LOGINSuara napas tertahan terdengar di antara para tamu. Bahkan Damian tanpa sadar merasa ketakutan. Dia merasa ada kekuatan luar biasa tak kasat mata yang berasal dari Kael.
Besar dan menakutkan, seperti gunung yang kokoh.
Kemudian, Kael naik ke lantai tiga, di mana kamarnya berada.
Sambil melangkah, Kael merogoh saku celananya dan mengeluarkan liontin tua berbentuk naga. Benda itu berkilau samar, seolah menyala saat disentuh cahaya.
"Sebulan lagi, Kakek! Sebulan lagi... janji ini berakhir! Setelah itu… aku tak perlu lagi berpura-pura lemah, tak perlu lagi jadi menantu sampah di mata mereka. Saatnya aku menunjukkan siapa diriku yang sebenarnya."
Kepergian Kael menyisakan keheningan di pesta itu, sampai Nyonya Agatha kembali membuka suara, memecah suasana.
"Abaikan saja dia," ujarnya kepada Damian. "Dia selalu membual, seolah dirinya penting dan berkuasa. Padahal, kenyataannya dia tak lebih dari sampah! Lebih baik kita bicarakan apa yang kau lakukan di Dravelle—itu jauh lebih menarik."
Damian kembali tersadar dan mengangguk pelan.
Kael hanyalah sampah, untuk apa dia takut?
Ancaman itu tak lebih dari omong kosong yang tak berarti apa-apa.
Lalu dengan sikap percaya diri, ia pun mulai menceritakan pengalamannya selama empat tahun di Dravelle.
Tentu saja, cerita itu disambut antusias oleh keluarga Laurent. Pujian dan sanjungan terus mengalir untuknya.
Sesekali, pandangan mereka melirik Evelyne, berharap ia bereaksi serupa. Namun Evelyne tetap diam, seolah pikirannya tak terlibat dalam percakapan itu.
Menyadari hal tersebut, Damian semakin kesal. Sulit dipercaya, Evelyne ternyata mencintai bajingan itu.
Pada akhirnya, ia tak punya pilihan selain segera memainkan kartu trufnya.
Tatapannya beralih ke Agatha, berkata, “Sejujurnya, saya tidak datang hanya sebagai tamu. Saya membawa sedikit kabar baik untuk keluarga Laurent.”
Semua mata langsung menjadi serius.
Damian membuka jasnya dengan elegan, menarik amplop hitam dari dalam saku dalam. Ia menyerahkannya kepada Agatha.
“Proposal awal kerja sama dari Griffin Corporation. Proyek energi bersih di wilayah timur. Nilainya... bisa menopang nama keluarga Laurent selama dua generasi ke depan.”
Beberapa anggota keluarga langsung bereaksi:
“Kerja sama dengan Griffin Corp?”
“Itu perusahaan kelas dunia!”
“Ini... kesempatan besar! Jangan dilewatkan!”
Damian tetap tersenyum.
“Tentu, ini hanya langkah awal. Tapi saya harap... ini menjadi awal dari hubungan yang lebih erat antara dua keluarga besar.”
Ia melirik sekilas ke arah Evelyne, lalu cepat mengalihkan pandangan, seolah penuh perhitungan.
Nenek Agatha menerima amplop itu dengan mata berbinar, “Damian, kau sungguh tahu bagaimana memberi kejutan.”
Damian tertawa kecil, merendah, “Saya hanya ingin membantu keluarga yang pernah berarti bagi saya. Dan... mungkin suatu hari nanti, saya bisa menjadi bagian dari keluarga ini.”
Kalimat itu membuat Evelyne menegang sesaat, namun ia pura-pura tak mendengar.
Paman Hector; adik laki-laki ayah Evelyne yang sudah meninggal, tertawa, “Tentu! Keluarga seperti kami selalu terbuka untuk kerja sama... dan hubungan yang lebih dekat.”
Semua sepupu perempuan Evelyne menunjukkan ekspresi iri pada Evelyne. Dia dicintai oleh pria hebat dan kaya seperti Damian.
Namun, Evelyne begitu bodoh, memilih terus bersama sampah seperti Kael.
Sungguh, jika mereka menjadi Evelyne, mereka pasti sudah mencerai Kael sejak lama, dan menikah dengan Damian!
Damian di sisi lain, menyesap anggurnya. Wajahnya tenang. Tapi di balik senyum elegannya, tersimpan permainan panjang yang baru saja dimulai.
"Kau pasti akan jatuh ke pelukanku, Evelyne! Aku bahkan akan membuatmu berlutut, memohon agar aku menikahimu!"
"Sementara bajingan itu... aku akan menghancurkannya sepenuhnya, memastikan dia menyesal pernah dilahirkan di dunia!"
—
Sekitar pukul dua belas malam, cahaya lampu kristal di ruang makan mansion keluarga Laurent meredup, meninggalkan nuansa keemasan yang menggantung berat di udara. Para tamu telah pulang. Musik telah mati. Tapi ketegangan justru belum berakhir.
