Home / Rumah Tangga / Nikah Kontrak Demi Balas Dendam / Bab 5 : Kontrak Kesepakatan

Share

Bab 5 : Kontrak Kesepakatan

Author: Apple Cherry
last update Last Updated: 2025-01-16 23:05:35

Aileen termenung di balkon apartemen sambil memikirkan penawaran dari Albani. Pria asing itu ternyata cukup membuatnya terkejut. Ia ingin menolak tawaran pria itu, tapi setelah dipikir-pikir mungkin saja ini jalan dari Tuhan agar rasa sakitnya bisa terbalaskan. Namun, apa Tuhan merestui pernikahan kontrak, pikirnya ragu.

Setelah nomor Rio kembali ia blokir, ia tak perlu cemas memikirkan telepon masuk dari laki-laki brengsek itu. Hanya saja, Aileen belum puas mengingat Rio sudah menguras tabungan miliknya. Ia ingin marah, tapi itu semua terjadi salah satunya karena kebodohan dia sendiri.

Suara ponselnya berdering, mamanya menghubungi.

"Halo, Ma."

"Iya, Ai udah ketemu sama yang namanya Albani."

Aileen menghela napas. Mamanya kedengaran tak sabar ingin tahu pendapatnya tentang pria itu.

"Ya, menurut Ai sih lumayan."

Aileen tidak tau harus berkata apa. Ia nyaris saja mengacaukan acara perkenalan itu karena emosi luar biasa.

"Hem, mungkin kita harus saling kenal dulu, Ma. Apa harus buru-buru begitu?"

Kini ia terjebak. Situasi tak terduga membuatnya tidak bisa mengelak lagi. "Jadi, mama udah setuju? Tapi, Ma, Ai kan belum bilang mau!"

Memang ia mulai tertarik menerima tawaran Albani. Tapi jika harus menikah dalam waktu dekat. Apalagi mamanya bilang bulan depan, rasanya ia sampai tercekat. "Ya Tuhan, minggu ini? Tapi, Ma, kenapa? maksudnya kenapa harus buru-buru sih. Kesannya kayak Ai udah di apa-apa kan dan harus segera menikah!" sentaknya pada sang mama.

Namun mamanya tetap kekeh, lagi-lagi wasiat mendiang papanya sebagai alasan.

"Kapan papa bilang gitu ke mama? Kayaknya dulu sebelum papa meninggal nggak pernah deh papa bilang tentang ini ke Ai!"

Aileen mengurut kening, ia benar-benar panik. Tak mungkin begini, ia belum siap jika buru-buru jadi istri.

"Astaga. Intinya Ai nggak mau kalau minggu ini, Ma!"

Aileen menutup panggilan itu begitu mendengar mamanya bersikeras memaksa. "Gila. Kenapa mama malah maksa begini, sih!"

Tak lama kemudian panggilan lain masuk. "Al?"

Itu panggilan dari Albani. "Ya, halo. Ada apa?"

Aileen mengerutkan kening. "Sekarang?"

***

Aileen menyesap jus jeruk pesanannya sambil melihat pemandangan kota di malam hari. Sambil menunggu Albani yang katanya sedang di perjalanan menuju ke tempat keduanya janjian. Albani bilang ada hal yang penting harus disampaikan. Aileen penasaran, karena sepertinya itu berhubungan dengan rencana pernikahan.

"Maaf saya terlambat."

Aileen menoleh ke sumber suara. Pandangannya tertuju pada pria bertubuh tinggi yang baru saja muncul. Pria itu benar-benar berwibawa, sangat berbeda dengan Rio. Lagi-lagi Aileen malah teringat laki-laki sampah itu.

"Tidak apa, Al, silakan duduk."

Albani pun duduk.

"Mau minum apa?" tawar Aileen.

"Kopi hitam, tanpa gula," jawab Albani.

"Ah, apa tidak masalah tidak pakai gula?" tanya Aileen penasaran.

"Ya, saya suka yang pahit."

Aileen terdiam. Memang keduanya punya selera yang berbeda. "Ok, sebentar."

Aileen pun memesan kopi tanpa gula untuk Albani.

"Jadi, apa yang membuatmu meminta ku buru-buru datang, Al?"

"Orang tuamu sudah bilang minggu depan kita menikah?"

"Jadi benar minggu depan?" Aileen malah syok.

