Share

Bab I : Si anti dadakan.

Penulis: Meg Cloudy
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-30 16:41:12

 Nara dengan cemas membolak balik jam di pergelangan tangannya.

 â€œMas Arka! Tolong tanya mas Ara ini pesanannya jadi diambil apa enggak?” pinta Nara begitu mendengar suara kakaknya.

 Arka menghela napas, ”Nara Kamila! Jangan karena kamu pikir kami kerja di satu rumah sakit jadi pasti saling ketemu. Sudah kamu tanya sendiri saja! Mas sudah harus masuk ruang operasi.” jawabnya cepat dan segera menutup teleponnya.

 Beberapa menit kemudian ada pesan masuk di ponsel Nara. Ia pun segera menelepon nomor yang baru saja diberikan oleh kakaknya.

#

 â€œMas Ara, ini mas di mana? Pesanan kuenya enggak jadi mau diambil jam sepuluh? Ini sudah mau jam sebelas mas?”tanya Nara datar sambil dengan satu tangan merapikan kotak-kotak berisi kue dan memegang ponsel dengan tangan yang lain.

 â€œYa ampun! Maaf! Aku tiba-tiba ada operasi.”jawab Ara terkejut sambil menepuk dahi. Dirinya lupa untuk mengambil pesanan kue ibunya,”Boleh minta tolong?”ujar Ara pelan karena merasa tidak enak,”Nanti alamatnya tante Winda aku kasih. Kamu tolong antar ya.”katanya lagi. 

 Nara menghela napas panjang sambil memandang ponselnya. Kenapa mereka bekerja di rumah sakit yang banyak operasi sejak pagi? Pikir Nara sambil memutar matanya.

 Arka, kakak sulung Nara memang berprofesi sebagai seorang dokter bedah di rumah sakit yang sama dengan sahabatnya sejak masa kuliah di Yogyakarta, Nara biasa memanggilnya mas Ara. Jadi setelah satu kali mencoba kue buatan ibu Linda yakni mamanya Nara, hari ini melalui putranya ibu Ratih memesan kue untuk teman arisannya yakni ibu Winda.

 â€œIni di mana?”gumam Nara begitu melihat alamat yang dikirimkan kepadanya.

 â€œJadi kuenya akan diambil kapan?”tanya ibu Linda pada putrinya.

 â€œHarus aku antar ma.”jelas Nara sambil mengangkat ponselnya lalu beranjak pergi.

#

 â€œIya jeng Winda nanti Nara yang mengantar kuenya.”kata ibu Ratih pada teman arisannya.

 â€œAduh jeng kok repot-repot? Makasih ya.”sahut ibu Winda sambil tersenyum senang,”Sampai anaknya disuruh mengantar padahal Nara pasti sibuk di rumah sakit.”sahutnya lagi.

 â€œSoalnya kue ini enak banget jeng. Yang buat itu ibu sahabatnya Nara, sama-sama dokter juga.”jelas ibu Ratih bersemangat.

#

 Ibu Winda memandang Nara dengan wajah bingung yang tetap dihiasi senyuman,”Terima kasih ya. Jadi merepotkan.”katanya.

 â€œEnggak apa-apa tante.”katanya Nara,”Tadinya mas Ara yang mau mengantar kemari tapi karena ada operasi jadi aku yang datang.”jelasnya begitu menyadari kebingungan di wajah ibu Winda.

 â€œWah, tante enggak menyangka kalau Nara punya pacar begitu cantik. Jeng Ratih beruntung banget.”ujar ibu Winda tiba-tiba.

 Mata Nara membesar,”Tante aku bukan.”jawabnya sambil menggerak-gerakkan tangan. Namun belum sempat ia melanjutkan ibu Wnda mendapat panggilan masuk di ponselnya.

 â€œHalo jeng Ratih. Iya ini kuenya sudah tak terima.”jawab ibu Winda sambil menatap Nara dengan senyuman,”Kok enggak bilang kalau Nara punya calon cantik begini.”katanya lagi.

#

 â€œNara, kamu ini sudah bilang akan ke tempat jeng Winda tapi kok malah suruh pacarmu.”tegur ibu Ratih begitu melihat putra sulungnya baru tiba di rumah,”Dan sejak kapan kamu punya pacar?”tanya ibunya lagi.

