Share

Uang yang dikirimkan Kakakku

Nasib si Bungsu

(Saat masa jaya orang tua telah habis)

Part 2.

[Abang gak bisa kasih banyak, cuma ada seratus lima puluh ribu, mana nomor rekening kamu, Abang kirim sekarang]

[Terima kasih banyak Bang, aku gak punya rekening, paling ke G*pay atau D*na gimana?]

[Ya udah ke D*na aja, mana nomornya?]

Dengan cepat aku pun mengirimkan nomor dompet digital milikku, tidak lupa kuucapkan banyak terima kasih kepadanya.

[Sudah ya]

Bang Adi mengirimkan bukti tranksaksi berhasil.

[Jangan mentang-mentang sekarang sudah dibantu, kedepannya kamu seenaknya minta duit sama Abang, ingat Abang itu bukan bujangan seperti kamu, kalau sudah punya Istri nanti juga ngerti gimana rumit dan sensitifnya masalah uang]

[Iya Bang, maaf sudah merepotkan, aku janji kalau dapat rezeki lebih akan aku ganti] Balasku.

Tidak mengerti kepada mereka semua, padahal aku meminjam uang bukan untuk kebutuhan pribadiku, tapi untuk Bapak, orang tua mereka sendiri yang sudah berjuang mati-matian mengantarkan mereka sampai menjadi orang berhasil.

Untuk biaya rumah sakit, aku tidak kesulitan karena Bapak merupakan pasien BPJS, setiap hari aku selalu menyisihkan uang lima ribu rupiah untuk membayar iuran bulanannya.

Bapak menderita beberapa penyakit, diantaranya hipertensi, diabetes, jantung dan asam urat.

Saat sakit asam uratnya sedang kambuh, Bapak bisa teriak-teriak karena rasa nyeri yang tidak tertahankan, dan hal itu selalu membuat Ibu kesal.

Jika Bapak sudah mulai berisik, maka Ibu akan pergi dari rumah karena tidak sanggup mendengar teriakan Bapak.

"Dapat berapa hari ini? mana uangnya, Ibu mau beli beras,"

"Gak tahu Bu, Yusup belum hitung, sebentar ya!"

Aku merogoh saku jaket, mengeluarkan uang yang ku dapat hari ini, jumlahnya tidak seberapa karena dari pagi sampai siang ini hanya masuk empat orderan, itu pun jarak dekat semua, dengan tarif paling besar lima belas ribu.

"Berapa?" Ibu bertanya lagi saat aku baru selesai menghitung uang.

"Alhandulilah, dapat 49 ribu."

"Uang segitu cukup buat apa," ucap Ibu, ia lalu mengambil semua uangnya.

"Bu, maaf. Yusup boleh minta sepuluh ribu? belum beli bensin soalnya."

"Ya sudah, nih ambil aja semua. Cuma ngasih duit recehan aja perhitungan sama orang tua!" Ibu melempar semua uang yang semula dia genggam tepat ke wajahku.

Blug

Ibu masuk ke kamar dan menutup pintu dengan keras, beliau memang seperti itu jika ada sesuatu yang tidak disukai pasti langsung mengurung diri.

Aku sudah biasa diperlakukan seperti ini, sejak aku kecil Ibu memang tidak pernah bersikap manis kepadaku.

Saat aku melakukan kesalahan, sudah pasti Ibu mencaciku dengan kata-kata yang begitu menyakitkan. Tidak jarang dia juga menyebutku anak pembawa sial, karena setelah aku lahir, ekonomi keluarga langsung berubah drastis, begitu ucapnya.

Aku memutuskan untuk kembali keluar mencari penumpang, meskipun perut terasa begitu perih tapi jika aku makan Ibu pasti lebih murka.

Uang yang dilempar Ibu tadi aku kumpulkan, kemudian ku simpan di atas meja.

"Pak, Yusup mau narik lagi, doain ya biar dapat banyak uang," pamitku pada Bapak yang terbaring di ruang tengah.

"Gak makan dulu Sup?" tanya Bapak.

"Enggak Pak, Yusup masih kenyang," ucapku berbohong, padahal sangat lapar karena sejak pagi perut ini baru terisi segelas teh manis dan dua potong pisang goreng.

"Sup, kalau kamu gak dapat uang buat ongkos ke Rumah Sakit, udah jangan dipaksain. Apalagi sampai berhutang, Bapak tidak apa-apa gak kontrol, kalau gak minum obat, mungkin Bapak bisa cepat mati, supaya tidak jadi beban terus."

"Jangan ngomong gitu Pak, Yusup pasti usahain, Yusup berangkat ya," aku meraih punggung tangannya dan mengucapkan salam.

Tok tok tok

Aku mengetuk pelan pintu kamar Ibu.

"Bu, Yusup narik lagi ya, uangnya di atas meja, maaf Yusup minta sepuluh ribu buat beli bensin," ucapku di depan pintu.

"Ambil aja semua, aku gak butuh uang receh dari anak perhitungan kayak kamu," terdengar suara Ibu dari dalam kamarnya.

Aku langsung memilih pergi, setidaknya butuh waktu kurang lebih 20 menit untuk sampai di tempat biasa mencari penumpang.

Sembari menunggu, aku membuka aplikasi f******k untuk menhilangkan rasa bosan.

[KELUARGA LAKI-LAKI SEMUANYA SAMA SAJA, BISANYA HANYA MENYUSAHKAN]

[SEPERTI INILAH RASANYA MENIKAH DENGAN LAKI-LAKI YANG MERUPAKAN GENERASI SANDWICH, MENDERITA!!!]

Tidak sengaja aku membaca status Mbak Mila, Istri Bang Adi.

Status Mbak Mila itu mungkinkah ada kaitannya dengan uang seratus lima puluh ribu yang Bang Adi kirimkan tadi?

Lalu menderita seperti apa yang Mbak Mila maksud? padahal selama Bapak sakit hampir setahun lebih, baru kali ini Bang Adi mengeluarkan uang untuk Bapak. Jangankan ikut merawat, datang menjenguk pun baru dua kali, itu juga hanya beberapa jam lalu mereka kembali pulang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status