"Ya, jadi ibumu sudah bilang?"

"Astaga aku bisa gila." Aileen mendesah berat.

"Silakan pesanan Anda," ucap pelayan.

"Terima kasih." Albani mengambil cangkir berisi kopi tanpa gula miliknya.

"Jadi, kita benar akan menikah minggu depan?" tanya Aileen masih tidak percaya.

"Ya, jika kau setuju." Albani menjawabnya santai seolah sudah siap dengan segala risikonya.

"Kau tidak perlu panik, takut, cemas. Pernikahan kita kan hanya settingan," terang Albani.

Aileen menggigit ujung kuku saat ia ragu-ragu. "Apa ini bukan mempermainkan pernikahan?"

"Kau sakit hati, dikecewakan, seharusnya rasa sakit hati itu membuatmu kuat dan kejam. Tapi kenapa kau sangat lemah, Nona." Albani berdecih. Ia meletakkan kopinya lalu memberikan selembar kertas.

"Apa ini?" Perkataan Albani itu membuat Aileen merasa rendah diri. Tapi tidak salah yang dikatakan pria itu. Karena ia memang tak punya cukup keberanian untuk jadi kejam, bahkan pada orang yang sudah menyakitinya sekalipun.

"Itu adalah surat kontrak, poin yang saya tulis bisa kau tambahkan jika kau punya persyaratan lain," kata Albani.

Aileen mulai membaca isinya seksama. Disana tertulis batasan-batasan yang tidak boleh dilewati keduanya. Juga apa saja yang akan keduanya dapatkan saat menikah nanti. Setelah Aileen membacanya, ia sangat terkejut sebab disana hampir setengahnya menguntungkan. Aileen lah yang paling diuntungkan, sedangkan Albani hanya mendapatkan status pernikahan.

"Apa ini tidak masalah?" tanya Aileen.

"Kenapa? Apa kau merasa keberatan?"

"T-Tidak, tapi kau menulis aku berhak mendapatkan fasilitas layaknya istri sah pada umumnya. Uang belanja, harta benda, kebebasan, semua ini apa tidak berlebihan?"

"Tidak masalah, karena saya hanya butuh status pernikahan. Itu saya rasa pantas untukmu."

"Ah, kau benar-benar kaya raya rupanya," ucap Aileen.

"Saya tidak pernah percaya pada wanita," kata Albani.

Aileen berdecih. "Ibumu wanita tau."

"Ya, termasuk ibu saya," jelas Albani.

"Apa? kau tidak percaya ibu sendiri?"

Albani tidak menjawab, tapi sorot matanya sudah menjelaskan jawabannya.

"Kau benar-benar aneh, Al. Tapi baiklah, aku terima tawaran mu."

"Bagus. Jadi, kesepakatan kita sudah jelas. Selebihnya kita turuti saja apa yang diatur oleh orang tua kita."

"Hem, tapi bagaimana jika kita ketahuan?"

"Selama kau diam, itu takkan terjadi."

Aileen meneguk ludah. "Lantas apa kau yakin, dengan poin 5?"

"Poin 5?"

Aileen mengangguk.

"Ah, sebentar saya sedikit lupa," jawab Albani.

"Tentang ... itu loh, aku agak kurang enak mengatakannya." Aileen mendadak gagap.

"Oh, tentang kita tak boleh jatuh cinta apalagi sampai melakukan seks?" ucap Albani dengan gamblang tanpa merasa terbebani.

Aileen mengalihkan wajah. "Ya, kenapa kau mudah sekali mengatakannya."

Albani mengambil kertas itu lagi dari Aileen. "Saya tidak tertarik untuk jatuh cinta, dan juga berhubungan seksual."

Aileen menatap Albani canggung.

"Jangan salah paham, bukan karena itu dirimu. Saya tidak percaya wanita manapun. Kau tahu kan."

"Ah, apa kau trauma sampai segitunya. Maksudku aku sebagai wanita agak tersinggung sih."

Albani terkekeh. Ini pertama kalinya Aileen melihat Albani tertawa. "Apanya yang lucu?"

"Tidak, hanya saja kau membuatku geli."

Aileen diam karena tidak mengerti.

"Tidak perlu dipikirkan. Lagipula kau juga pasti mengalami trauma karena dikhianati. Jadi, anggap saja kita punya kesamaan," pungkas Albani.

"Em, benar juga."

