Nasib si Bungsu.
(Saat masa jaya orang tua telah habis)."Jadwal kontrol Bapak tiga hari lagi, kamu sudah dapat uang buat biaya rental mobil?" tanya Ibuku saat aku baru saja pulang."Yusup usahain ya Bu, semoga ada rezekinya," jawabku. Sambil melepas jaket yang selalu menemaniku mencari rupiah."Kalau gak ada ya udah, gak apa-apa. Paling Bapakmu teriak-teriak kalau lagi kumat karena obatnya habis!" ucap Ibu sambil berlalu pergi.Aku tahu Ibu pasti kecewa, lalu bagaimana lagi, aku sudah berusaha keras, dalam hati aku merasa gagal. Uang sebesar lima ratus ribu saja tidak mampu aku cari.Mungkin bagi orang lain tidak seberapa, tapi untukku yang hanya berprofesi sebagai ojek online uang lima ratus ribu sangatlah besar. Apalagi akhir-akhir ini orderan sangat sepi tidak seperti biasanya.Aku duduk termenung di atas sofa lusuh, mataku menatap tiga bingkai besar yang terpajang di dinding, foto ketiga Kakakku saat wisuda. Mereka terlihat sangat gagah dengan toga yang dipakainya.Aku adalah bungsu dari empat bersaudara, kami semua laki-laki.Sebagai manusia terkadang aku merasa iri pada ketiga Kakakku itu, yang lahir dan tumbuh di saat orang tuaku sedang berada di puncak kesuksesan. Sehingga mereka bisa mendapat pendidikan sampai perguruan tinggi dan karena itu mereka bisa mendapat pekerjaan bagus dengan gaji yang besar.Tidak sepertiku, jangankan sarjana, lulus SMA saja tidak. Saat baru menerima surat kelulusan SMP, Bapak langsung berbicara padaku bahwa dia sudah tidak sanggup lagi menyekolahkanku. Karena usahanya sudah benar-benar bangkrut, dan untuk bekerja pun rasanya tidak mungkin disebabkan usia Bapak yang sudah tidak lagi muda.Dulu, kedua orang tuaku termasuk orang paling kaya di Kampung ini, memilik toko grosir, mebel kayu, serta peternakan ayam potong. Sehingga tidak sulit bagi mereka membiayai ketiga Kakakku untuk mencari ilmu, dua dari ketiga Kakakku kuliah di Perguruan Tinggi Negeri pastinya memerlukan biaya yang tidak sedikit. Akan tetapi satu persatu usaha mereka mengalami penurunan bahkan sampai bangkrut.Kini tidak ada satu pun usaha yang tersisa, harta benda sudah tidak mereka punya selain rumah tua yang kami tempati sekarang. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, hanya mengandalkan hasil dari aku narik.Aku masih ingat, aset terakhir yang Bapak milikki adalah tanah yang berada perisis di belakang rumah, dan itu sudah terjual untuk menambah biaya Kakakku yang nomor tiga menikah.Aku membuka ponsel, kucari nomor Bang Adi, Bang Harun, dan Bang Jejen, dengan ragu aku menulis pesan kepada mereka.[Assalamualaikum Bang, apa kabar? Bang, tanggal 6 Bapak kontrol ke RS, aku belum dapat uang buat ongkosnya, maaf apa boleh aku pinjam uang Abang dulu? nanti kalau ada rezeki aku ganti]Itulah pesan yang kukirim pada mereka, semua pesan langsung terkirim, hanya saja belum ada satu pun yang membaca terlihat dari dua centangnya belum berwarna biru.Ting NungBang Jejen yang pertama membalas pesanku.[Gak ada, tanggal 11 nanti Alifa ulang tahun, mau dirayain di K*C]Alifa adalah anak Bang Jejen satu-satunya. Apapun yang anaknya minta pasti akan diberikannya.[Oh iya Bang, baik kalau gitu, maaf udah ganggu]Balasku.Hanya dua centang biru, tidak ada balasan lagi.Aku masih menanti jawaban dari Bang Harun dan Bang Adi, berharap mereka bisa membantu.Ting nung.Notifikasi pesan dari Bang Harun. Rupanya ia mengirimkan pesan suara."Jangan mentang-mentang gaji Abangmu besar jadi seenaknya, kamu kan tahu Bang Harun punya anak Istri, belum cicilan rumah, mobil, biaya sekolah tiga keponakan kamu, belum keperluan sehari-hari, kamu enak masih bujangan gak punya tanggungan, makanya cari kerja yang benar jangan ngojol doang," bukan bang Harun yang berbicara, melainkan Kak Mery, Kakak Iparku. Aku kenal dengan suaranya.