"Ada apa?" tanya Meliana setengah berteriak, ia rebut ponsel itu karena panik.
Rika masih tertegun dan tifak bisa menjawab apa-apa, baru saja tadi dia membuat status di status instagramnya, dalam sekejap banjir dukungan juga ada yang sudah tidak sabar untuk membeli, mereka percaya dengan pilihan Rika.
"Ini gila dan luar biasa, kita harus menemukan suplier yang tepat, Mel!" Rika genggam tangan Meliana yang bebas.
"Bener, kita harus temukan paling lambat besok pagi, ikan yang sudah mendekat tidak boleh kita sia-sia kan, mulai hubungi saja," putus Meliana, ia rela tidak tidur semalaman untuk menemukan suplier daster jawa tengah yang hits saat ini.
Satu per satu kontak mereka hubungi, menunggu jawaban yang beruntung sekali tengah malam masih dilayani, bahkan mereka dipersilahkan untuk masuk ke grup reseller daster itu.
"Bagus, beneran!" seru Meliana, ia tidak menyangka akan menemukan suplier sebagus ini.
"Apa kita beli banyak langsung, hem?"
"Jangan, Rik. Kita pedagang baru di sini, coba saja kita pesan satu seri, terus kita share ... Kalau banyak peminat lagi, kita buka sistem Po, begitu," jelas Meliana.
Ya, sebuah sistem agar mereka tidak menumpuk stok yang belum tentu laku di pasaran, terkadang pembeli ingin satu motif dalam jumlah yang banyak dan mereka tidak suka dipaksa dengan stok yang ada, harus selalu ada yang baru.
"Kenapa tidak berani mengambil satu karung saja, lebih murah loh?"
"Kita tes bahan dulu, mereka bakal beli lagi dan nyebarin ke orang lain kalau tahu kainnya bagus. Jangan sampai kita ambil banyak, ternyata kainnya mudah kusut dan panas, kita justru rugi," jelas Meliana.
Rika mengangguk paham, dia dalam hal semangat selalu nomor satu, tapi soal pertimbangan selalu Meliana yang terdepan.
Sampai pagi tiba dan keduanya tertidur sembari memegang ponsel, Rika sendiri sampai tertidur di atas meja makan, entah seperti apa ulahnya semalam.
Drrrttt ... Drrttt ....
Tangan Meliana mencari-cari di mana ponselnya yang sontak terlepas itu, matanya masih terbuka sebagian dan pandangannya buram, ia tidak bisa melihat jelas siapa yang menghubunginya.
"Hallo," sapa Meliana dengan suara parau khas bangun tidur.
"Siapa?" merasa tidak ada jawaban, Meliana ulang sekali lagi.
Meliana jauhkan ponselnya, ia lihat ulang nomor yang tertulis di sana, nomor asing yang baru kali ini menghubungi ponselnya, bukan juga nomor para suplier daster yang semalam ia simpan.
"Mel," suara lain mulai terdengar, Meliana dekatkan lagi ponsel itu ke telinga.
"Hallo, siapa?" kali ini mata Meliana terbuka lebar, kesadarannya sontak datang setelah suara serak getir terdengar.
"Hallo, Hei, siapa di sana?" ulang Meliana setengah berteriak, dia takut kalau ada orang yang bermaksud jahat.
"Maaf buat semuanya, Mel."
Tuuutttt ....
Panggilan itu pun berakhir tanpa Meliana tahu siapa pemilik suara serak getir itu, berulang kali Meliana bertanya, tapi dia hanya diam dan mengatakan hal yang aneh.
"Siapa, Mel?"
Bruk,
Rika terjatuh dari meja makan, tidak sadar kalau tertidur di sana, dengan santai memutar tubuh tanpa tahu ada di tepi meja.
"Astaga, kamu ini!" Meliana bantu temannya berdiri.
Setengah nyawa Rika kumpulkan pagi ini, ia gosok matanya yang berair dan terasa sangat panas, ia masih ingin tidur lagi.
"Mau minum hangat tidak?" tawar Meliana.
"Boleh, tadi siapa?"
"Entahlah, aku tanya berulang kali, tapi orang itu tidak menjawab, dia hanya memanggil namaku dan meminta maaf, mungkin dia salah sambung dan kebetulan namaku sama dengan tujuannya," jelas Meliana santai.