"Tenang saja, saya pandai berakting. Jika hanya bermesraan di depan mantan kekasihmu, itu sangat mudah. Membuatnya merasa rendah diri, menjatuhkan harga dirinya serendah-rendahnya. Itu sangat kecil bagi saya." Albani berkata penuh percaya diri. Tidak ada keraguan yang tersirat sama sekali. Tanpa sadar Aileen merasa tersentuh.

"Tapi ingat, jangan pernah menganggapnya lebih." Albani menatap Aileen lebih serius lagi.

"Kita tidak boleh jatuh cinta, itu poinnya."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Nikah Kontrak Demi Balas Dendam   Bab 89 : Ciuman Yang Menghidupkan

    Ruangan kerja Aileen terasa berbeda hari itu. Meskipun sinar matahari menyinari meja dan sofa favoritnya, ada hawa dingin yang menggantung di udara. Hawa yang berasal dari satu benda kecil… amplop cokelat itu.Ia berdiri mematung di depan mejanya. Matanya menatap benda yang sejak hari pertama terasa seperti bom waktu. Amplop itu terselip rapi di dalam laci, tak pernah disentuh, tapi tak pernah juga benar-benar dilupakan.Kata-kata Albani terngiang di telinganya:> “Jangan buka itu sendirian, Sayang. Aku tidak mau kau menghadapi hal-hal buruk tanpa aku.”Tapi hari ini, Aileen merasa... cukup kuat. Dia sudah terlalu lama membiarkan tanda tanya mengendap di dalam hatinya. Dia mencintai Albani, benar. Tapi bukankah kepercayaan juga berarti berani melihat kebenaran?Tangannya gemetar saat menarik amplop itu keluar. Ia menatapnya sejenak, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.“Kalau pun ini menyakitkan,” bisiknya lirih, “aku akan menghadapinya.”Dengan napas yang berat, Aileen mero

  • Nikah Kontrak Demi Balas Dendam   Bab 88 : Dekapan di Ujung Malam || Bayangan Iri yang Membusuk)

    Suasana di ruang rawat intensif kini jauh lebih tenang. Lampu temaram menyinari wajah pucat Albani yang kini mulai menunjukkan rona kembali. Di sisi ranjang, Aileen duduk sambil menggenggam tangan suaminya erat—tak mau melepas sedetik pun.“Sayang, kau yakin tidak pusing lagi?” bisik Aileen lembut sambil membelai rambut Albani yang sedikit berantakan.Albani tersenyum kecil, meski jelas tubuhnya masih lemah. “Aku tidak pusing... tapi jantungku sedikit berdebar.”Aileen langsung cemas. “Berdebar? Apa aku harus panggil dokter?”“Berdebar karena kau ada di sini, di dekatku, dengan wajah secantik itu...” lanjut Albani, senyum nakalnya mulai muncul.Aileen langsung mencubit pelan lengan Albani. “Al! Kau sedang sakit, masih bisa bercanda begitu?”“Aku sakit, iya. Tapi bukan berarti kehilangan akal sehat.” Ia menarik pelan jemari Aileen, menciumnya satu per satu. “Apa kau tahu, hanya dengan aroma tubuhmu saja aku bisa lupa rasa sakit ini.”“Al...” Aileen menunduk, wajahnya merona. Tapi senyu

  • Nikah Kontrak Demi Balas Dendam   Bab 87 : Niat Jahat

    “Kenapa selalu wanita itu yang menang?” desis Marsha geram, melempar ponselnya ke atas tempat tidur. Ia tak mengerti, bagaimana bisa nasib begitu memihak Aileen. Padahal Marsha sudah menyusun rencana matang. Ia sudah menyerahkan amplop cokelat berisi foto dan dokumen masa lalu Albani yang kelam kepada sekretaris Aileen, Hasya. Amplop yang seharusnya menjadi senjata pemusnah rumah tangga Aileen. Marsha memijat pelipisnya. “Apa amplop itu belum dibuka? Atau Hasya tidak menyerahkannya?” Dugaan itu membuatnya semakin kesal. Ia ingat betul, ekspresi Hasya saat menerima amplop itu memang mencurigakan. Wajahnya tegang, bahkan seolah menolak secara halus. Dan kini Marsha yakin, amplop itu tidak sampai ke tangan Aileen. “Aku harus bertindak,” gumamnya lirih. Marsha membuka laptopnya dan mulai menelusuri media sosial, mencari celah baru. Ia menyimpan beberapa video lama yang memperlihatkan Albani di masa lalunya, saat masih dekat dengan wanita lain sebelum menikah dengan Aileen. Salah satu