[Iya, maaf Kak, aku bukan seenaknya, tapi benar-benar gak tahu lagi harus minta tolong ke siapa]Balasku.Harapanku kini tinggal Bang Adi, semoga saja kabar baik yang ku terima.[Memangnya gak bisa pakai motor aja Sup? dibonceng sama kamu] balasan dari Bang Adi.[Gak bisa Bang, Bapak udah gak kuat duduknya]Sama seperti kedua Kakakku sebelumnya, Bang Adi pun hanya membaca pesan yang kukirim.Nasib si BungsuPart akhirAkhirnya aku memilih untuk tetap melanjutkan proses hukum, bagaimana pun Ibu dan kedua Abangku harus mempertanggung jawabkan apa yang sudah mereka lakukan.Bukan apa-apa, karena ini sudah berurusan dengan nyawa, aku takut jika masalah ini diselesaikan secara kekeluargaan, mereka akan melakukan sesuatu yang jauh lebih kejam dari ini.Kasus yang kualami menjadi viral, banyak media yang meliput dan mengikuti bagaimana perkembangan selanjutnya, mungkin karena mencakup hubungan antara Ibu dan anak, sehingga cukup banyak menyita perhatian.Aku mendapat berbagai macam komentar, dari yang mendukung keputusanku sampai ada yang kontra dengan jalan yang kupilih.Masalah ini cukup menyita waktu, hingga akhirnya hakim membacakan vonis hukuman pada Ibu, Bang Adi dan Harun, mereka semua harus mendekam dibalik jeruji besi kurang lebih selama 20 tahu untuk menebus kesalahan yang sudah mereka lakukan."Apa kamu tidak sadar Yusup, Ibu itu sudah tua renta, tidak sampai dua pu
Nasib si Bungsu(Saat masa jaya orang tua telah habis)Part 31Apakah ini akhir dari hidupku? meregang nyawa di tangan mereka?Meskipun mereka menggunakan penutup wajah dan jaket tebal, tetapi postur tubuhnya sangat aku kenal, sangat mirip dengan Bang Adi dan Bang Harun."Jangan macam-macam, berani gerak akan kubahisi kau sekarang juga!" ucap salah satu dari mereka yang mengarahkan golok pada leherku.Mendengar suaranya, aku semakin yakin bahwa ia adalah Bang Adi.Nyaliku ciut saat melihat benda tajam ini berada persis di depan mataku, ukurannya panjang dan sangat tajam. Terlihat masih seperti baru.Sembari terdiam, aku mengatur strategi, mengingat semua ilmu yang kumiliki, apa saja yang harus kulakukan saat dihadapkan dengan benda tajam seperti sekarang.Aku mengumpulkan semua keyakinan bahwa aku bisa menyelamatkan diri dan akan melawan mereka.Sebuah gerakan kulakukan hingga akhirnya benda tajam ini berhasil kurebut, aku mengunci lengannya agar ia tidak bisa bergerak."Jangan macam-
Nasib si Bungsu(Saat masa jaya orang tua telah habis)Part 30Setelah mendengar kabar bahwa Ibu diamankan oleh satpol PP, aku langsung berangkat menuju kantor Dinas Sosial untuk mencari tahu apa benar apa yang Bang Jejen katakan."Pak, Yusup hari ini ada urusan dulu jadi buka toko agak siangan," ucapku pada Bapak."Urusan apa emang Sup?""Mau nengok Reyhan Pak," aku berbohong."Yaudah hati-hati Sup.""Iya Pak."Butuh waktu satu jam untuk sampai ke kantor Dinas Sosial.Sepanjang perjalanan pikiranku berkecamuk, dan terus menyalahkan diri, karena egoku Ibu sampai menjadi pengemis. Aku yakin dalang dari semua ini adalah mereka yaitu Bang Adi dan Bang Harun yang tidak mau bekerja keras tapi mau hidup enak.Ibu sudah tua, tubuhnya sangat kurus, pasti banyak orang terenyuh dan mengasihani.Tiba di kantor Dinas Sosial aku sendiri bingung harus pergi ke bagian mana untuk bertanya tentang keberadaan Ibu."Mas, izin mau tanya, kalau mau nyari orang yang diamankan satpol PP ke bagian mana ya?"
