Share

Nikah Kontrak Demi Balas Dendam
Nikah Kontrak Demi Balas Dendam
Author: Apple Cherry

Bab 1 : Kesialan Aileen

Author: Apple Cherry
last update Last Updated: 2023-07-13 20:01:31

"Dia ini adalah tunanganku, Ai."

Aileen berdiri kaku. Jantungnya berdetak kencang, tapi bukan karena senang atau rindu. Perasaannya remuk begitu saja. Skenario yang ia rancang dalam pikirannya sejak kemarin—tentang kejutan manis untuk sang kekasih, pelukan hangat karena rindu, dan ciuman kecil di pipi yang biasa mereka lakukan—semuanya hancur berkeping-keping dalam satu kalimat itu.

“Tunangan?”

Suara Aileen gemetar, matanya menatap Rio dan wanita di sampingnya. Wanita itu cantik, rambutnya tergerai sempurna, gaya berpakaiannya mewah dan memikat. Dan yang lebih menyakitkan, ia menggenggam tangan Rio seperti sudah lama memilikinya.

Seketika, Aileen mencoba menyangkal apa yang baru saja dilihat dan didengarnya. "Mungkin hanya teman kuliah," pikirnya sesaat. Tapi lalu wanita itu tertawa sinis.

“Siapa sih cewek culun ini?” kata wanita itu sambil menyikut lengan Rio manja.

Aileen nyaris tak percaya. Wanita itu menyapanya dengan penuh cemoohan, tanpa rasa bersalah, seolah dirinya hanya sampah yang kebetulan nyasar.

“Dia pacarmu, Rio?” tanya wanita itu kembali.

Rio menunduk. Tidak menjawab. Tidak menyangkal. Tidak pula membela Aileen.

Deg.

Itu saja cukup menjadi jawaban. Dan dunia Aileen runtuh dalam sekejap.

“Aileen aku bisa jelaskan—”

Tamparan keras menghentikan kalimat Rio. Lalu satu tamparan lagi. Kali ini lebih kuat. Wajah Rio memerah, tapi Aileen tidak peduli.

“Diam, brengsek!”

Air mata Aileen menetes. Dadanya sesak. Ia bahkan tak bisa menarik napas dengan normal. Semua kepercayaannya, semua rasa sayangnya, semua momen yang ia pikir berarti... ternyata hanya kebodohan.

“Menjijikkan!!” Aileen menahan tangis, tapi suaranya pecah juga. Ia terlalu sakit.

Rio memegang pipinya. Ia tidak membalas. Tidak berusaha membela diri. Mungkin karena dia tahu, dia pantas diperlakukan seperti itu.

“Aku bodoh ya? Selama ini aku percaya kamu mencintaiku. Ternyata kamu cuma... menertawakan aku?”

“Aileen, aku mencintaimu. Tapi... aku juga mencintai dia. Lenka bisa memberiku masa depan yang aku—”

“Berhenti!!!” teriak Aileen. “Jangan sebut-sebut cinta kalau kau tidak tahu artinya.”

Lenka tertawa sinis di belakang Rio. “Sudahlah, kamu hanya pelarian buat dia. Lihat dirimu, bahkan dari cara berpakaian saja, kamu kelihatan murahan.”

Aileen membalas dengan tatapan tajam. Ia tak sudi menjawab hinaan itu. Ia terlalu lelah untuk berdebat. Hatinya sudah terlalu hancur.

“Kita putus saja, Aileen,” kata Rio akhirnya.

Seketika, Aileen tertawa kecut. “Kau pikir aku masih ingin bertahan setelah semua ini?”

---

Hari-hari Aileen berjalan seperti biasa, tapi hatinya tidak. Pencapaiannya tak berubah: ia tetap pintar, tetap mandiri, dan berasal dari keluarga berada. Tapi kali ini, ada lubang besar di hatinya. Ia tidak hanya dikhianati. Ia dihina, dipermalukan, dan ditinggalkan.

“Aku ini wanita bodoh,” gumamnya.

Ia mengingat semua hal yang ia lakukan demi Rio. Tabungan yang ia kumpulkan sejak lama, ATM yang ia serahkan begitu saja, dan kata sandi yang ia berikan tanpa syarat—semuanya lenyap.

Ia buru-buru membuka mobile banking. Tangan Aileen gemetar saat menekan tombol cek saldo. Dan saat angkanya muncul, ia nyaris menjatuhkan ponselnya.

