Share

Bab 3

"Sorry, sorryy!” tanpa melihat orang itu Nayla langsung minta maaf.

       "Punya mata, kan? Dipake dong! Jangan diangguriin!" Cowok itu  menepuk-nepuk baju dan celananya seakan terkena debu.

     "Eh, Mas gue udah minta maaf lhoo. Lagi pun gue yang jatuh!" Nayla bersuara di bawah cowok itu. Situ kali gak punya mata!

"Emang muka gue mirip Mas Mas?" cowok itu tidak terima.

        Nayla mengambil bukunya lalu bangun dari jatuhnya dan menatap cowok itu. Cewek itu mendongak karena hanya sebahu cowok itu saat berdiri sejajar.

        "Mas cleaning service ya? Atau tukang renov? Mau bagusiin yang rusakk?"

          "Gue? Cleaning service? Mas Mas? Liat gue jelas-jelas yahh! Apa ada tampang gue kaya kuli, hm!” cowok itu semakin tidak terima dengan tebakan Nayla.

        "Biasa aja dong nggak usah ngegas!"

        Nayla memperhatikan dari atas sampai bawah. Terlalu ganteng sih. Wajahnya datar, tingginya kaya pemain basket, rambutnya berantakan tapi tetap teratur, bibirnya sexy, merona nggak kaya cowok kebanyakan yang hitam karena rokok. Ini cowok kalau ikut take me out Indonesia yakin dahh semua cewek pada nyalahin lampunya buat dia.

         Cowok ini makan apa biar seganteng ini? Lee Min hoo aja lewat sama dia. Tapi,  pakaiannya kaya preman. Celana robek di lutut. Kaus hitamnya ditutupi jaket kulit.

         “Biasa aja lihat gue, ntar mata lo bintitan!” ketusnya. Membuyarkan lamunan Nayla.

        "Udah sana pergi! Gue males ngeladenin cewek kaya lo,” bentaknya. “Sana lo pergi cari mas mas tukang bakso!”

Dasar preman! Kok dia bisa masuk ke sini?

Nayla semakin curiga. Dia berlari keluar, ke arah ruang guru bukan kelasnya.

        "Pak, cepetan Pak..."

         Nayla membawa guru-guru yang ada di ruang guru sekalian dengan satpam juga. Seperti mau perang Nayla membawa pasukan. Mereka yang ikut juga semakin antusias saat mendengar ada seorang laki-laki berpakaian serampangan masuk kebagian sekolah.

Tiba di Perpustakaan, Nayla menunjuk cowok itu dengan semangat 45.

Seorang cowok yang sedang asyik membaca buku sambil berdiri menyender di rak buku. Pemandangan yang sempurna.

          Pak Bakri kepala sekolah SMA Budi Mulia membulatkan matanya melihat sosok itu. Hal serupa dengan cowok itu,  kaget diserbu banyaknya orang.

Akhirnya mereka berkumpul di ruang guru.

          "Nayla... ini Raka Nicholas Ciputra anak dari pemilik yayasan sekolah SMA Budi Mulia.” Pak Bakri memperkenalkan.

Mati gue. Bunuh aja gue, bunuh.

           Raka melipat tangannya di depan dada, menatap tajam ke arah Nayla. Gadis itu tertunduk malu.

          "Lo anak baru ya?" ketus Raka.

           “I-iya.”

           "Pantesan."

          Dengan wajah menjual Raka Nicholas Ciputra, nggak ada murid yang nggak  kenal dengan dia. Terutama kaum hawa. Ditambah lagi embel-embel anak pemilik yayasan yang dijidatnya. Semakin membuat populer alumni SMA Budi Mulia tahun kemarin ini. Jadi sangat mudah untuk Raka keluar masuk sekolah ini.

        "Udah jam pelajaran di kelas ngapain masih kelayapan di luar?" Ketus Raka.

         Semua mata guru melirik ke arah Nayla. Gadis itu menelan ludah merasa terintimidasi.

           "Saya cari bu...kuu.... " Ringis Nayla, teringat jam ini adalah jam pelajaran Bu Maya. Guru yang sangat killer.

           "Pak maaf. Saya permisi  ke kelas dulu yah.” Nayla bergegas meninggalkan ruang guru tanpa menghiraukan apa-apa lagi. Di kepalanya hanya Bu Maya yang terbayangkan. Guru itu orang Sunda, seharusnya ibu ini orang yang lembut karena biasannya Sunda lembut.

Nayla berlari menelusuri koridor sekolah menuju kelasnya.

       "Gara-gara cowok brengsek itu." Nayla bergumam sendiri.

          Kelasnya sudah mulai dekat. Cewek itu mulai mengatur nafasnya yang tersengal-sengal. Jantungnya masih berdetak kencang karena takut. Dengan memberanikan diri Nayla mengetuk pintu kelas.

Tok! Tok! Tok!

Bibirnya tersenyum tipis melihat Bu Maya.

Bu Maya pun membalas senyum Nayla dengan mengangkat alis matanya yang sebelah kanan. Senyumnya memberi banyak makna.

      "Bu--"

     "Keluar! Kamu keluar dari jam pelajaran saya. Saya tidak terima alasan apa pun.” Bu Maya menghunus Nayla dengan tatapan tajam, tangannya sudah menunjukkan pintu keluar.

Nayla pasrah membalikkan badannya.

         Its ok. Bisa ngadem di kantin sambil minum es. Tenggorokannya juga sudah kering. Istirahat sejenak, pikir Nayla.

          "Nayla... Kamu ke depan tiang bendera. Berdiri  di sana sampai jam pelajaran saya habis. Kalau kamu ke kantin atau kemanapun. Tidak akan merubah prilaku kamu. Tempat kamu di lapangan!"

       "Buu.."

     "Silahkan Nayla Anastasya Susanto!”

                       

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status