Nasib si Bungsu(Saat masa jaya orang tua telah habis)Part 29"Hallo, Mas, saya mau nanya, ini masalah rumah mau dilanjut apa enggak? dua minggu lagi abis masa sewa nya!" tanya Bu Maya saat panggilan tersambung."Iya Bu, kalau saya sendiri maaf gak lanjut Bu, yang nempatin rumah itu kan sekarang Abang sama Ibu saya, coba saya tanya dulu sama mereka ya, nanti saya kabarin lagi!""Oh, baik Mas, cepat ya kabarin lanjut atau enggaknya, kalau gak lanjut saya mau iklanin biar buru-buru ada yang ngisi!""Baik Bu, akan saya kabarin secepatnya!""Oke Mas, saya cuma mau nanya itu aja!" Bu Maya langsung mengakhiri panggilan.Sudah lama tidak menjenguk Ibu ke sana, bukannya tidak ingat, hanya ingin memberi sedikit pelajaran padanya, penasaran siapa yang mencukupi kebutuhan mereka mengingat kiriman sembako sudah hampir tiga minggu aku hentikan.Hari ini toko tutup lebih cepat, karena sore nanti aku akan pergi mengunjungi Ibu.Tidak ada persiapan, tujuanku hanya untuk memberi tahu bahwa rumah yang
Nasib si Bungsu(Saat masa jaya orang tua telah habis)Part 28Gegas aku keluar dan kembali pulang ke ruko, apa yang baru saja aku katakan pada Ibu bukan hanya ancaman semata, melainkan aku akan sungguh-sungguh melakukan itu, bukan kejam, hanya ingin memberi sedikit pelajaran pada Bang Adi dan juga Bang Harun."Tumben lama Sup, tadi ada yang mau belanja tapi mereka pada balik lagi," ucap Bapak saat aku baru sampai di ruko."Iya Pak, di sana lagi ada urusan, makanya Yusup pulangnya telat.""Urusan apa emang?""Bang Harun kembali lagi, sekarang Istrinya juga ikut, maaf ya Pak kalau Yusup agak jengkel sama mereka, abisnya mereka mau enaknya aja, ngurus anak sama nyuci baju aja Ibu yang ngerjain gimana gak kesel coba, Bapak kan tahu kondisi Ibu kayak gimana, kecapean dikit sakit. Mending kalau mereka mau ngurusin, bukannya Yusup perhitungan tahu sendiri kemarin juga siapa yang repot," ucapku panjang lebar, mengungkapkan semua isi hati."Yang salah Ibumu karena gak bisa tegas, jadi mereka
Nasib si Bungsu(Saat masa jaya orang tua telah habis)Part 27Mendengar hal itu, aku segera pergi karena hawatir dengan keadaan Arif, semoga saja ia tidak nekat dan kembali turun dengan selamat.Toko langsung aku tutup, tidak lupa sebelum berangkat pamit terlebih dahulu pada Bapak.Di tempat kejadian situasi sudah sangat ramai, banyak warga yang sengaja 'menonton', ada petugas pemadam kebaran yang sedang mencoba menggagalkan aksi percobaan bunuh diri yang sedang Arif lakukan, mata memindai keadaan sekitar, tapi tidak kutemuken keberadaan keluarga Arif.Aku sendiri tidak tahu siapa yang menghubungiku tadi karena nomornya tidak ada dalam daftar kontak.Mungkinkah ini ada kaitannya dengan Yumna? aku mengerti perasaan Arif pasti begitu hancur, wanita yang dia impikan menjadi makmumnya, ternyata lari bersama laki-laki lain dalam keadaan mengandung.Banyak yang berteriak memintanya turun, tetapi Arif masih bertahan berada di puncak.Apa yang bisa aku lakukan dalam kondisi ini? aku takut di