Di meja makan panjang yang kini hanya diisi oleh anggota inti keluarga, suasana terasa lebih panas dari pesta tadi.
Paman Hector meletakkan gelas wine-nya, suaranya terdengar tegas.
“Kita semua bisa melihat siapa yang sebenarnya layak untuk Evelyne. Damian bukan hanya sukses, dia juga datang dengan membawa peluang besar. Sudah saatnya kita realistis.”
Mariana, wanita beralis tebal yang tadi mencoba mendorong Kael, mendengus setuju.
“Kau lihat sendiri tadi. Kael bahkan nyaris bikin keributan. Dan cara dia berdiri diam saat aku dorong… seperti batu! Itu menakutkan! Menantu macam apa dia itu?”
“Menantu batu,” gumam salah satu sepupu sambil terkekeh kecil.
Grace yang sejak tadi lebih tenang, kini ikut angkat bicara.
“Kael hanya perusak suasana. Dia datang tanpa reputasi, tanpa asal-usul jelas. Sementara Damian… dia memperlakukan keluarga ini seperti mitra sejajar. Itu jauh lebih berarti daripada sekadar membawa hadiah aneh yang ternyata mahal.”
Mereka semua memandang ke arah Evelyne, yang duduk diam sejak tadi.
Wajah Evelyne tampak menegang, tapi matanya dingin dan tak tergoyahkan.
“Sudah kubilang dari awal.” suara Evelyne tajam, “Aku tidak akan melanggar wasiat Kakek.”
“Wasiat itu dibuat tiga tahun lalu, Evelyne!” bentak Mariana. “Kakekmu bahkan tidak tahu siapa sebenarnya Kael. Bagaimana kalau dia hanya menipu kita semua?”
Evelyne berdiri perlahan, suaranya tetap tenang, tapi setiap katanya menghantam seperti batu.
“Kakek adalah satu-satunya orang yang benar-benar memahamiku. Dia sangat menyayangiku. Dia yang paling tahu apa yang terbaik untukku!”
Evelyne diam sejenak, menatap semua orang dengan perlana, kemudian kembali berkata, “Setelah Ayah meninggal… dia satu-satunya yang kupercaya. Dan jika dia memintaku hidup bersama Kael… maka aku akan menepatinya.”
Setelah selesai sarapan, Kael membawa Lily kembali ke Maple Inn."Lily, kau mandi dulu. Setelahnya kita akan pergi membeli pakaian."Mata Lily langsung berbinar. "Pakaian baru?! Benarkah, Paman?!"Kael tersenyum. "Tentu saja. Kau akan mulai sekolah, tidak mungkin masih pakai pakaian yang kotor, robek, dan kebesaran seperti ini, bukan?"Lily mengangguk dengan semangat, lalu berlari masuk ke kamar mandi dengan penuh antusias.Tak lama kemudian, mereka sudah berada di jalan menuju mall terdekat.Lily berjalan di samping Kael dengan wajah yang tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Membeli pakaian baru? Dia belum pernah melakukan ini sebelumnya!---Mall itu ramai. Orang-orang berlalu-lalang dengan tas belanjaan di tangan, suara musik latar mengalun lembut, dan aroma parfum bercampur dengan kopi dari kafe-kafe kecil.Kael membawa Lily ke toko pakaian anak-anak yang terlihat rapi dan nyaman."Lily, pilih pakaian yang kau suka. Ambil lima, minimal," kata Kael dengan nada lembut.Lily men
KANTOR POLISI KOTA SILVERTON - PAGI HARI.Ruangan Kepala Kepolisian.Seorang pria bertubuh besar dengan rambut hitam pendek yang mulai beruban di pelipis, duduk di belakang meja kerjanya—Inspektur Richard Donovan, Kepala Kepolisian Kota Silverton. Usianya sekitar pertengahan lima puluhan, dengan tatapan tajam dan dagu yang tegas.Ia sedang membaca laporan rutin pagi itu ketika pintu ruangannya diketuk dengan keras.TOK! TOK! TOK!"Masuk," katanya tanpa mengangkat kepala.Pintu terbuka. Seorang detektif muda dengan wajah pucat masuk dengan tergesa-gesa—napasnya terengah-engah, tangannya memegang setumpuk dokumen dengan erat."Pak! Ada berita penting!"Richard mengangkat kepalanya dengan alis terangkat. Jarang sekali bawahannya terlihat sepanik ini."Apa?"Detektif itu menelan ludah, lalu berkata dengan suara yang sedikit bergetar."Marcus 'The Reaper' Volkov... dia mati, Pak. Di markasnya. Tadi malam."Richard membeku.Keheningan singkat.Lalu—BRAK!!!Ia bangkit dari kursinya dengan c