 Ara mengangkat sebelah alisnya karena bingung. Ia baru saja memulai hubungannya dengan Davina. Bagaimana ibunya bisa tahu mengenai hal itu?

 Jadi kemarin malam Ara dan Davina, yang merupakan teman sesama dokter bedah umum namun bekerja di rumah sakit yang berbeda dengannya sepakat untuk menjadi sepasang kekasih. Mereka sudah cukup sering bertemu waktu masa kuliah dan saling tertarik satu sama lain.

 â€œMama tahu dari mana?”tanya Ara akhirnya.

 â€œJadi benar?”tanya ibu Ratih memastikan.

 Ara menganggukkan kepala lalu dengan cepat melarikan diri dari ibunya yang sudah terlihat siap untuk menghujaninya dengan sejuta pertanyaan.

#

 â€œKemarin jadinya bagaimana?”tanya Arka begitu berpapasan dengan sahabatnya di lorong rumah sakit.

 â€œAku minta tolong Nara.”jawab Ara dengan memasang senyum bodoh,”Kemarin pagi ada pasien tukak lambung di UGD.”jelasnya lagi.

 â€œTerus dia mau?”tanya Arka tidak percaya. Sejak kapan adik bungsunya bersedia direpotkan oleh urusan yang muncul tiba-tiba. Setahunya Nara itu paling cepat mengucapkan kata tidak jika ada permintaan yang terjadi di luar rencana.

 â€œTerpaksa sih sepertinya. Kemarin itu aku enggak pakai nunggu dia jawab langsung tak kasih alamatnya tante Winda.”jelas Ara dengan perasaan bersalah.

 â€œWah hebat kamu! Memang cuma sifat cuek Nara Baskara bisa membuat seorang Nara Kamila terpaksa turun tangan.”ujar Arka lagi.

 Ara memutar matanya begitu mendengar kata-kata sahabatnya. Apa yang harus ia lakukan untuk menebus rasa bersalah? Perkara hutang budi. Mentraktir makan? Atau mungkin membelikan sesuatu yang Nara inginkan?   

#

 â€œKamu kemarin kenapa enggak ke kantor?”tanya Embun begitu melihat Nara tiba di kantor pagi ini.

 Nara dengan kedua temannya Embun dan Zia sudah sejak tiga tahun yang lalu membuka sebuah kantor yang mengurus keperluan untuk membantu pernikahan. Mereka berkuliah dikampus yang sama namun berada di angkatan yang berbeda. 

 â€œIya maaf mbak. Tadinya habis bantu mama selesai bikin kue aku mau langsung ke kantor tapi mas Ara malah minta tolong buat pergi mengantar pesanannya.”jelas Nara dengan wajah merana saat kembali mengingat kejadian kemarin.

 â€œLagi suruh siapa kamu mau? Biasanya juga kan kamu paling anti.”ujar Embun menanggapi.

 â€œOrang belum sempat jawab teleponnya sudah keburu ditutup.”jelas Nara dengan mulut mengerucut.

 â€œIya mbak kayak enggak tahu saja kalau jeng satu ini paling anti sama yang namanya jadi bala bantuan dadakan.”timpal Zia yang baru tiba di kantor.

 â€œKamu datang-datang langsung komentar. Memangnya kamu tahu apa yang lagi kami omongin?”tanya Nara tidak terima.

 â€œPasti masalah kemarin. Orang suara kalian itu kedengaran sampai ke depan.”jelas Zia sambil menoleh meminta dukungan ke arah Nadira dan Galang yang tiba bersamanya.

#

 â€œKamu lagi di mana?”tanya Ara begitu Nara mengangkat teleponnya.

 Nara mengerutkan dahi karena bingung tiba-tiba Ara meneleponnya,”Lagi di mal dekat rumah sakit.”jawabnya singkat. Ia baru akan segera kembali ke kantor begitu selesai bertemu dengan klien sore itu. Letak kantor Nara dan rumah sakit tempat Ara juga Arka bekerja saling berdekatan hanya dibatasi sebuah mal yang cukup sering mereka datangi saat jam makan.

 â€œTunggu ya. Aku segera ke sana.”ujar Ara cepat dan langsung menutup telepon tanpa menunggu jawaban dari Nara.

 â€œKenapa enggak pernah nunggu orang jawab sih?”omel Nara menarik napas panjang sambil memandang layar ponselnya.

#

 Sekitar lima belas menit Nara berdiri di depan salah satu gerai sambil melihat-lihat.