Tapi, tidak dengan Rika, batinnya yakin itu adalah nomor Arga, semalam ada pesan dari Juna yang mengatakan kalau Arga tengah menemui ibunya untuk meminta kejelasan.
Pasti Arga merasa terpuruk hari ini, itu menjadi alasan untuk Arga meminta maaf pada Meliana.
Tapi, darimana Arga mendapat nomor Meliana?
"Kau memikirkan sesuatu?" Meliana mengambil duduk di samping Rika yang melamun.
"Tidak, aku hanya tidak sabar daster satu seri pesanan kita itu datang dan aku akan mengambil gambarnya, pasti banyak yang pesan," jawab Rika berbohong.
Meliana mengangguk, "Itu gunanya kita sekolah dan bekerja dulu, mempunyai relasi yang bisa membantu kita di masa-masa seperti saat ini, bersiaplah dengan persaingan gila dunia online, Rik."
Rika jatuhkan tubuhnya, ia lebih suka menawarkan, tapi kalau sudah berurusan dengan hitungan uang, dia menyerah saja.
Berjualan online tidak semudah itu, banyak pesaing yang harus mereka imbangi, terutama urusan harga, barang sama, tapi harga lebih murah, itu membuat pusing kepala.
***
Semuanya sudah berakhir sejak Meliana mengungkap kebenaran yang ia simpan rapat sejak dulu.
Ia bisa tersenyum lebar saat ini, memulai hari baru sebagai seorang pedagang daster online.
"Infonya hari ini datang, kita ambil keuntungan sepuluh ribu per daster, untuk sementara ini, kalau kita beli lebih banyak, pasti keuntungannya akan berlipat," ungkap Meliana.
"Apa kau tidak berminat untuk berjualan langsung?"
"Di mana? Kita tidak punya modal untuk menyewa tempat."
"Di taman matahari tenggelam itu, setiap minggu pagi selalu ada orang yang berjualan di sana sampao sore, kita cukup membayar biaya kebersihan saja," jelas Rika.
Meliana tampak berfikir, "Bukankah hanya pedagang makanan di sana?"
"Ada yang berjualan baju dan aksesoris juga, waktu itu kau tidak mau aku ajak berkeliling, hanya berhenti di satu makanan saja."
Ah, Meliana jadi teringat rasa malas yang bersarang di dalam dirinya waktu itu, dia masih beradaptasi dengan status baru dan pertemuan tidak sengaja dengan Arga.
"Apa kau takut bertemu dengan-"
"Tidak, kita fikirkan saja masalah pekerjaan ini. Kapan kita bisa menyewanya?"
"Tidak perlu sewa, kita hanya datang lebih pagi saja untuk berebut tempat dengan pedagang yang lain, tidak akan ada yang bertengkar di sana, itu sudah biasa."
Meliana mengangguk setuju, setelah pesanan pertama ini datang dan hasilnya bagus, dia akan mengambil dalam jumlah yang lebih banyak agar bisa membawa ke taman untuk berjualan langsung.
"Apa harganya dibedakan nanti?"
"Jangaaan ... Kita harus konsisten, harga pas karena di sana kita juga mempromosikan akun online shop kita, kalau berbeda, aku takut mereka protes nanti," jelas Rika, dia hafal pelaku pasar selama ini, apalagi dia sendiri termasuk pembeli yang banyak bicara.
Mulai malam ini mereka akan memposting semua barang yang datang, banyak harapan dan doa yang mereka langitkan, bagaimanapun usaha ini diharapkan bisa untuk jangka panjang.
Tidak ada gaji bulanan lagi, mereka harus berusaha keras untuk memenuhi semuanya sendiri.
"Kau tidak berfikir untuk menikah?"
"Tidak, maksudku masih belum."
"Kenapa? Kau takut gagal?"
Rika gelengkan kepalanya, "Gagal atau tidak itu sudah takdir, Mel. Aku hanya merasa belum mantap saja untuk menikah, aku mau mencari tabungan dulu," jelasnya. "Kau sendiri, apa mau menikah lagi?"
Meliana menoleh dengan kedipan yang dalam, kemudian ia menunduk seolah ada beban yang tidak ingin ia ulang.