Pria pekerja bertubuh sedang dengan wajah tegas itu berjalan mendekati Kael. Langkahnya gemetar, tapi ia memaksakan diri untuk tetap terlihat sopan.“Ta-tuan… dia sudah mati,” ucapnya pelan.Kael menoleh sekilas ke arah tubuh Diana—kepalanya hancur, darah berceceran di tanah, tubuhnya tidak lagi bernyawa. Kael mengamati sebentar, lalu mengangguk pendek.“Bagus,” katanya tenang. “Sekarang kau boleh pergi.”Wajah pria itu langsung berubah lega. “Te-terima kasih! Terima kasih banyak!”Ia hampir berlari ketika pergi, seolah takut Kael akan berubah pikiran jika ia menunda sedetik pun.Para pekerja lain memandanginya dengan iri—sangat iri.“Andaikan aku yang mengambil tugas itu,” gumam salah satu dengan nada menyesal.“Dia benar-benar pergi… kita masih di sini,” ujar pekerja lainnya lirih, penuh kecemasan.Kael menatap mereka satu per satu, lalu berbicara dengan nada datar namun tegas.“Turunkan kontainernya. Sekarang.”Para pekerja itu langsung mengangguk cepat—tak satu pun berani membanta
Kael berdiri dengan tenang di tengah dermaga, menatap keempat kultivator yang masih membeku dengan ketakutan, lalu menatap Diana dan para pekerja yang juga gemetar.Lalu ia bertanya dengan nada dingin."Siapa pemimpinnya?"Hening.Tidak ada yang menjawab.Semua orang diam, walaupun beberapa di antara mereka, terutama para pekerja, memandang Diana sebagai jawaban.Diana di sisi lain, juga diam—tidak mengatakan apa pun.Ia tidak perlu pintar untuk tahu bahwa dia akan bernasib buruk jika mengaku.Karenanya, ia menatap dingin para anggotanya—tatapan yang penuh dengan ancaman, yang memerintahkan mereka untuk menutup mulut!Kael menunggu beberapa detik.Namun tidak ada jawaban.Lalu ia berkata dengan nada tenang, namun di balik ketenangan itu, ada ancaman yang sangat mengerikan."Jika tidak ada yang mengaku, aku akan menganggap kalian semua sebagai pemimpinnya, dan tidak ada satu pun yang selamat!"Lalu—WUUUUUUMMMMM!!!Kael mengeluarkan sedikit energinya—sangat sedikit, hanya sebagian keci
PELABUHAN TUA - PUKUL 00:20 DINI HARI.Di sebuah pelabuhan tua yang gelap dan sepi, dengan dermaga kayu yang sudah lapuk dan lampu-lampu redup yang hampir mati, sebuah kapal kargo besar sedang bersandar di tepi dermaga.Para pekerja dengan wajah keras dan tatapan dingin sedang sibuk mengangkat dua kontainer besar dengan derek—kontainer besi yang berbobot lebih dari satu ton, dengan pintu yang tertutup rapat dan dikunci dengan gembok tebal.BANG! BANG! BANG!"TOLONG! KELUARKAN KAMI!""KUMOHON! SELAMATKAN KAMI!""TOLONG! SIAPAPUN?!"Teriakan minta tolong terdengar dari dalam kontainer—teriakan yang penuh dengan kepanikan, dengan ketakutan, dengan keputusasaan.Itu membuat seorang wanita yang berdiri di dekat kontainer—wanita bertubuh kekar seperti binaragawan, dengan otot-otot yang menonjol di lengan dan kakinya, berusia sekitar akhir 30-an—menatap kontainer dengan tatapan kesal.Namanya Diana "The Iron Lady" Cross.Ia adalah bos dari sebuah sindikat perdagangan manusia, sindikat yang s
Kael berdiri di tengah ruangan dengan tenang, menatap dua puluh preman yang berlari ke arahnya dengan senjata tajam dan beberapa senjata api.Lalu—Kael mengeluarkan sedikit auranya.WUUUUUUMMMMM!!!Aura perak yang sangat kuat meledak dari tubuhnya—aura yang menciptakan tekanan yang luar biasa besar, yang membuat seluruh gudang bergetar hebat.WHOOOOOOSSSSHHHHH!!!Sebagian besar preman langsung terlempar mundur dengan keras—tubuh mereka melayang di udara seperti daun yang tertiup angin badai.BANG! BANG! BANG! BANG!Beberapa dari mereka menabrak dinding dengan keras, tulang mereka retak, tubuh mereka jatuh dengan lemas.Beberapa menabrak tumpukan besi, kepala mereka berdarah, disertai pusing hebat.Bahkan beberapa menabrak rekan mereka yang lain, menciptakan tumpukan tubuh yang saling bertabrakan.Hanya dalam sekejap—Enam belas preman sudah tergeletak di tanah dengan luka-luka parah.Namun ada sekitar empat orang yang masih berdiri—empat preman dengan senjata api di tangan mereka.Me