 â€œMakasih ya sudah mau nunggu.”sapa Ara dengan napas terengah-engah begitu tiba di hadapan Nara.

 â€œSiapa yang nunggu? Orang mas nutup telepon enggak pakai nunggu aku jawab.”gerutu Nara setengah mencibir.

 Ara dengan cuek menarik lengan Nara berjalan masuk ke salah satu toko,”Ayo ikut aku!”ajaknya.

 â€œMau ke mana mas? Aku tuh masih harus balik kantor.”sahut Nara bingung.

 â€œCuma sebentar. Aku mau bayar hutang.”ujar Ara sambil menunjuk jam di tangannya.

 Nara mengangkat sebelah alisnya menatap sahabat kakaknya itu dengan wajah yang semakin bingung,”Bayar hutang apa mas?”tanyanya.

 â€œHutang kemarin.”jawab Ara mengangkat sebelah bahunya lalu menunjuk barang-barang di dalam toko,”Enggak ada barang yang lagi kamu cari?”tanyanya.

 Nara menggeleng dengan cepat,”Kan kue pesanan semua sudah mas bayar.”jawabnya semakin bingung.

 â€œIni biaya kurir.”sahut Ara mengedipkan sebelah matanya.

 â€œMana ada kurir yang di bayar pakai barang-barang bermerek?”tanya Nara heran sambil menunjuk nama toko yang mereka masuki.

 â€œSelalu ada alasan untuk menjadi yang petama.”kata Ara dengan yakin,”Pasti ada barang yang menarik perhatian.”ujarnya lagi.

 Dan lagi-lagi Nara menggelengkan kepalanya.

#

 â€œMas itu gaji sebulan mana cukup?”tanya Nara menunjuk kantong-kantong belanjaan yang ada di tangan Ara.

 Mereka berkeliling sampai malam dan berhasil membuat Ara sibuk berbelanja di hampir semua toko yang mereka masuki.

 Ara hanya mengangkat alisnya santai,”Maklum jarang-jarang bisa punya waktu buat belanja.”ujarnya membela diri.

 Nara mencibir pelan,”Memang yang sibuk mas doang. Aku kan juga pengen pulang terus tidur.”gerutunya nyaris tanpa suara.

 â€œKita pulang yuk! Aku juga perlu ketemu Arka.”ajak Ara ringan tanpa peduli dengan perubahan raut wajah gadis yang berdiri di sampingnya

#

 â€œAdikmu itu luar biasa.”kata Ara begitu menerobos masuk ke dalam kamar Arka,”Jadi aku yang belanja.”katanya lagi sambil menghela napas karena setelah berjam-jam di mal ia tetap tidak berhasil untuk membuat Nara membeli sesuatu untuk menebus rasa bersalahnya..

 â€œKan sudah kubilang kamu enggak akan berhasil.”sahut Arka menanggapi,”Aku saja yang sudah hidup sama-sama sejak itu anak lahir enggak pernah berhasil. Anak itu enggak suka minta, pasti bilangnya enggak mau.”katanya lagi.

 â€œMemang kamu enggak pernah kasih kado untuk Nara?”tanya Ara heran.

 â€œKalau mau kasih kado itu jangan ditanya harus langsung kasih.”jelas Arka lagi menanggapi sahabatnya.

#

 â€œKamu kok jadi enggak balik ke kantor?”tanya Embun begitu Nara mengangkat teleponnya.

 Sudah sejak tiga tahun yang lalu Nara dan kedua temannya semasa kuliah, Embun yang merupakan kakak tingkat juga Zia teman satu angkatan dengan Nara membuka usaha untuk mengurus foto dan video pernikahan juga foto prewedding. Awalnya mereka mengurus semuanya bertiga tapi kini mereka sudah menambah dua orang pegawai yakni Galang dan Nadira. 

 â€œTiba-tiba mas Ara minta ditunggu.”jawab Nara sambil meletakkan tasnya.

 Embun mengerutkan dahi,”Kok sejak kemarin hidupmu penuh acara tak terduga?”tanyanya sambil tertawa.

 â€œIya nih mbak! Sebel! Mana aku tuh paling anti dadakan.”gerutu Nara sambil menghela napas. 

 â€œTerus kenapa enggak kamu tolak?”tanya Embun heran, karena biasanya gadis satu itu paling cepat mengucap kata tidak setiap kali ada yang mendadak mengajaknya pergi.

