mengurus jenazah Rusmin, Pak RT janji akan membantunya.

Akhirnya setelah proses mediasi dan perdebatan alot, warga kampung Cibodas mau dengan legowo menerima jenazah Rusmin, dengan di pimpin pak RT dan ustadz Amir, jenazah Rusmin bisa dimakamkan dengan layak, pemerintah setempat memberi santunan untuk keluarga Laila yang kurang mampu, sebagian digunakan untuk mengurus administrasi dan lainnya, walau tak banyak, tapi banyak membantu.

Beberapa warga yang baik ada juga yang memberikan bantuan berupa uang dan beras. Meringankan beban Narti dan anak-anaknya untuk beberapa hari ke depan.

Bu RT membantu memberikan makanan bagi warga yang menguburkan dan mengurus jenazah Rusmin. Narti sampai berpuluh kali mengucapkan terima kasih. Jasa-jasa mereka tak akan terlupakan.

Setelah kepergian Rusmin, Laila sadar hidupnya yang sulit akan semakin sulit. Dia bertekad akan berjuang untuk menggantikan posisi bapaknya sebagai anak tertua, ia sudah memulai mempersiapkan hati dari sekarang. Menyiapkan mental agar kuat dan tak mudah goyah.

'Wahai diriku, bertahanlah! Wahai hatiku, tangguhlah! Kita hadapi dunia yang kejam ini dengan kekuatan sabar. Ya Allah, bantu aku, tolong aku, kokohkan kakiku agar bisa berjalan mencari nafkah untuk keluargaku, kuatkan genggaman tanganku agar bisa memikul tanggung jawab ini!' batinnya terus berkecamuk, terus berdo'a memohon diberi kemudahan.

*****

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Nasi Bungkus untuk Laila   Impian yang Menjadi Kenyataan

    BAB 67"Mas, kenapa harus ada resepsi lagi, sih?" tanya Laila, karena malam nanti akan ada acara resepsi pernikahan mereka."Ini acara khusus untuk rekan bisnis kita sayang ... karyawan juga, kan harus tahu kalau aku udah nikah, udah punya istri, ntar kalau pada ngira aku masih singel gimana?” goda Arsen."Ih ... Mas, jangan buat aku takut napa?""Takut ya, kalau suamimu yang ganteng ini di godain cewek-cewek yang ...""Maaaass ..." Laila mengejar Arsen dan mencubit pinggangnya.Arsen manarik tubuh Laila ke dalam pelukannya."Hidup yang akan kita hadapi nanti tak akan mudah, sayang ... kamu harus kuat dan tangguh. Aku hanya minta satu hal sama kamu, apapun yang terjadi kamu harus percaya sama aku, tetaplah di sisiku, jangan hiraukan apa kata orang ..." ucap Arsen, ia memeluk Laila begitu erat, seperti tak ingin melepasnya.&n

  • Nasi Bungkus untuk Laila   Pulang

    Kaki milik gadis cantik itu melangkah menapaki setapak demi setapak lantai bandara internasional Soekarno Hatta, setahun yang lalu dirinya berada di sini. Kini ia kembali lagi, dengan membawa seseorang yang istimewa yang kelak akan menghiasi hari-hari indahnya.Udara pengap Jakarta kembali menguar menusuk penciuman, mengucurkan keringat yang membuat tubuhnya tak nyaman. Jakarta penuh sesak dengan para urban, mereka berbondong-bondong mencoba mancari peruntungan di kota Metropolitan ini, mulai dari penjual jalanan hingga buruh, musisi jalanan atau pengamen, tak sedikit yang menjadi pengemis. Beruntung bagi yang memiliki keahlian, ada yang menjadi montir, pekerja kantoran bahkan tak sedikit yang menjadi pesohor.Jalanan Jakarta seperti biasa, sangat macet. Apalagi di jam-jam pulang kantor seperti sore ini, klakson dari kendaraan angkot memekakkan telinga, kesabaran para pengendara dan pengemudi sangat diuji dalam situasi seperti ini.&n

