"Hei kau mengulanginya seolah-olah aku akan jatuh cinta padamu, begitu?" ucap Aileen. Ia mengibaskan tangannya sembari menggerutu.
"Bagus, saya tenang sekarang. Kalau begitu, sekarang kau ceritakan sedikit saja tentang penyebab kau putus asa." Aileen terdiam. Ini pertama kalinya ada yang bertanya tentang perasaannya, deritanya, dan juga masalah yang ia hadapi. "Kau takkan paham, apalagi kau tidak percaya wanita," tukas Aileen. "Ini bagian dari perjanjian kita, jadi kau perlu cerita agar aku mudah membantu," terang Albani. "Begitu, ya." Albani menatap mata Aileen, di sana tampak jelas ada gurat kesedihan mendalam. "Katakan saja, aku mungkin takkan terlalu iba. Tapi aku bisa menganalisis cara apa yang tepat untuk digunakan sebagai alat balas dendam nantinya." Albani selalu saja mengatakan perkataan yang tajam, batin Aileen. Tapi dia tak peduli, perkataan kejam Albani itu lebih baik dibandingkan perkataan Rio yang manis tapi penuh dengan kebusukan. "Aku dibodohi oleh laki-laki yang ku anggap sebagai duniaku." Aileen akhirnya menyerah, ia terpaksa menceritakan hal terpahit yang hanya ingin dia kubur rapat tadinya. "Dia selingkuh atau menipumu?" "Keduanya, dia melakukan semuanya." "Hem, kalian LDR ya?" "Ya, aku di desa sementara dia di sini, di kota besar. Kukira semuanya akan indah pada waktunya. Namun ternyata salah, aku hanya dianggap sebagai alat perah." "Dia mengambil hartamu?" "Lebih tepatnya dia membuatku mengeluarkan uang cukup banyak. Tapi aku juga yang bodoh sih." "Berapa kerugianmu?" "Aku tidak hitung, tapi sepertinya lumayan. Bukan uang yang membuatku sakit, tapi karena kebohongannya. Sikapnya yang menjijikkan, aku ingin muntah!" "Baik, sekarang saya paham sedikit." Albani mengambil ponsel dari sakunya. "Sebentar ya, saya terima telepon." "Ya, baiklah." Sementara Albani berjalan ke tempat lain untuk menerima panggilan, Aileen makin lesu setelah menceritakan tentang laki-laki berengsek itu. Saat tengah memperhatikan sekeliling. Aileen tak sengaja melihat seorang laki-laki dan wanita. Ia yakin matanya tidak salah lihat, keduanya adalah orang yang paling ia benci. Rio dan tunangannya. "Mereka di sini, bagaimana jika mereka melihatku!" decak Aileen. Tapi sepertinya itu tidak terjadi, posisi keduanya agak berjauhan. Hanya saja, Aileen bisa melihat keduanya cukup jelas. Aileen menggeram, ia tak perlu melihat pemandangan itu. Rio kelihatan sangat leluasa menyentuh perempuan itu di depan umum. Amat menjijikkan. "Astaga, aku lebih baik pergi dari sini!" ucap Aileen. Ia mencari Albani, pria itu muncul setelah selesai menerima panggilan. "Kau mau kemana?" tanya Albani. "Kalau masih ada yang ingin dibicarakan, bisa tidak jika kita pindah tempat?" pinta Aileen memohon. "Memangnya kenapa?" jawab Albani heran mengapa tiba-tiba. "Aku hanya tidak suka di sini," kata Aileen tak ingin memberitahu yang sebenarnya. "Ah, begitu. Baiklah, kita sudah selesai. Setelah ini bagaimana jika saya ajak kamu ke suatu tempat?" "Kemana?" "Nanti kau akan tahu, ikut saja." Aileen mengangguk, ia hanya ingin segera pergi dari tempat itu. Ia tak peduli Albani akan mengajaknya kemana, yang penting dia tak perlu melijat wajah Rio yang sangat memuakkan. "Kau lihat