"Bagaimana respon mereka?" Meliana tidak sabar dengan hasil posting pertama yang Rika lakukan.
Jujur saja, dalam hal media sosial dan segalanya yang berhubungan dengan jaringan luas itu, Rika lah penguasanya.
Meliana kalah jauh, disamping itu dia juga sudah lama tidak aktif di media sosial, otomatis banyak teman yang sudah lupa dan hilang.
"Sold out," ucap Rika sembari membusungkan dadanya.
"Benarkah?" Meliana pastikan ulang, dan memang benar adanya, dasyer satu seri itu hampir menjadi rebutan teman-teman Rika dulu di kantor.
Meliana juga kenal, tapi tidak terlalu akrab.
Semua ingin mencobanya hari ini, mau tidak mau Meliana dan Rika harus mengantar ke kantor, tempat di mana mereka dulu mencari rezeki.
Meliana siapkan semuanya, termasuk nota, semua harus tercatat rapi hingga mereka bisa membuat kesimpulan selama bulan pertama percobaan usaha ini.
"Apa kau akan ke kantor bersama Meliana?" Juna tiba-tiba menghubungi Rika diam-diam.
"Siapa yang memberitahumu?" Rika memelankan suaranya, bahkan ia menjauh ke teras rumah.
Ia berbohong mendapat panggilan dari salah satu teman kantor yang memesan daster pada Meliana.
"Semua pekerja wanita di sini membahas itu, daster online Meliana dan Rika. Apa kau akan mengajaknya?"
"Hem, jelas dia ikut, kami satu tim, kenapa?" curiga kalau Arga meminta Juna untuk mencari waktu pada dirinya.
"Tidak apa-apa, aku harap Meliana tidak melihat Arga nanti."
"Ada apa? Terjadi sesuatu?"
Juna ceritakan semua, kondisi Arga sangat tidak baik, dia jarang berkomunikasi selain masalah pekerjaan, itu pun seperlunya saja, Arga juga kehilangan selera makan, dia menjadi lebih suka marah-marah.
"Katakan padanya, jangan seperti anak kecil!" ucap Rika kesal.
"Mau dia berkata tidak berulang kali tentang Meliana, aku yakin sampai detik ini nama Meliana masih ada di hatinya, itu terlihat jelas sekali."
Masa bodoh, Rika putus sambungan telephone itu, senyum Meliana baru saja merekah, dia tidak tega untuk membuat temannya itu menangis lagi.
Benar apa yang Juna katakan, hal itu pun juga Rika lihat dari Meliana.
Walau berulang kali Meliana mengatakan tidak akan menemui Arga, semua itu bertolak belakang dengan percikan harapan yang tampak jelas dari sorot matanya.
Apa ini yang dikatakan cinta lama bersemi kembali?
Apa mereka memang berjodoh untuk menjadi sepasang kekasih sehidup-semati?
Rika hampiri Meliana yang sudah selesai bersiap, ia ambil kunci motor itu dan memakai jaket tebal.
Dia harus menutup mulut sampao tiba di sana dan kembali pulang, bergaya seolah tidak ada apa-apa agar tidak merusak mood Meliana.
"Berat tidak?" Meliana merasa motor itu semakin turun.
"Jelas tidak, daster itu tidak terlalu berat, hanya beberapa pcs saja, aku yang berat dan motormu tidak sanggup menerima kenyataan," jelas Rika setengah kesal.
Sesama wanita dilarang membahas masalah berat badan, itu titik sensitif sampai detik ini.
***
"Rik, mereka tahu kan kalau kita nunggu di sini?"
"Hem, aku sudah mengirim pesan kalau kita menunggu mereka di depan loby." jawab Rika sembari mengulas senyuk guna menyapa keamanan di sana.
Salah satu teman mereka turun dan melambaikan tangan, meminta Meliana dan Rika masuk karena mereka ingin melihatnya di dalam.
Rika sempat ragu, tapi Meliana mengatakan kalau mereka harus profesional dalam bekerja, Meliana tidak mau membuat pelanggan merasa tidak nyaman.
"Masuklah, atasan semua sedang meeting, kita bebas mencobanya di sini!" ucap mantan rekan kerja Meliana dengan riang.
Satu seri daster itu pun mulai dibuka, ada yang menjerit girang, ada juga yang menjerit tidak suka karena terlambat pesan, dan masih ada yang merengek pada Rika agar segera membuka Po berikutnya.