“Tidak...” bisiknya. “Uangnya hilang?”

Hanya tersisa ratusan ribu rupiah. Semua dana yang ia kumpulkan bertahun-tahun lenyap. Rio sudah mengurasnya.

“Argh! Dasar tolol, Aileen!”

Ia mengumpat pada dirinya sendiri. Ia ingin marah, tapi hanya bisa menahan air mata. Dendam mulai membara.

Aileen membuka blokir nomor Rio dan meneleponnya.

“Rio! Kembalikan uangku!”

Namun yang menjawab malah suara wanita.

“Halo, culun? Kami sedang bercinta, kau ganggu saja!”

Klik.

Telepon ditutup.

“Bercinta?” Aileen terhuyung, tubuhnya lemas seperti kehilangan kekuatan.

Orang-orang berlalu-lalang di sekitar trotoar, tapi Aileen merasa dirinya sendirian. Seperti dunia menertawakan kepercayaannya.

Dia berharap Rio akan menyesal. Tapi ternyata Rio bahkan tidak menganggapnya layak dihormati.

“Aku pantas diperlakukan begini?” bisiknya, menatap langit yang mendung.

Tapi satu hal yang kini pasti: Aileen tidak akan membiarkan dirinya hancur. Tidak lagi.

Rio harus membayar semuanya. Perlahan, tapi pasti.

**

Tubuh Aileen masih berdiri limbung di trotoar kota yang padat. Langit mendung, seperti memantulkan isi hatinya. Setiap langkah kaki yang lalu-lalang di sekitarnya terasa asing, seolah dunia terus berjalan, sementara hidupnya berhenti di satu titik menyakitkan bernama pengkhianatan.

Air matanya tak mau berhenti mengalir. Bukan lagi soal cinta yang dikhianati, tapi harga diri yang dipermainkan dan diinjak-injak begitu hina.

Dia memeluk tubuhnya sendiri, bukan karena dingin, tapi karena ingin tetap merasa utuh.

"Ya Tuhan... aku ini bodoh sekali..."

Pikirannya melayang pada setiap momen kebersamaan dengan Rio—cara pria itu mengusap rambutnya lembut, memeluknya saat dia takut gelap, mencium keningnya dan berbisik, "Kau satu-satunya wanita yang kuinginkan."

Dan ternyata, itu semua hanya ilusi. Kata-kata manis itu tak lebih dari racun yang membiusnya perlahan. Rio bukan pria yang mencintainya... dia hanya pria yang pintar memanfaatkan celah kelemahan hati perempuan yang terlalu percaya.

---

Setibanya di kosan, Aileen langsung mengunci diri di kamar. Ia menyalakan lampu, tapi tak sanggup melihat wajahnya sendiri di cermin. Ia mendekat perlahan. Di depan pantulan bayangan itu, ia seperti melihat sosok asing—mata sembab, rambut berantakan, pipi basah, dan senyum yang sudah lama menghilang.

"Kenapa aku terlihat seperti pecundang?" bisiknya dengan suara bergetar.

Ia membuka lemari dan menemukan kotak kecil yang dulu berisi surat-surat cinta dari Rio. Ia membacanya satu per satu. Tangannya gemetar, suaranya pecah saat membacakan isi surat terakhir.

"Aileen, kamu wanita paling tulus yang pernah kukenal. Jika suatu hari aku menyakitimu, tolong ingatkan aku betapa berartinya kamu buatku."

Dengan napas tersengal dan dada sesak, Aileen meremas kertas itu hingga hancur.

“Rio, kau bukan cuma menyakitiku... kau menghancurkan semua yang kupahami tentang cinta…”

---

Malam itu, Aileen tak makan, tak minum. Ia hanya berbaring memeluk dirinya sendiri, memejamkan mata yang tak sanggup tidur. Di luar, hujan mulai turun. Dan di dalam kamar sempit itu, suara isak tangis lirihnya menjadi satu-satunya musik malam.

“Kalau aku hilang… mungkin tak ada yang peduli,” gumamnya lirih.

Ponselnya berbunyi. Harapannya sempat melonjak, mengira Rio menelepon untuk meminta maaf. Tapi ternyata itu hanya notifikasi spam.

Ia tertawa kecil. Tawa getir yang membuat dadanya makin perih.

“Aku lucu, ya? Masih berharap sesuatu dari pria yang mencuri uangku, lalu tidur dengan wanita lain.”

