Share

Bab 9

       

     "Semuanya terima kasih untuk partisipasinya. Semoga anggota baru jangan ada yang kapok. Terus semangat mengikuti ekskul pecinta alam." Reno sang Presiden PA memberi kata sambutan.

"Besok pagi kita akan naik gunung sampai puncak. Kalian pasti nggak sabaran kan mau ke sana?"

        Semua menyahut dengan bersorak  kegirangan. Mereka mengelilingi api unggun. Api itu menghangatkan tubuh mereka malam itu.  Dengan syahdu mereka melantunkan lagu MAHAMERU diiringi suara gitar Raka.

      Raka main gitar? Nayla mendengus kesal. Cowok yang menurutnya sudah termasuk dalam deretan sempurna sebagai cowok. Dan sekarang, dia punya kelebihan lagi.

"La, lo mandi?" tanya Rangga. Nayla menyahut dengan menggelengkan kepalanya.

       "Kok rambut lo nggak kotor lagi? Tadi kan kotor minta ampun." Nayla terdiam, lalu  melirik Raka. Cowok itu membuatnya berendam di selokan.  Apa mungkin Raka sengaja?

                  * Nayla *

 

      Cuacah yang cerah, pepohonan yang tampak indah di payungi langit biru. Membuat mereka sangat bersemangat. Pagi ini mereka akan naik ke atas puncak. Tampak Kang Deny memberi peringatan bagi calon anggota baru.

        "Semuanya denger! Pastiin jangan terpecah dari senior kalian, alumni tetap stay sama junior kalian!" Kang Deni menegaskan, semuanya menyimak dengan serius lalu mengangguk tanda paham.

          Mereka bergegas menuju puncak. Setiap orang menyimpan botol mineral di dalam tas mereka, para cowok  membawa peralatan masak, mie instan, dan snack untuk persediaan di dalam tas gunung mereka.

          Sebenarnya hutan nggak kalah menarik untuk di singgahi. Pemandangan hutan dengan pepohonan yang berwarna-warni. Pohon kelapa yang menjulang. Paparan cahaya sinar matahari yang semakin membuat pemandangan menjadi elok dan epik.

          Seperti kata Kang Deni, tiap senior pasti ada di sekitaran junior mereka memantau. Kaum cowok sesekali membabat tumbuhan liar yang menghalang jalan mereka. Semakin hari semakin cahaya matahari menunjukkan keberadaannya.

"Woii! Gue nggak kuat beneran. Sumpah! Pinggang gue encok," teriak Rangga diantara Nayla, Beca, Tina dan Desy.

       Nggak ada yang merespons Rangga, mereka tetap berjalan begitu saja. Sedari tadi cowok itu menggerutu terus seperti perempuan. Membuat mereka pura-pura nggak mendengar.

        "Makanya jalan jangan dihitungin. Dinikmati biar nggak kerasa. Cowok kok lemah." Ujar Abel dari belakang. Cewek tomboi itu melewati mereka.

 

        "Denger tuh, Ga," decak Beca membuat Rangga semakin panas. Rangga membusungkan dada lalu berjalan tegak seperti cowok perkasa. Lalu menyusul langkah Abel dengan cepat.

        "Gue bukan cowok lemah!" kata Rangga melirik Abel. Wanita tomboi itu terkadang lebih sigap ketimbang cowok.

      Keempat kawannya hanya menatap kepergian Rangga dengan terheran. Langkah mereka juga semakin lambat karena tenaga yang terkuras.

       "Minum gue abis," rengek Tina mengeluarkan botolnya yang kosong dari tas.

      "Punya gue juga abis." Nayla melihat Beca dengan tatapan menghunus tajam. Setega itu Beca menghabiskan miliknya.

     "Ngeri banget muka lo, La. Gue kan jadi nggak enak, itu cuma air putih lho." Beca menggaruk dagunya merasa bersalah.

       "Lain kali kalau minta tau diri dikit dong," cibir Nayla melotot.

       "Namanya haus, La. Mana gue tahu harus pake tau diri, tiba-tiba aja gitu masuk semua ke mulut gue," ucap Beca pelan. Nayla dan Tina menggeleng melihat Beca.

        "Udah, nggak usah ribut. Percuma di samping kita ada pohon kelapa." Doni melihat ke atas. Buah kelapanya sangat banyak, tapi sayang terlalu tinggi. Doni menelan ludahnya. Doni bukan hanya suka tebar pesona tapi juga sering cari perhatian, apalagi dengan juniornya. Dengan semangat cowok itu menaiki pohon kelapa. Tiba-tiba ia terhenti di tengah, merasakan pohon kelapa berdansa di tiup angin.

    "Ka Doni, kenapa?" teriak Beca penasaran.

       "Kepala gue tiba-tiba pusing, kurang makan kali ya." Teriak Doni, membuat alasan. Padahal nggak sanggup lagi,  pohonnya semakin bergoyang-goyang.

       "Turun aja Ka Doni!" teriak Nayla dari bawah. Melihatnya saja membuat ngeri. Gimana kalau jatuh. Pikiran negatif.

         Doni mencari sosok Raka. Temannya itu serba bisa. Ia langsung meminta Raka menggantikannya mengambil kelapa muda. Karena rengekkan mereka yang haus, Raka mau juga bergerak memanjat pohon kelapa.

        "Segar ya, untung bawa golok," ucap Tina, meneguk air kelapa muda dari  kelapanya langsung. Terasa sangat segar.

        Nayla melirik Raka seraya meneguk kelapa mudanya. Sesempurna itukah seorang Raka, manjat kelapa aja dia lihai. Cowok itu selalu pasang wajah datar, membuat Nayla menggeleng.

        "Akhirnya minum juga," ucap Nayla lega.

        "Sekarang bisa jalan kan? Nanti kita ketinggalan jauh dari yang lain." Raka mengingatkan.

     "Santai dong! Baru aja minum," ketus Nayla.

      "Gue santai, lo-nya aja yang lelet! Buruan, ditinggal baru tau rasa," balas Raka tidak kalah ketus.  Saat Nayla ingin membuka mulut lagi, Tina menyikut Nayla. Ia tahu Raka tidak suka dilawan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status