 â€œMas Ara itu selalu menutup telepon tiba-tiba, menghubungi tiba-tiba, mengajak pergi tiba-tiba. Semuanya serba mendadak.”omel Nara kesal.

 â€œWah kamu akhirnya dapat lawan juga ya? Si anti dadakan ketemu tukang tiba-tiba.”ejek Embun sambil tertawa.

 â€œIh, mbak apaan sih. Memangnya perlombaan pakai ketemu lawan segala.”protes Nara lagi.

 â€œLomba sih enggak tapi kamu sudah kalah dua kali.”goda Embun lagi.

 Nara sudah tidak lagi menjawab bibir mengerucut karena kesal.

  

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Jee Esmael
yg nara di sini siapa? yg ara siapa? aku jd pusing bolak balik scroll lagi buat mastiin pemerannya
goodnovel comment avatar
zahra
kok namanya sama2 Nara sih,,bingung awal dibaca......
goodnovel comment avatar
kilau senja
awalnya agak bingung, eh ternyata namanya sama2 nara.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Nasib calon menantu salah alamat    Epilog

    “Mas dokter!” panggil pak Asep begitu melihat Ara.“Pak Asep? Apa kabar pak?” sahut Ara sambil tersenyum ramah, ”Sama siapa pak?” tanyanya.Pak Asep ikut tersenyum, ”Baik mas dokter.” jawabnya sambil menunjuk ke arah belakang punggung Ara, ”Menemani Indah bawa si kembar periksa.” jelasnya.Begitu menoleh Ara melihat sepasang anak berusia empat tahun sedang berlari ke arah mereka.“Siang mas dokter, sudah lama sekali. Apa kabar?” sapa Indah.Ara tersenyum begitu melihat Indah, ”Wah mereka sudah besar ya.” ujarnya sambil berjongkok menyapa si kembar, ”Kalian Nara kan?” tanyanya sambil tertawa.#“Nara belum datang?” tanya Arka sambil menganggukkan kepala begitu melihat pak Asep dan Indah.Ara melirik jam di pergelangan tangannya, ”Harusnya sudah di sini.” jawabnya sambil mencari, ”Itu dia.” katanya sambil menunjuk ke arah lift.#“Jalanan macet banget tadi.” jelas Nara napas terengah-engah.“Y

  • Nasib calon menantu salah alamat    Bab LXX : Akhirnya sadar.

    “Ya ampun ini jeng satu.” ujar Zia begitu tiba di kantor,”Ponsel kok ditinggal di kantor.”katanya sambil mengangkat ponsel milik Nara yang ada di atas meja.“Mbak Nara sudah pulang?” tanya Galang, ”Apa kalau enggak kita titip ke mas Arka saja? Mungkin mas Arka belum pulang.” sarannya sambil menunjuk ke arah bangunan sebelah.“Tapi teleponnya mas Arka enggak diangkat nih.” kata Zia saat mencoba menelepon Arka dengan menggunakan ponsel milik sahabatnya itu.#“Arka belum selesai ya.” gumam Ara begitu keluar dari ruang operasi, ”Mau pulang? Apa makan dulu ya? Kenapa aku jadi bingung begini.” ujarnya pada dirinya sendiri, ”Itu anak lagi ngapain ya? Kok bisa sih sudah seminggu dia benar-benar enggak nyariin aku.” keluh Ara tanpa sadar sambil menatap ponselnya.#“Halo?” jawab Ara tanpa sadar malah tersenyum lebar begitu melihat siapa yang meneleponnya.“Halo mas!” balas Zia cepat.Begitu mendengar suara Zia yang menjawab,

  • Nasib calon menantu salah alamat    Bab LXIX : Harusnya patah hati.