Tawa Meliana pecah di sana, iankira teman-teman di sana sudah melupakannya yang cenderung pendiam selama bekerja, ternyata tidak, atau mungkin karena ada Rika juga di sini, suasan menjadi lebih mencair.
Bruk,
"Ah, maaf." Meliana bungkukkan sedikit tubuhnya, lalu ia ambil uang yang jatuh berhamburan.
Orang itu terdiam sampai Meliana selesai memunguti beberapa lembar uang dan salah satu temannya berkata, "Mel, dia anak baru di kantor ini, dia juga yang menggantikanmu, tidak perlu sopan-sopan pada junir, ehehe."
Rika sontak mematung, pasalnya Meliana belum melihat siapa yang baru saja ia tabrak.
Meliana angkat kepalanya, membawa senyum yang hendak ia berikan pada pegawai baru yang mempunyai mental kuat untuk menggantikan posisinya, bahkan orang lama saja memilih untuk mundur.
"Ha-" senyum itu pudar, berganti dengan wajah pias dan mata yang berpaling ke arah lain.
Ada jantung yang berdegub kencang di dalam sana, Meliana mengutuk dirinya sendiri yang terlalu lemah berhadapan dengan Arga.
Ini sudah lama dan banyak fase yang telah mereka lalui, tapi tetap saja hatinya sontak kembali seperti anak muda yang bertemu dengan pujaan hati mereka.
Tenggorokan Meliana tercekat, ia tidak mampu berkata apa-apa, memilih berpindah posisi ke dekat Rika yang menggantikan sapaan ramah pada Arga.
Ya, orang yang tidak sengaja Meliana tabrak itu Arga.
"Oiya, tadi ada yang harus mendapat kembalian berapa ya?" Rika alihkan perhatian, semua kembali membahas masalah daster untuk pesanan berikutnya.
Meliana berpamitan lebih dulu, dia beralasan ada panggilan dari suplier yang tidak bisa ia abaikan.
Ia berlari ke luar, memilih untuo menunggu Rika di depan loby saja.
Tapi, tangannya tertahan kuat, ia ingin menghindar dari Arga karena mereka sama-sama tahu cukup sulit untuk bersikap acuh bila mata sudah saling bersitatap.
"Lepaskan!" pinta Meliana memaksa.
Arga semakin kuat menyengkramnya, berulang kali ia bertekad tidak akan kalah saat bertemu Meliana, tapi ia akui selalu kalah.
Meliana dengan semua pesona di masa lalunya, bukan hanya hal yang patut ia kenang saja, tapi juga ia miliki seutuhnya.
"Ga, lepas!" Meliana tarik-tarik tangannya.
"Aku mau kita berteman lagi, Mel."
"Apa! Tidak," tolak Meliana. "Lepas, Ga!"
Arga tarik Meliana, memojokkan gadis itu ke sudut ruangan yang kebetulan sepi.
"Mau kamu apa?" nafas Meliana sudah memburu.
"Aku mau kita tidak saling menghindar seperti ini, kita ditakdirkan untuk bertemu lagi, Mel!"
"Tahu apa kamu tentang takdir, hah? Lepaskan aku!"
"AKU CINTA SAMA KAMU, MEL!" balas Arga mengeraskan suaranya yanh sejak tadi tertahan.
Meliana tercengang mendengarnya.
Niat itu ... Hari ini Arga patahkan niatnya untuk tidak membuka diri lagi, dia mau menikah lagi dan memulai hidup baru, asalkan itu Meliana yang bersamanya.
"Aku cinta sama kamu, maaf ... Maaf untuk semua yang sudah terjadi di masa lalu. Aku cinta sama kamu, Mel, sampai detik ini rasa itu masih sama," ujar Arga lirih.
Meliana pejamkan matanya yang mulai menitihkan air mata, bertepatan dengan kedua tangan Arga yang menakup wajahnya dan kening mereka saling menempel satu sama lain.
"Aku cinta sama kamu," bisik Arga sekali lagi, sontak bahu tangis tanpa suara itu pun pecah dari Meliana.