  • Nikah Kontrak Demi Balas Dendam   Bab 86 : Lebih Baik Punya Penyesalan

    Aileen duduk di bangku tunggu luar ruang ICU, jari-jarinya menggenggam erat kerah bajunya sendiri. Jantungnya tak karuan. Setiap detik menunggu terasa seperti siksaan.Martin berdiri di sampingnya, tangan ayah mertuanya menepuk pelan pundaknya. “Tenang, Nak. Dokter akan melakukan yang terbaik.”Namun Aileen hanya bisa menggeleng. “Tadi dia baik-baik saja, Pa. Lalu kenapa tiba-tiba... begitu?”Martin menghela napas panjang. “Kadang trauma kepala memang bisa muncul tiba-tiba. Tapi yang harus kau percaya, Al akan kuat.”Melani berdiri di seberang mereka, memperhatikan Aileen dengan tatapan yang... berbeda. Ada rasa bersalah, ada penyesalan, dan bahkan ada rasa sayang yang masih kaku dan tertahan.“Apa... apa ini karena aku memberitahunya bahwa aku hamil?” lirih Aileen dengan suara gemetar.Melani ikut terduduk. Suaranya pelan, nyaris seperti ibu sejati. “Itu bukan salahmu. Justru kau membawa kebahagiaan untuk anakku.” Ia menatap perut Aileen, lalu menarik napas. “Mungkin memang belum wak

  • Nikah Kontrak Demi Balas Dendam   Bab 85 : Siuman

    Melani membeku, ia hanya bisa menangisi segala fakta yang baru terungkap. Bahkan Melani kini tidak tau apa yang harus diperbuat. Ia sudah salah paham, tapi tindakannya selama ini terlalu kentara saat membenci Aileen, ternyata selama ini bukan Aileen yang seharusnya ia jauhi, tapi melainkan Marsha.. Wanita itu terlalu terpengaruh oleh mulut manis dan hasutan Marsha, tanpa melakukan investigasi lebih lanjut tentang fakta kebenaran berita itu. Lalu kalau sudah begini, ia sendiri jadi bingung, apa yang harus dilakukan. Apa dia mungkin dimaafkan, sementara tabiat buruknya sudah sangat amat berlebihan. "Nyonya, kenapa Anda malah di sini?" Seseorang muncul, bertanya dengan nada lembut dan sopan. Saat Melani yang berjongkok lalu mendongak, wajah itu malah tersenyum, meski ada keraguan. "M-Maaf, bukan maksud saya menganggu Anda. Tapi Al sudah siuman. Anda ibunya, tentu lebih berhak untuk melihat kondisi Al lebih dulu." "Al sudah siuman?" Aileen agak kaget, melihat wajah Melani yang

  • Nikah Kontrak Demi Balas Dendam   Bab 84 : Fakta Yang Terkuak

    "Al bagaimana Tante???" Dalam kondisi lemah, Aileen kembali ke ruangan ICU tempat suaminya kini dirawat. Lalu Melani, mama mertuanya malah sedang berdua dengan seorang wanita. Tampak belakang, sepertinya Aileen pernah melihat wanita itu. "Bu Aileen, sepertinya aku pernah lihat wanita itu," kata Hasya. "Benarkah, Hasya?" Martin buru-buru berlari ke arah sang istri. Ia menarik tangan Melani, membawanya pergi untuk bicara. Tak lupa, Martin juga membawa wanita yang bersama istrinya pergi dengannya. "Om lepaskan!!" "Martin kau apa-apaan sih!" Keduanya tampak kesal. "Kau ngapain ajak dia ke rumah sakit! Kau sadar kan Al tidak suka dia muncul di depan Aileen!!" tegasnya pada Melani. "Kau juga, apa kau wanita rendahan, Marsha!!" . "Om cukup ya. Aku kemari karena mencemaskan Al. Kenapa om malah memakiku sih??" "Cemas katamu? Apa kau punya hak untuk itu?" "Jelas aku punya hak!!" tegas Marsha, ia seolah tidak takut pada siapapun, termasuk orang tua Albani sekalipun. "Cukup

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status