Tangannya meraih secarik kertas dan mulai menulis. Bukan surat bunuh diri. Tapi surat untuk dirinya sendiri. Sebuah catatan hati dari gadis yang baru saja kehilangan rasa percaya pada dunia.

"Aileen, kau memang bodoh. Tapi itu bukan dosa. Kau hanya terlalu percaya pada cinta yang salah. Maafkan dirimu. Dunia mungkin tak adil, tapi itu bukan alasan untuk berhenti percaya bahwa kau pantas bahagia."

Air matanya jatuh menodai tulisan itu. Tapi Aileen membiarkannya.

Itu bukan hanya tinta, itu adalah bukti bahwa ia pernah hancur… dan sedang mencoba untuk bangkit.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Nikah Kontrak Demi Balas Dendam   Bab 89 : Ciuman Yang Menghidupkan

    Ruangan kerja Aileen terasa berbeda hari itu. Meskipun sinar matahari menyinari meja dan sofa favoritnya, ada hawa dingin yang menggantung di udara. Hawa yang berasal dari satu benda kecil… amplop cokelat itu.Ia berdiri mematung di depan mejanya. Matanya menatap benda yang sejak hari pertama terasa seperti bom waktu. Amplop itu terselip rapi di dalam laci, tak pernah disentuh, tapi tak pernah juga benar-benar dilupakan.Kata-kata Albani terngiang di telinganya:> “Jangan buka itu sendirian, Sayang. Aku tidak mau kau menghadapi hal-hal buruk tanpa aku.”Tapi hari ini, Aileen merasa... cukup kuat. Dia sudah terlalu lama membiarkan tanda tanya mengendap di dalam hatinya. Dia mencintai Albani, benar. Tapi bukankah kepercayaan juga berarti berani melihat kebenaran?Tangannya gemetar saat menarik amplop itu keluar. Ia menatapnya sejenak, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.“Kalau pun ini menyakitkan,” bisiknya lirih, “aku akan menghadapinya.”Dengan napas yang berat, Aileen mero

  • Nikah Kontrak Demi Balas Dendam   Bab 88 : Dekapan di Ujung Malam || Bayangan Iri yang Membusuk)

    Suasana di ruang rawat intensif kini jauh lebih tenang. Lampu temaram menyinari wajah pucat Albani yang kini mulai menunjukkan rona kembali. Di sisi ranjang, Aileen duduk sambil menggenggam tangan suaminya erat—tak mau melepas sedetik pun.“Sayang, kau yakin tidak pusing lagi?” bisik Aileen lembut sambil membelai rambut Albani yang sedikit berantakan.Albani tersenyum kecil, meski jelas tubuhnya masih lemah. “Aku tidak pusing... tapi jantungku sedikit berdebar.”Aileen langsung cemas. “Berdebar? Apa aku harus panggil dokter?”“Berdebar karena kau ada di sini, di dekatku, dengan wajah secantik itu...” lanjut Albani, senyum nakalnya mulai muncul.Aileen langsung mencubit pelan lengan Albani. “Al! Kau sedang sakit, masih bisa bercanda begitu?”“Aku sakit, iya. Tapi bukan berarti kehilangan akal sehat.” Ia menarik pelan jemari Aileen, menciumnya satu per satu. “Apa kau tahu, hanya dengan aroma tubuhmu saja aku bisa lupa rasa sakit ini.”“Al...” Aileen menunduk, wajahnya merona. Tapi senyu

  • Nikah Kontrak Demi Balas Dendam   Bab 87 : Niat Jahat

    “Kenapa selalu wanita itu yang menang?” desis Marsha geram, melempar ponselnya ke atas tempat tidur. Ia tak mengerti, bagaimana bisa nasib begitu memihak Aileen. Padahal Marsha sudah menyusun rencana matang. Ia sudah menyerahkan amplop cokelat berisi foto dan dokumen masa lalu Albani yang kelam kepada sekretaris Aileen, Hasya. Amplop yang seharusnya menjadi senjata pemusnah rumah tangga Aileen. Marsha memijat pelipisnya. “Apa amplop itu belum dibuka? Atau Hasya tidak menyerahkannya?” Dugaan itu membuatnya semakin kesal. Ia ingat betul, ekspresi Hasya saat menerima amplop itu memang mencurigakan. Wajahnya tegang, bahkan seolah menolak secara halus. Dan kini Marsha yakin, amplop itu tidak sampai ke tangan Aileen. “Aku harus bertindak,” gumamnya lirih. Marsha membuka laptopnya dan mulai menelusuri media sosial, mencari celah baru. Ia menyimpan beberapa video lama yang memperlihatkan Albani di masa lalunya, saat masih dekat dengan wanita lain sebelum menikah dengan Aileen. Salah satu