    “Kok kamu enggak tanya apa-apa?” tanya Ara begitu duduk berhadapan dengan Davina.“Memang ada apa lagi yang bisa aku tanya?” balas Davina sedikit ketus, ”Bisa-bisanya dirimu enggak cerita sama sekali.” omelnya lagi.“Maaf aku juga bingung harus bagaimana ceritanya.” jelas Ara memberi alasan.“Kamu sih benar-benar bikin aku malu di depan keluargamu. Mana baru pertama kali ketemu lagi.” keluh Davina sambil menahan senyum.Melihat kekasihnya itu tidak jadi marah Ara pun menghela napas lega.#“Kamu benaran mau pergi?” tanya Embun begitu melihat Nara menutup teleponnya.Nara menghela napas panjang, ”Memang aku punya pilihan untuk enggak pergi?” jawabnya.“Kayaknya tante Ratih tahu apa enggak, enggak banyak pengaruhnya.” komentar Zia menanggapi.#“Mama yang benar saja? Kalau mas tahu bagaimana?” oceh Nathan begitu tahu kalau ibu Ratih habis menelepon Nara.“Mama kan kangen sama Nara.” kata ibu Ratih m

  • Nasib calon menantu salah alamat    Bab LXVIII : Sering kumpul-kumpul?

    “Mbak! Itu tante Ratih datang.” ujar Nadira sambil berlari ke arah dalam kedai.“Ini kedai punya anaknya, sudah jelas tante Ratih pasti datang.” jawab Nara berusaha terdengar setenang mungkin padahal jantungnya tidak berhenti berdegup, apa lagi saat mendengar kalau kedua orangtuanya begitu bersemangat untuk menerima undangan dari Nathan.“Mbak! Tante Linda sama om Yono balik ke sini lagi sama mas Arka kapan?” kata Galang yang muncul dengan wajah panik beberapa saat kemudian, ”Itu tante Ratih sudah di depan.” katanya lagi tiba-tiba dengan suara berbisik.“Kamu telat.” balas Nadira cepat.#“Kok kalian masih di sini?” tanya Ara begitu melihat Zia sambil menunjuk penghuni kantor Nara yang lainnya.“Kami di sini sih enggak masalah mas.” jawab Zia dengan wajah cemas, ”Yang repot itu nanti tante Linda sama om Yono balik lagi sama mas Arka.” jelasnya cepat.Mendengar itu dalam hitungan detik Ara segera menghilang dari hadapan Z

  • Nasib calon menantu salah alamat    Bab LXVII : Ibu mertua siapa?

    “Kamu serius?” tanya Nathan memastikan begitu mendapat kabar dari Zinnia, rekan usahanya yang juga merupakan adik teman baiknya sejak masa SMA.“Iya mas. Bagaimana nih? Acaranya kan tinggal tiga hari lagi.” Jawab Zin cemas.Nathan mengetuk bagian belakang ponselnya sambil berpikir, ”Nanti biar aku yang coba cari gantinya.” kata Nathan akhirnya.#Ara dan Nara cukup lama saling berpandangan, keduanya tidak bisa langsung menanggapi pertanyaan yang diajukan oleh Arka. Untung saja Dewi dengan cepat membaca kepanikkan dua Nara itu, ”Sayang, sudah malam nih. Besok kan kamu juga ada jadwal operasi pagi.” katanya sambil mengapit lengan Arka, “Ayo kita pulang.” ajak Dewi dengan setengah memaksa sambil memberi isyarat pada Nara dengan menggerakkan kepalanya.“Iya mas sudah malam. Kami juga pulang dulu ya.” ujar Nara cepat segera menarik lengan Ara yang masih berdiri mematung dengan wajah kaku.#“Mas! Mas

  • Nasib calon menantu salah alamat    Bab LXVI : Efek terlalu sering bersama.

    “Mas Arka! Kok baru pulang?” tanya Nara saat keluar dari mobil dan berpapasan dengan kakaknya itu.“Habis seminar.” jawab Arka singkat, ”Kalian kenapa bisa sama-sama?” tanyanya heran.Ara yang tidak turun dari mobil hanya menurutkan kaca mobilnya, ”Mana ada seminar sampai jam sebelas malam?” tanyanya curiga.Arka tidak langsung menjawab mata-matanya bergerak-gerak cemas.“Mas kenapa malah kayak orang bingung begitu?” tanya Nara ikut menimpali.“Macet! Macet!” jawab Arka akhirnya, ”Jadi kenapa kalian bisa sama-sama?” ulangnya sengaja mengalihkan.”Terpaksa ketemu mas.” jawab Nara singkat.“Mustinya diriku yang bilang begitu.” balas Ara tidak terima, ”Tahu begitu tadi harusnya aku biarin kamu pulang sendiri.” gerutunya sebal.“Memang siapa yang suka diantarin pulang sama mas!” omel Nara dengan suara meninggi.Arka yang awalnya sempat panik dengan pertanyaan yang diajukan oleh Ara kini menarik

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status