apa, Sayang?" Lenka heran, mengapa kekasihnya itu tidak tenang dan terus celingukan. "Ah, tidak kok. Hanya saja sepertinya tadi ada yang memperhatikan kita," jawab Rio. "Siapa? dimana?" sahut Lenka mencari-cari. "Hem, mungkin aku salah, Sayang. Lupakan saja." "Ah, kau hanya membuatku cemas." "Memangnya kau takut ada yang memata-matai kita?" "Eh, bukan begitu," geleng Lenka. Ia tak boleh membuat Rio curiga, sebenarnya ia memang takut ada yang mengikutinya. "Apa kau jalan dengan laki-laki lain lagi, Lenka?" tanya Rio sarkastik. "Mana mungkin sih! Kenapa kau malah menuduh yang tidak-tidak!" Lenka pun emosi. "Sudahlah, jangan marah. Aku hanya tanya saja," jelas Rio menyerah. "Jangan mencurigaiku! Aku tidak suka!" tegas Lenka kesal. Sebenarnya Rio tidak mengerti, apa yang membuatnya sampai rela mencampakkan gadis sebaik Aileen. Ia tak yakin jika karena kecantikan Lenka, karena Lenka tidak begitu cantik sampai ia harus rela menyakiti gadis setulus Aileen. Hanya saja, ia tetap tak bisa lepas dari Lenka, dan ia mulai menyesal membuat Aileen kecewa. ** "Butik? Untuk apa kita kesini?" tanya Aileen. Keduanya berhenti tepat di depan butik dan salon yang jaraknya berdekatan. Entah apa maksud Albani mengajaknya kemari. "Di dalam ada kenalan saya. Dia desainer, sekaligus stylist." "Lantas?" "Saya pikir kamu membutuhkannya," jawab Albani. "Astaga." Aileen terkekeh. "Kau pasti berharap aku bisa berubah jadi angsa yang cantik, ya? Kubilang saja di awal ya, itu sia-sia! Aku tetaplah itik, sekali itik ya tetap itik dan takkan bisa berubah jadi angsa!" Albani menaikkan satu alis. "Kau wanita, Nona. Kau seorang gadis, bukan itik atau angsa." Aileen menggeram, ia tak suka datang ke tempat semacam itu. Aneh, kan, tapi begitulah faktanya. "Ayo masuk, jangan menolaknya. Nanti kau putuskan setelah selesai." "Apa maunya sih!" Aileen tidak punya pilihan, ia akhirnya berjalan di belakang Albani. Seorang wanita elegan muncul menyambut keduanya, seolah Albani sudah bilang akan datang. "Hai, Al, You're amazing." "Grace, she is Aileen." "Wow, Your fiance?" Aileen tersentak. "No! I'm just a friend," jelasnya tak ingin orang itu salah paham. "Kita akan bertunangan, tapi belum bertunangan. Jadi, memang sekarang hanya teman," jelas Albani. "Ah, kalian sangat kompak!" Grace terkekeh. Aileen mengerutkan kening, rupanya wanita itu bisa berbahasa dengan lancar. Ia kira hanya bisa bahasa asing tadi. "Salam kenal nona Aileen, saya Grace, teman Al sewaktu di LA." "Oh ya, salam kenal Grace, saya Aileen." Grace tersenyum. "Masuk, aku akan tunjukkan koleksiku untukmu." Aileen melirik Albani. "Aku masuk?" tanyanya. "Ya, masuklah, aku akan tunggu di sini." Albani pun duduk di ruang tunggu. "Ayo, tidak perlu ragu. Al bilang kau perlu beberapa baju sehari-hari, juga untuk acara santai dan acara resmi. Aku punya semuanya, termasuk untuk membuatmu jadi menakjubkan. Kau tau apa?" Aileen menggeleng. "Of course, Make over!" Aileen terdiam, Grace sangat bersemangat melebihi ekspektasi. "Kau akan tampil sangat cantik dimanapun." Grace merangkul Aileen akrab. "Ah, kau berlebihan. Bagaimana bisa aku berubah? Padahal kau lihat sendiri," kata Aileen ragu. "Kenapa? You are beautiful." Aileen