  • Nikah Kontrak Demi Balas Dendam   Bab 86 : Lebih Baik Punya Penyesalan

    Aileen duduk di bangku tunggu luar ruang ICU, jari-jarinya menggenggam erat kerah bajunya sendiri. Jantungnya tak karuan. Setiap detik menunggu terasa seperti siksaan.Martin berdiri di sampingnya, tangan ayah mertuanya menepuk pelan pundaknya. “Tenang, Nak. Dokter akan melakukan yang terbaik.”Namun Aileen hanya bisa menggeleng. “Tadi dia baik-baik saja, Pa. Lalu kenapa tiba-tiba... begitu?”Martin menghela napas panjang. “Kadang trauma kepala memang bisa muncul tiba-tiba. Tapi yang harus kau percaya, Al akan kuat.”Melani berdiri di seberang mereka, memperhatikan Aileen dengan tatapan yang... berbeda. Ada rasa bersalah, ada penyesalan, dan bahkan ada rasa sayang yang masih kaku dan tertahan.“Apa... apa ini karena aku memberitahunya bahwa aku hamil?” lirih Aileen dengan suara gemetar.Melani ikut terduduk. Suaranya pelan, nyaris seperti ibu sejati. “Itu bukan salahmu. Justru kau membawa kebahagiaan untuk anakku.” Ia menatap perut Aileen, lalu menarik napas. “Mungkin memang belum wak

  • Nikah Kontrak Demi Balas Dendam   Bab 85 : Siuman

    Melani membeku, ia hanya bisa menangisi segala fakta yang baru terungkap. Bahkan Melani kini tidak tau apa yang harus diperbuat. Ia sudah salah paham, tapi tindakannya selama ini terlalu kentara saat membenci Aileen, ternyata selama ini bukan Aileen yang seharusnya ia jauhi, tapi melainkan Marsha.. Wanita itu terlalu terpengaruh oleh mulut manis dan hasutan Marsha, tanpa melakukan investigasi lebih lanjut tentang fakta kebenaran berita itu. Lalu kalau sudah begini, ia sendiri jadi bingung, apa yang harus dilakukan. Apa dia mungkin dimaafkan, sementara tabiat buruknya sudah sangat amat berlebihan. "Nyonya, kenapa Anda malah di sini?" Seseorang muncul, bertanya dengan nada lembut dan sopan. Saat Melani yang berjongkok lalu mendongak, wajah itu malah tersenyum, meski ada keraguan. "M-Maaf, bukan maksud saya menganggu Anda. Tapi Al sudah siuman. Anda ibunya, tentu lebih berhak untuk melihat kondisi Al lebih dulu." "Al sudah siuman?" Aileen agak kaget, melihat wajah Melani yang

  • Nikah Kontrak Demi Balas Dendam   Bab 84 : Fakta Yang Terkuak

    "Al bagaimana Tante???" Dalam kondisi lemah, Aileen kembali ke ruangan ICU tempat suaminya kini dirawat. Lalu Melani, mama mertuanya malah sedang berdua dengan seorang wanita. Tampak belakang, sepertinya Aileen pernah melihat wanita itu. "Bu Aileen, sepertinya aku pernah lihat wanita itu," kata Hasya. "Benarkah, Hasya?" Martin buru-buru berlari ke arah sang istri. Ia menarik tangan Melani, membawanya pergi untuk bicara. Tak lupa, Martin juga membawa wanita yang bersama istrinya pergi dengannya. "Om lepaskan!!" "Martin kau apa-apaan sih!" Keduanya tampak kesal. "Kau ngapain ajak dia ke rumah sakit! Kau sadar kan Al tidak suka dia muncul di depan Aileen!!" tegasnya pada Melani. "Kau juga, apa kau wanita rendahan, Marsha!!" . "Om cukup ya. Aku kemari karena mencemaskan Al. Kenapa om malah memakiku sih??" "Cemas katamu? Apa kau punya hak untuk itu?" "Jelas aku punya hak!!" tegas Marsha, ia seolah tidak takut pada siapapun, termasuk orang tua Albani sekalipun. "Cukup

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status