Arga sugar rambutnya ke belakang berulang kali, ia mengesah tanpa henti karena keberaniannya menahan langkah Meliana tadi."Kau yakin hanya membayangkan saja tadi?" Juna lebih panik dari Arga."Hem, aku hanya membayangkan saja saat aku melihat wajanya.""Sungguh, aku tidak tahu apa yang akan terjadi kalau sampai kau benar-benar mengatakan hal itu pada Meliana, dia bisa saja pergi dari kota ini," jelas Juna, menguap sudah kepanikannya."Aku juga berfikir seperti itu." Arga menunduk, ia hela nafas berulang kali sampai dirasa ia benar-benar tenang.Tadi, dia memang menahan Meliana dan memojokkan gadis itu, tapi belum sempat ia berkata apa-apa, bayangan buruk dari ucapan yang jujur dari hatinya itu sudah membuatnya ketakutan.Meliana pasti tidak akan pernah mau menemuinya lagi meskipun itu tidak sengaja, Arga mau tidak mau harus menahan diri yang mulai sadar kalau sampai detik ini dia masih sangat mencintai Me
Tidak ada satu panggilan pun yang Meliana jawab, ia yakin sedari tadi Rika menunggunya di rumah dengan banyak barang yang siap untuk mereka ambil gambar dan posting.Tapi, di sinilah Meliana berhenti, di tempat yang dia benci untuk pertama kali datang sekaligus, tempat di mana ia bertemu dengan Arga setelah sekian lama terpisah.Meliana menunduk dan tenggelam dalam siksaan batinnya, lagi-lagi nasib tidak berpihak kepadanya."Kenapa aku harus bertemu dengan wanita kejam itu lagi?" tangisnya terdengar memiluhkan.Mata bengkak dengan air mata yang tidak mau berhenti itu seolah menjadi tanda seberapa parah dan pedihnya hal yang menimpa Meliana hari ini.Dia bertemu lagi dengan ibu Arga,Wanita itu berdiri menghalangi motor Meliana yang hendak masuk ke area dekat rumah kontrakan, entah dari mana wanita itu tahu tempat tinggal baru Meliana, yang jelas pertemuan itu terjadi hari ini.Neni berga
"Kenapa tidak pernah berbagi dengan Ayah, Nak?" tanya Heri, batinnya teriris mendengar kebenaran yang selama ini Meliana sembunyikan darinya.Sebuah kenyataan pahit yang sama sekali tidak pernah diimpikan banyak orang dalam hidupnya."Apa menurut Ayah pilihan yang aku buat ini benar? Aku sungguh tidak bertujuan apapun selain memperbaiki kondisi tubuhku, itu saja."Heri mengangguk, "Apa yang sudah kamu pilih itu yang terbaik, kita tidak perlu berubah karena orang lain, tapi berubahlah karena memang ada hal yang perlu kamu perbaiki dalam hidupmu, orang lain hanya penikmat, sedang kita yang merasakan manfaatnya nanti. Ayah yakin kamu akan semakin merasa sehat dan bisa lincah berjualan bersama Rika," jawab Heri sembari memeluk putrinya.Gadis kecil yang ia besarkan dengan penuh cinta meskipun banyak kekurangan yang membuat Meliana tidak tumbuh seperti anak-anak lain seusianya, banyak yang Meliana lewatkan, tapi itu semua Heri b
Ada rasa yang tidak biasa ketika mereka berdua bertemu, Meliana yang ragu-ragu untuk tersenyum dan mata Arga yang malu-malu untuk mengakui kalau ini adalah hal yang ia tunggu-tunggu.Canggung, itu yang terjadi saat ini, baik Meliana maupun Arga sama-sama tidak tahu harus berbuat apa dan memulai pertemuan ini dengan sapaan apa.Meliana angkat satu tangannya, melambai kaku pada Arga yang sontak berjalan mendekat.Jujur, ingin Arga peluk gadis yang tengah berdiri di depannya itu, tapi ia tidak mau gegabah, Meliana sudah mau menemuinya saja itu hal yang patut ia syukuri dalam-dalam."Ha-hai," sapa Meliana gugup.Arga tersenyum canggung, "Ha-hai juga," balasnya dengan suara bergetar, kakinya saja tidak bisa tenang berdiri di dekat Meliana."Kenapa?" Meliana tunjuk kaki Arga yang bingung mau bergaya seperti apa."Tidak, ak-aku ... Gugup, Mel."Meliana tergelak mendengarnya, tawa ya