berkaca-kaca, tatapan Grace saat mengatakan itu kelihatan sangat tulus. Sama sekali tidak ada tatapan merendahkan, tatapan yang akrab ia terima. Albani hanya fokus pada ponselnya, seolah ia sangat sibuk dengan dunianya sendiri. "Biarkan Al di sini, mari kita lakukan perubahan besar untukmu. Kau sudah cantik, hanya perlu di buat lebih bersinar lagi." Aileen menghembuskan napas berat. "Terima kasih, Grace, aku sangat terkesan dengan yang kau lakukan. Tapi aku rasa—" "Percaya padanya, Aileen. Dia baik dan tulus," pungkas Albani. Rasanya perkataan Albani itu membuat Aileen tak lagi perlu meragu sekarang. Ajaib memang, tapi pada kenyataannya memang begitu."Cepatlah, kenapa kau dandan lama sekali sih!" Lenka buru-buru mengikuti Rio pergi, keduanya memutuskan untuk membuntuti Rio hari itu. Siapa lagi kalau bukan Marsha, keduanya sekarang menjadi partner untuk satu tujuan yaitu menyingkirkan Aileen. "Kau tau, aku sudah lama sekali tidak bertemu Al, sudah tiga hari dan itu rasanya seperti setahun." "Lalu apa hubungannya dengan berdandan lama, sih, bodoh!" ketus Lenka. Padahal Lenka juga suka berdandan, tapi menunggu Marsha berdandan rasanya sangat menjengkelkan. "Tentu saja ada hubungannya, aku harus tampak cantik di depan Al. Kau tau kan, tak ada yang boleh lebih cantik dari Marsha." Marsha berkata demikian dengan penuh percaya diri. Keduanya sudah berdiri di depan gang rumah kontrakan Rio. Saat itu Rio hendak pergi ke kantor untuk bekerja. "Ayo cepat, kita naik taksi," ujar Lenka mengikuti Rio yang baru saja masuk ke dalam angkutan umum. "Kenapa tidak naik mobilku saja sih!" ketus Marsha. "Kau bodoh atau apa, kalau pakai mobilmu
"Rio, kau tidak ada cerita seru lagi hari ini?" tanya Taka, keduanya memang dikenal akrab, kemana-mana selalu bersama saat bekerja pun begitu. Belum lama ini Rio sering memperlihatkan foto Aileen versi masa lalu pada rekan sesama petugas kebersihan. Tak heran jika teman-temannya jadi ingin tau lebih banyak tentang foto Aileen versi dulu. "Ah, apa maksudmu, cerita seru apanya." Rio bersikap seolah enggan memberitahu, ia memilih melanjutkan aktifitasnya membersihkan area pantry. "Hei, sebentar lagi kau akan membersihkan ruangan meja bu direktur, apa kau tak merasa rindu ingin tau kabarnya?" tanya Taka, mulai berani menyinggung ke arah sana. "Jangan berlebihan, kau tau saat ini bu Aileen sudah punya suami," sahut Rio. "Memangnya kenapa? Padahal kau punya banyak kenangan dengannya, kan, apalagi dia tampak sangat menyukaimu dulu," ucap Taka. Rio tersenyum canggung, ia melirik ke kanan dan ke kiri, memeriksa apakah situasi aman. "Kau mau lihat foto saat Aileen berulang tahun
Tak seperti biasanya, saat Albani menjemputnya, Aileen keliatan amat lesu seperti sedang memikirkan sesuatu. Suasana kantor sudah sepi, karena Albani menjemput Aileen cukup terlambat tadi. "Maaf saya terlambat," ujar Albani. "Tidak kok, tidak apa-apa," sahut Aileen. Ia lalu masuk ke dalam mobil Albani. Saat itu dari kejauhan Rio memperhatikan keduanya yang tampak canggung. Lagi-lagi Rio melihatnya, tatapan mereka yang tidak seperti suami istri. "Entah apa ini hanya dugaan saja, tapi sepertinya ada yang mereka sembunyikan," gumam Rio. Tapi hari ini cukup, di kantor semuanya berjalan normal termasuk pekerjaannya. Ia berhasil menarik perhatian dan simpati teman-teman satu profesinya sebagai petugas kebersihan. Tak hanya itu, beberapa senior dari divisi lain pun turut mengungkap rasa simpati mereka terhadap Rio setelah banyak yang tau kedekatan dirinya dulu dengan Aileen. Walaupun Rio hanya sebagai petugas kebersihan, tapi ia punya tampang yang lumayan, sehingga membuat orang-ora
