Share

Neraka untuk Maduku
Neraka untuk Maduku
Author: LinDaVin

Pelakor Belia

Memiliki seorang madu bukanlah keinginanku, namun ketika takdir berkata demikian, apa yang bisa aku katakan. Wanita itu lebih muda dariku, anak dari pemilik usaha di mana Mas Aris bekerja.

Jatuh cinta karena sering bersama kata gadis itu tanpa merasa bahwa itu adalah sebuah kesalahan. Tak habis pikir mengapa sekarang banyak gadis muda lebih tertarik pria dewasa, terutama suami orang. Dan mengapa begitu mudahnya seorang suami melabuhkan hati yang jelas-jelas sudah termiliki.

Gadis itu datang, menunjukkan foto pernikahan yang dikatakannya terjadi satu bulan yang lalu. Dia menuntut pembagian waktu yang adil, karena dia merasa selama pernikahannya, Mas Aris lebih banyak bersamaku dibanding dengannya. Aku masih mencerna, apa yang sebenarnya sedang terjadi. Rasanya seperti orang linglung, bagaimana tidak, aku merasa rumah tanggaku selama ini baik-baik saja. Jangankan keributan, pertengkaran kecil pun tidak ada.

Hari ini datang seorang wanita muda, mengaku sebagai istri Mas Aris, wanita mana yang tak terpukul hati dan jiwanya. Hubungan mereka terjadi sejak satu tahun yang lalu, akunya. Saat gadis itu masih duduk di bangku SMA. Aku terngaga dibuatnya, bagaimana bisa, seorang gadis belia menjadi seorang pelakor. Tapi itulah kenyataannya.

"Kami saling mencintai Kak," ucapnya tanpa ada rasa bersalah apalagi sebuah penyesalan.

Aku masih mencoba mengatur rasaku, mengendalikan emosi dan juga amarahku.

"Kamu tau, kalau Mas Aris sudah memiliki istri?" tanyaku saat aku mulai tenang.

" Tau," jawabnya ringan.

" Lalu?"

"Bukan masalah, kami saling mencintai," ucapnya lagi.

"Cinta, omong kosong. Dengar ... cinta tak akan menyakiti."

"Aku tidak perduli, aku bisa mendapatkan apapun yang aku inginkan, termasuk suami Kakak. Dan Mas Aris sekarang juga suamiku. Dia selalu mengulur waktu untuk berterus terang pada Kakak, dan aku tak suka. Kakak harus tahu Mas Aris adalah suamiku juga, jadi mulai sekarang Kakak harus berbagi adil," ucapnya.

"Akan lebih baik lagi, kalau Mas Aris menceraikan Kakak, jadi dia menjadi milikku seutuhnya. Mas Aris pasti akan menurutiku, aku saranin sih Kakak lebih baik mundur, daripada kalah saing denganku."

Urat malu gadis ini sudah putus rupanya, begitu juga dengan hatinya, sepertinya dia tak memiliki hati, hingga tak bisa memperdulikan perasaan orang lain. Bagaimana bisa ada seorang wanita seperti ini. Aku masih bergeming, untuk gadis semuda jalan pikirannya jelas tak sesuai usianya.

"Adil seperti apa?, siapa dirimu berani-beraninya menuntut keadilan padaku. Kamu tak lebih dari gadis bin** tak tau diri. Harusnya kamu sadar, kenapa Mas Aris tak berani berterus terang padaku, karena dia takut kehilanganku," balasku kemudian.

"Jaga bicara Kakak, jelas-jelas aku lebih segala-galanya dari Kakak, hanya orang buta yang bilang Kakak lebih baik dariku. Aku juga lebih kaya, jadi jangan asal bicara, ya." Gadis yang tak kuketahui namanya itu terlihat naik pitam, bagaimana bisa dia lebih emosi dariku yang jelas seorang Istri sah dari Mas Aris.

"Lalu?"

"Aku akan meminta Mas Aris menceraikan Kakak, jadi tunggu saja. Kakak akan ditendang dari kehidupan Mas Aris."

"Oh, ya?"

Melihat ucapan tenangku sepertinya menjadi penghinaan untuknya, aku memang mudah mengendalikan diri dan emosi. Dia akan senang kalau aku terpancing juga. Meski aku ingin sekali menampar, dan memaki gadis tak tau diri ini, namun aku tak ingin membuang tenagaku untuk itu. Dan Mas Aris, aku belum habis pikir bagaimana bisa dia mengkhianatiku.

Sungguh aku sama sekali tak curiga, beberapa kali dia memang ada pekerjaan di luar kota, namun itu sudah biasa. Selama tiga tahun menikah dengannya, sering kali dia akan pergi ke beberapa outlet di luar kota untuk mengontrolnya. Sikapnya juga tak ada yang berubah, sepandai itu kah dia mengelabuiku.

Gadis di depanku itu terus berbicara, namun aku sibuk dengan pemikiranku sendiri. Aku masih merangkai alur cerita untuk mencari tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi, apa salahku hingga Mas Aris tega berbuat seperti ini terhadapku.

"Indah, apa yang kamu lakukan di sini?"

Aku baru saja tenggelam dalam pemikiranku, hingga tak menyadari kedatangan Mas Aris. Gadis itu bernama indah rupanya. Sayang sekali kelakuannya tak seindah namanya.

"Indah, mengatakan kebenaran Mas, Istri mas harus tau, biar sadar diri," ucapnya kemudian.

Mas Aris menatap ke arahku, aku membalasnya, meski masih bingung dan kacau aku masih mencoba untuk tenang. Mas Aris yang justru terlihat kacau. Wajahnya memerah dan terlihat sekali ketegangan di wajah itu.

Pria berusia dua puluh tujuh tahun itu masih berdiri di ambang pintu. Dua wanitanya menatap tajam ke arahnya.

"Mas, wanita itu mengatakan aku gadis bina*, pelac** ngga punya malu, ngga sadar diri." Gadis bernama Indah itu berdiri dan bergelayut di tangan Mas Aris.

Selain tak tau malu, gadis ini sepertinya sudah gila juga. Dia mengadu pas Mas Aris, dan semua yang dia ucapkan tak sepenuhnya benar.

"Mas, perempuan ini sudah tau kalau mas sudah menikah denganku, mulai sekarang kita tak perlu sebunnyi-sembunyi lagi."

"Mas, ada apa sebenarnya ini, gadis mengaku sudah menikah denganmu, apa itu benar?" tanyaku.

"Aku kan sudah jelaskan tadi."

Indah menyela ucapanku. Mas Aris masih bergeming.

"Diam!" teriakku pada gadis itu

"Mas, katakan yang sebenarnya?" tanyaku dengan nada yang lebih tinggi.

"Aku dan I ...Indah sudah menikah," jawab Mas Aris.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status