Minggu pagi, bagi mereka yang pekerja kantoran, hari ini adalah hari malas sedunia atau hari di mana mereka bisa sepanjang waktu bersama keluarga untuk menyegarkan fikiran.Berbeda dengan para pedagang seperti Meliana dan Rika, dua gadis berparas manis nan cantik itu sibuk menata barang dagangan dengan peralatan seadanya, beberapa daster ada yang terpajang, ada juga yang masih terlipat rapi.Daster Rumah Holic, itu nama toko online yang Rika dan Meliana buat.Ini hari pertama mereka membuka dagangan di depan umum dan langsung bertemu dengan pelanggan yang tentu belum mengenal, sebagian mata sudah melirik dan mencuri pandang saat Meliana sibuk menata barang dagangannya itu, ada jutga yang sudah sempat mampir dan berjanji kembali lagi setelah semuanya beres."Kita mulai ya," ucap Meliana bersemangat.Rika mengangguk, ia baru saja selesai memasang stand banner dan beberapa lebel harga, semua yang terpajang di sana siap u
"Aku ingatkan sekali lagi, jangan usik dan atur hidup Arga!" ulang Harto tegas.Ia sudah muak dengan semua rencana Neni selama ini, bukan membuat bahagia Arga, tapi justru sengsara, sampai detik ini hanya senyum sekilas saja yang mampir pada diri Arga, tidak selamanya."Dia anakku!" balas Neni."Dia anakku juga dan kau ... Tolong, hentikan drama bodohmu itu, dia tidak akan pernah bahagia dan biarkan kali ini dia menjalani hidupnya dengan tenang!"Harto tahu niat Neni dan tujuannya itu baik, tapi cara yang Neni terapkan pada Arga salah, selama ini Arga tidak menjadi dirinya sendiri.Arga terlalu patuh dan penurut pada Neni sejak kecil, lambat laun Arga tampak terpaksa, selalu ada keluh kesah yang ia sembunyikan dari Neni selama ini."Kau ingin anakmu bahagia, biarkan dia bahagia, biarkan dia menjadi dirinya sendiri, bukan boneka yang kau gerakkan agar kau yang harus bahagia, aku muak dengan semua ini!" tega
"Kau yakin baik-baik saja, Mel?" tanya Arga untuk kesekian kalinya."Iya, tenang saja." Meliana teguk minuman yang Arga pesankan.Ini bisa menjadi kencan pertama mereka setelah banyak purnama yang terlewati, wajah cantik dan manis Meliana yang tidak pernah pudar dan pandangan penuh kekaguman yang juga tidak mau pergi dari mata Arga."Jangan melihatku seperti itu, aku malu!""Ehehheheh, aku rindu, Mel."Rona merah kembali beranii tampil di wajah Meliana, ia setengah menunduk membalas tatapan Arga, hilang sudah rasa sakit di sekujur tubuhnya karena ulah Neni tadi, wanita itu benar-benar tidak akan merestui mereka sampai kapanpun.Anehnya, tidak ada yang tahu alasan pasti dari perlakuan buruknya itu, bila membahas kekurangan Meliana, itu bukan hal yang bisa membuat dendamnya mendarah daging, bahkan sampai Neni tidak bisa memaafkan atau memberi kesempatan seperti para ibu lainnya, Meliana yakin ada hal lain ya
Satu minggu setelah pertemuan tragis di cafe itu terjadi, hanya berbalas pesan dan suara saja yang Meliana dan Arga lakukan.Keduanya belum bertemu, Arga yang sibuk dengan tugas barunya, sedangkan Meliana bersama Rika melakukan perjalanan jauh untuk melihat secara langsung konveksi daster yang selama ini menjadi suplier mereka.Tidak pernah ada rindu yang besar seperti ini di dalam hatinya, mengulas sebuah rindu yang sempat terkubur di masa lalu."Kau datang hanya untuk membahas gadis kampung tidak sempurna itu, hah?" Neni terlihat kesal menyambut kedatangan putranya.Arga mengangguk, "Apa yang Ibu inginkan sebenarnya? Apa alasan Ibu menghalangi aku dan Meliana dari dulu?""Dia tidak-""Tidak sempurna karena dia sakit, tapi bukan berarti dia tidak bisa sembuh, Bu. Katakan apa alasan Ibu melakukan semua ini sampai hari itu juga menjadi jebakan untukku!" pinta Arga.Mungkin ini tidaklah benar ber