"Bagaimana respon mereka?" Meliana tidak sabar dengan hasil posting pertama yang Rika lakukan.Jujur saja, dalam hal media sosial dan segalanya yang berhubungan dengan jaringan luas itu, Rika lah penguasanya.Meliana kalah jauh, disamping itu dia juga sudah lama tidak aktif di media sosial, otomatis banyak teman yang sudah lupa dan hilang."Sold out," ucap Rika sembari membusungkan dadanya."Benarkah?" Meliana pastikan ulang, dan memang benar adanya, dasyer satu seri itu hampir menjadi rebutan teman-teman Rika dulu di kantor.Meliana juga kenal, tapi tidak terlalu akrab.Semua ingin mencobanya hari ini, mau tidak mau Meliana dan Rika harus mengantar ke kantor, tempat di mana mereka dulu mencari rezeki.Meliana siapkan semuanya, termasuk nota, semua harus tercatat rapi hingga mereka bisa membuat kesimpulan selama bulan pertama percobaan usaha ini.
Arga sugar rambutnya ke belakang berulang kali, ia mengesah tanpa henti karena keberaniannya menahan langkah Meliana tadi."Kau yakin hanya membayangkan saja tadi?" Juna lebih panik dari Arga."Hem, aku hanya membayangkan saja saat aku melihat wajanya.""Sungguh, aku tidak tahu apa yang akan terjadi kalau sampai kau benar-benar mengatakan hal itu pada Meliana, dia bisa saja pergi dari kota ini," jelas Juna, menguap sudah kepanikannya."Aku juga berfikir seperti itu." Arga menunduk, ia hela nafas berulang kali sampai dirasa ia benar-benar tenang.Tadi, dia memang menahan Meliana dan memojokkan gadis itu, tapi belum sempat ia berkata apa-apa, bayangan buruk dari ucapan yang jujur dari hatinya itu sudah membuatnya ketakutan.Meliana pasti tidak akan pernah mau menemuinya lagi meskipun itu tidak sengaja, Arga mau tidak mau harus menahan diri yang mulai sadar kalau sampai detik ini dia masih sangat mencintai Me
Tidak ada satu panggilan pun yang Meliana jawab, ia yakin sedari tadi Rika menunggunya di rumah dengan banyak barang yang siap untuk mereka ambil gambar dan posting.Tapi, di sinilah Meliana berhenti, di tempat yang dia benci untuk pertama kali datang sekaligus, tempat di mana ia bertemu dengan Arga setelah sekian lama terpisah.Meliana menunduk dan tenggelam dalam siksaan batinnya, lagi-lagi nasib tidak berpihak kepadanya."Kenapa aku harus bertemu dengan wanita kejam itu lagi?" tangisnya terdengar memiluhkan.Mata bengkak dengan air mata yang tidak mau berhenti itu seolah menjadi tanda seberapa parah dan pedihnya hal yang menimpa Meliana hari ini.Dia bertemu lagi dengan ibu Arga,Wanita itu berdiri menghalangi motor Meliana yang hendak masuk ke area dekat rumah kontrakan, entah dari mana wanita itu tahu tempat tinggal baru Meliana, yang jelas pertemuan itu terjadi hari ini.Neni berga
"Kenapa tidak pernah berbagi dengan Ayah, Nak?" tanya Heri, batinnya teriris mendengar kebenaran yang selama ini Meliana sembunyikan darinya.Sebuah kenyataan pahit yang sama sekali tidak pernah diimpikan banyak orang dalam hidupnya."Apa menurut Ayah pilihan yang aku buat ini benar? Aku sungguh tidak bertujuan apapun selain memperbaiki kondisi tubuhku, itu saja."Heri mengangguk, "Apa yang sudah kamu pilih itu yang terbaik, kita tidak perlu berubah karena orang lain, tapi berubahlah karena memang ada hal yang perlu kamu perbaiki dalam hidupmu, orang lain hanya penikmat, sedang kita yang merasakan manfaatnya nanti. Ayah yakin kamu akan semakin merasa sehat dan bisa lincah berjualan bersama Rika," jawab Heri sembari memeluk putrinya.Gadis kecil yang ia besarkan dengan penuh cinta meskipun banyak kekurangan yang membuat Meliana tidak tumbuh seperti anak-anak lain seusianya, banyak yang Meliana lewatkan, tapi itu semua Heri b