"Apa?" Aileen kaget saat dibisiki oleh Hasya tentang berita yang muncul baru saja selepas karyawan makan siang. Gosip murahan yang sebenarnya memang fakta, tapi untuk apa Rio malah menyebarkan berita itu, Aileen pun geram dan tak tau maksud terselubung apa yang Rio sembunyikan. "Apa benar, Bu? Maaf sekali lagi, saya tidak bermaksud ikut bergosip. Tapi saya akan bantu meluruskan ini, dan bu Aileen tidak perlu turut campur asalkan memang berita ini tidak benar," ujar Hasya. Aileen masih diam sambil memikirkan langkah apa yang seharusnya ia lakukan. Apa ia perlu memberitahu Albani atau cukup dirinya saja yang tau akan hal ini. Tapi ini adalah gosip, walau ia diam sekalipun, gosip akan terus bergulir sampai waktu yang akhirnya membuatnya tenggelam sendiri. "Bu Aileen?" Hasya membuat lamunan Aileen buyar, ia sedari tadi hanya diam dan itu membuat Hasya cemas. "Ah, maaf." Aileen menghela napas. "Biarkan saja dulu gosip itu bergulir," katanya setelah berpikir mungkin itu yang terbai
"Benar, untuk apa dia di sini?" ucap Albani saat melihat Lenka yang muncul seperti tengah memperhatikan perusahaan Aileen dari kejauhan. "Em apa mungkin dia mencari tau tentang Rio?" sahut Aileen. Karena tidak mungkin Lenka mencarinya, ini pasti ada hubungannya dengan Rio. "Biarkan saja, kita harus makan dan pikirkan itu nanti," jawab Albani lalu keduanya pergi menuju restoran. Aileen tidak merasa lapar saat tadi di kantor, tapi ketika masuk ke area restoran, mendadak mata Aileen sibuk mencari berbagai macam makanan yang ada di buku menu. Ia tertarik dan perutnya langsung keroncongan. "Kau mau makan apa?" tanya Albani, ia sudah menentukan pilihan akan memilih menu apa saat itu. "Em, apa aku boleh pesan yang banyak?" tanya Aileen, ia kelihatan serius dengan mata berkilau menatap Albani penuh harap. Albani sedikit gemas. "Tentu, kau boleh memesan apa pun, sebanyak apa pun. Atau mau pesan semua yang ada di sini juga boleh. Tapi apa kau yakin bisa menghabiskan?" Aileen mengangguk c
Aileen masih duduk di kursinya, siapa sangka di hari pertamanya bekerja, ternyata tidak mudah sama sekali. Padahal Aileen sudah mengerjakan beberapa semalam dan sudah diperiksa oleh Hasya, sekertarisnya. Tapi ternyata masih banyak data-data yang harus ia tanda tangani. Apalagi Aileen harus mengeceknya ulang setiap kali ia akan membubuhkan tanda tangannya di setiap dokumen. Tentu saja padahal Hasya sudah memeriksanya lebih dulu, tapi ternyata begitulah cara kerja Aileen. "Hasya, aku sudah kerjakan ini tapi kenapa belum juga selesai ya. Oh Astaga, ini sangat tidak mudah," ucap Aileen sambil menggaruk bibir lalu menghela napas. Tanpa menatap wajah siapa yang barusan masuk ke ruangannya. Ia pikir itu Hasya, tapi ternyata bukan. "Em, mau saya bantu?" Mata Aileen membelalak. Ternyata bukan Hasya, itu jelas suara pria. "Al? Sedang apa kau di sini?" tanyanya buru-buru membereskan dokumen yang acak-acakan di mejanya. Albani mendekati meja Aileen, memeriksa isi dokumen itu. "Saya rasa ini s