  • Nasi Bungkus untuk Laila   Pernikahan Agung

    Jum'at adalah 'Sayyidul Ayyam' atau penghulunya hari-hari, pada hari ini banyak terjadi peristiwa besar, diantaranya seperti yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Jum'at adalah sebaik-baik hari kala mentari terbit. Nabi Adam diciptakan pada hari Jum'at. Demikian pula ketika dimasukkan dan dikeluarkan dari surga. Dan tidak akan terjadi hari kiamat, kecuali pada hari Jum'at.Waktu mustajab dikabulkannya do'a, apabila seorang muslim berdo'a pada hari Jum'at, maka atas kehendak Allah, akan dikabulkan.Amal ibadah akan dilipatgandakan pahalanya pada hari Jum'at. Betapa istimewanya hari ini, hingga Arsen dan Laila sepakat menikah pada hari Jum'at.Masjid Al-Hidayah, masjid yang menjadi saksi menyatunya dua hati dalam ikatan yang agung. Sebuah ikatan yang di sebut 'Mistaqon Ghalidza' perjanjian agung.Mengapa Allah menamakan pernikahan dengan sebutan perjanjian agung? Karena mengandung konsekuensi yang

  • Nasi Bungkus untuk Laila   Bertemu Abizar

    Oktober. Balai pertemuan milik provinsi Jawa Barat di kawasan Distrik sepuluh, Laila masih ingat, pertama kalinya ia bertemu dengan Abizar, bahkan dirinya belum genap satu bulan, berada di Cairo.Kala itu ... Laila berkenalan dengan Zahra, seorang ibu beranak satu yang melanjutkan kuliah magister-nya di Cairo university. Sedangkan dirinya di Al-Azhar university. Mereka bertemu dalam forum kajian ilmiah yang pembicaranya membuat Laila terkejut setengah mati, rasanya seperti terkena ratusan sengatan lebah yang menyakitkan hatinya. Dia Abizar Al-Ghifari.Satu lagi kejutan, yang sukses membuatnya mematung kaku, ternyata Zahra adalah istrinya.Bukan. bukan karena ... ia masih menyimpan cinta di hatinya, ia lebih tak menyangka saja, takdir mempertemukan mereka berada di negeri yang sama. Laila pikir Abizar sudah kembali ke Indonesia, karena gelar dokter sudah disandangnya, tapi ternyata ... ia memilih lebih lama lagi tinggal d

  • Nasi Bungkus untuk Laila   Cinta Berlabuh di Musim Dingin

    Januari, bulan bersejarah bagi kedua insan yang bersabar, menahan cinta dalam diam, melangitkan do'a dalam munajat panjang di sepertiga malam, menggantungkan asa dan harap di langit penantian.Cinta itu berlabuh dalam muara penantian yang panjang, membawa kehangatan di musim dingin yang suhunya mencapai sepuluh derajat celsius.Angin laut Mediterania berhembus, meniup syal rajut yang melilit leher berlapis kerudung biru milik Alfu Laila Walaila, ia berjalan sepanjang corniche lalu berhenti di depan benteng Qaitbay. Seperti ada suara yang menariknya untuk melihat para pemancing di sepanjang benteng.Ia berjalan dengan Kamila, sahabatnya yang berasal dari negeri gajah, Pattani, Thailand. Kamila tinggal di Alexandria dan kuliah di kampus putri Al-Azhar cabang Alexandria.Perkenalan mereka berawal saat Kamila berkunjung ke Cairo, Kamila bersama temannya mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari penduduk

  • Nasi Bungkus untuk Laila   Alexandria

    Alexandria, tempat dimana Arsen menetap. Ia menyewa sebuah apartemen yang cukup sederhana bagi orang kaya raya sepertinya. Ia tak sendirian, ada dua orang mahasiswa Al-Azhar yang sedang liburan musim panas bersamanya.Di sana, Arsen belajar di sebuah markaz littahfidz Al-Qur'an wa Al-qira’at, atau lembaga yang khusus mengajarkan Al-Qur'an dan ilmu qira’at, pemiliknya adalah seorang Syeikh Al Azhar yang pakar dalam bidang Al-Qur'an."Mas Tara, jadi ke Cairo, gak?" tanya Miftah, seorang mahasiswa tingkat tiga fakultas Ushuluddin di Al-Azhar cabang Zagazig. Sebuah provinsi di Mesir.Arsen Guntara, ia tak ingin ada orang yang mengenalinya, bahkan ia berdo'a agar selama di Mesir tidak dipertemukan dengan Abizar dan istrinya. Dirinya mengenalkan namanya pada orang lain dengan nama Tara, nama kecilnya. Penampilannya ia rubah seratus delapan puluh derajat, celana water flood di atas mata kaki, baju koko atau kemeja d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status