Ada rasa yang tidak biasa ketika mereka berdua bertemu, Meliana yang ragu-ragu untuk tersenyum dan mata Arga yang malu-malu untuk mengakui kalau ini adalah hal yang ia tunggu-tunggu.Canggung, itu yang terjadi saat ini, baik Meliana maupun Arga sama-sama tidak tahu harus berbuat apa dan memulai pertemuan ini dengan sapaan apa.Meliana angkat satu tangannya, melambai kaku pada Arga yang sontak berjalan mendekat.Jujur, ingin Arga peluk gadis yang tengah berdiri di depannya itu, tapi ia tidak mau gegabah, Meliana sudah mau menemuinya saja itu hal yang patut ia syukuri dalam-dalam."Ha-hai," sapa Meliana gugup.Arga tersenyum canggung, "Ha-hai juga," balasnya dengan suara bergetar, kakinya saja tidak bisa tenang berdiri di dekat Meliana."Kenapa?" Meliana tunjuk kaki Arga yang bingung mau bergaya seperti apa."Tidak, ak-aku ... Gugup, Mel."Meliana tergelak mendengarnya, tawa ya
Minggu pagi, bagi mereka yang pekerja kantoran, hari ini adalah hari malas sedunia atau hari di mana mereka bisa sepanjang waktu bersama keluarga untuk menyegarkan fikiran.Berbeda dengan para pedagang seperti Meliana dan Rika, dua gadis berparas manis nan cantik itu sibuk menata barang dagangan dengan peralatan seadanya, beberapa daster ada yang terpajang, ada juga yang masih terlipat rapi.Daster Rumah Holic, itu nama toko online yang Rika dan Meliana buat.Ini hari pertama mereka membuka dagangan di depan umum dan langsung bertemu dengan pelanggan yang tentu belum mengenal, sebagian mata sudah melirik dan mencuri pandang saat Meliana sibuk menata barang dagangannya itu, ada jutga yang sudah sempat mampir dan berjanji kembali lagi setelah semuanya beres."Kita mulai ya," ucap Meliana bersemangat.Rika mengangguk, ia baru saja selesai memasang stand banner dan beberapa lebel harga, semua yang terpajang di sana siap u
"Aku ingatkan sekali lagi, jangan usik dan atur hidup Arga!" ulang Harto tegas.Ia sudah muak dengan semua rencana Neni selama ini, bukan membuat bahagia Arga, tapi justru sengsara, sampai detik ini hanya senyum sekilas saja yang mampir pada diri Arga, tidak selamanya."Dia anakku!" balas Neni."Dia anakku juga dan kau ... Tolong, hentikan drama bodohmu itu, dia tidak akan pernah bahagia dan biarkan kali ini dia menjalani hidupnya dengan tenang!"Harto tahu niat Neni dan tujuannya itu baik, tapi cara yang Neni terapkan pada Arga salah, selama ini Arga tidak menjadi dirinya sendiri.Arga terlalu patuh dan penurut pada Neni sejak kecil, lambat laun Arga tampak terpaksa, selalu ada keluh kesah yang ia sembunyikan dari Neni selama ini."Kau ingin anakmu bahagia, biarkan dia bahagia, biarkan dia menjadi dirinya sendiri, bukan boneka yang kau gerakkan agar kau yang harus bahagia, aku muak dengan semua ini!" tega
"Kau yakin baik-baik saja, Mel?" tanya Arga untuk kesekian kalinya."Iya, tenang saja." Meliana teguk minuman yang Arga pesankan.Ini bisa menjadi kencan pertama mereka setelah banyak purnama yang terlewati, wajah cantik dan manis Meliana yang tidak pernah pudar dan pandangan penuh kekaguman yang juga tidak mau pergi dari mata Arga."Jangan melihatku seperti itu, aku malu!""Ehehheheh, aku rindu, Mel."Rona merah kembali beranii tampil di wajah Meliana, ia setengah menunduk membalas tatapan Arga, hilang sudah rasa sakit di sekujur tubuhnya karena ulah Neni tadi, wanita itu benar-benar tidak akan merestui mereka sampai kapanpun.Anehnya, tidak ada yang tahu alasan pasti dari perlakuan buruknya itu, bila membahas kekurangan Meliana, itu bukan hal yang bisa membuat dendamnya mendarah daging, bahkan sampai Neni tidak bisa memaafkan atau memberi kesempatan seperti para ibu lainnya, Meliana yakin ada hal lain ya