"Untuk apa kau di sini dan darimana tau alamatku?" tanya Rio. Wanita di depannya tidak mau menjawab, ia hanya melemparkan kunci mobilnya pada Rio. Rio bingung saat menerima kunci mobil ditangannya. "Ini apa?" "Kau yang menyetir, aku akan tunggu di depan saja. Di sini aku mau muntah!" kata ketus wanita itu. Rio menggeram, ia harus bekerja. Baru saja dia memutuskan untuk tetap bekerja di perusahaan Aileen, apalagi dia ingin kembali pada Aileen. Menurutnya tak masalah jika dia dipermalukan di sana, karena ia yakin hubungan Aileen dan suaminya tidak benar-benar seperti suami istri yang sah dan layak. Mungkin saja ada sesuatu yang ditutupi oleh Aileen hingga semuanya nampak sempurna. "Kau! Aku tak mau mengikuti mu!" tegas Rio lalu memberikan kunci pada wanita yang menunggu di depan kontrakannya. Rio melemparkan kembali kunci mobil itu pada pemiliknya. "Hei, kita bicara dulu baru kau putuskan." Wanita itu tetap melemparkan kunci mobilnya lagi pada Rio. "Kau ini mau bicara apa dengan
"Tidak masalah pakai pengaman atau tidak, saya memutuskan melakukannya, itu tandanya tau resikonya." "Maksudnya?" "Kemungkinan kau hamil," terang Albani dengan santai. "Apa kau bilang, Al? Bisa-bisanya kau santai begitu." Aileen mulai panik, jadi Albani tak pakai pengaman, ia sampai tidak ingat dan memastikan itu sebelumnya. Siapa yang mengira keduanya akan berhubungan seksual. Sejak awal Aileen tak berpikiran tengang kemungkinan itu terjadi sama sekali. Aileen masuk ke kamarnya dengan tatapan kosong sambil memikirkan kemungkinan yang bisa terjadi. Apalagi saat itu Aileen tengah dalam fase ovulasi yang ditandai hasrat seksual meningkat. Namun yang membuat Aileen sampai terbengong bukan hanya karena fakta, Albani tak mengenakan pengaman, tapi melainkan perkataan Albani. "Tidak masalah katanya, kalau begitu apa aku harus tetap menjadi istrinya sampai melahirkan anakku nanti, lalu dia akan mengambil anakku setelah anakku lahir, apakah begitu?" gumam Aileen. Padahal saat ini dirinya
Meskipun kejadian tadi dianggap selesai karena ciuman tiba-tiba dari Albani. Namun justru hati Aileen makin tidak tenang, karena setelah kejadian tadi dia jadi terus kepikiran akan arti ciuman dari Albani. Apakah itu hanya semata-mata karena akting, atau ada maksud lain. Pada akhirnya Aileen pulang ke rumah bersama Albani, padahal tadinya ia akan pulang sendiri dengan taksi. Yang Albani tau, mungkin pikirnya kemarahan Aileen hanya sekedar akting, karena Aileen bilang sudah sewajarnya istri akan marah jika ada wanita lain yang mendekati suaminya. Padahal kemarahan Aileen itu berawal dari respon alami Aileen yang tak suka, kesal, ingin kabur karena merasa tak punya hak yang benar-benar paten untuk melakukan tindakan menolak, ataupun tindakan tak terima saat suaminya didekati wanita lain. Sepanjang perjalanan itu Aileen hanya diam, Albani pun sama. Pria itu seperti sedang memikirkan sesuatu. Begitu sampai, seperti biasanya Albani membukakan pintu dan Aileen pun turun. "Hari ini bu N