Yohan memukul dinding dengan keras tapi tidak sampai membuat tangannya berdarah. Ia marah dengan pengakuan Angela tentang rencana pernikahannya dengan seorang pengusaha kaya raya.
"Aku tahu ... aku bukanlah orang kaya seperti calon suamimu itu," kata Yohan merendah.
Angela merangkul Yohan dari belakang."Bukan ... begitu, aku juga tidak menginginkan pernikahan ini," tangis Angela.
"Lalu! Kenapa kau menerimanya?!" Yohan kelihatan sangat marah sebagai lelaki ia tidak ingin seorang pria lainnya mendahului menyentuh kekasihnya.
"Aku ... aku tidak bisa menolak keinginan mama. Aku tidak ingin membuatnya bersedih ...," Angela masih saja memeluk Yohan dalam keadaan menangis.
"Angela ... katakan padaku. Jika kau hanya mencintaiku," ucap Yohan setengah memaksa.
"Aku hanya mencintaimu. Aku sudah bicara padanya ... bahwa pernikahan ini hanya berlangsung selama setahun. Tidak lebih,"terang Angela.
"Benarkah? Kau tidak sedang membohongiku, kan?" tanya Yohan.
"Tidak, sayang. Aku telah membuat kesepakatan dengannya. Dia juga memiliki kekasih. Kami berjanji hanya setahun saja, setelah itu kami akan berpisah," ungkap Angela seraya menyeka air matanya.
Kemarahan Yohan agak mereda, ia berbalik ke arah Angela merengkuh tubuh langsing itu ke dalam pelukannya.
"Aku takut kehilanganmu, sayang," ucap Yohan.
"Aku juga," balas Angela seraya mempererat pelukannya.
"Kita masih bisa berhubungan, kan?" tanya Yohan.
"Tentu, kau boleh menelponku kapan saja," ucap Angela.
Yohan ingin mencium Angela, tapi lagi-lagi ponselnya malah berdering.
"Tunggu sebentar sayang, aku akan mengangkat teleponku dulu," pamit Yohan. Sekilas Yohan melihat ada panggilan telepon dari Hellen. Buru-buru ia segera menjauh dari Angela.
Setelah berdiri agak jauh dari Angela, Yohan mulai bicara setengah berbisik pada penelpon.
"Ya, ada apa?" tanya Yohan ketus.
"Sayang, ... kenapa kau galak sekali hari ini," keluh Hellen.
"Apa ada pacarmu di sana?" tanya Hellen.
Yohan menjawabnya dengan deheman.
"Ya, sudah aku cuman mau bilang nanti malam aku mau menginap di apartemenmu, bisa kan?" tanya Helen.
"Oke," jawab Yohan singkat. Ia buru-buru langsung menutup teleponnya.
"Siapa yang menelponmu?" tanya Angela.
"Teman," jawab Yohan berbohong.
"Ooh, kalau begitu aku pulang dulu. Soalnya sore ini juga mau pergi beli cincin pernikahan,"ucap Angela.
"Sepertinya kau antusias sekali menikah dengannya," ucap Yohan cemburu.
"Ayolah, tadi sudah kubilang jika ini hanya nikah kontrak. Setahun saja ... bersabarlah, sayang," kata Angela dengan tatapan memohon.
"Baiklah ... tapi aku tidak ingin dia menyentuhmu," kata Yohan khawatir. Padahal dia yang jadi pacarnya Angela belum pernah merasakan tubuh gadis itu.
"Tenang saja, aku nanti akan membuat perjanjian tidak ada kontak fisik,"kata Angela.
"Oke," sahut Yohan malas.
"Sudah, aku pergi dulu. Jangan lupa nanti malam telepon aku," kata Angela seraya mengecup pipi Yohan. Hanya sebuah kecupan saja sudah membuat emosi Yohan mereda.
'Tenang saja Yohan, dia tetap milikmu. Kau sudah berhasil memguasai hatinya,' batin Yohan.
Di luar mobil Verrel sudah menunggu, gila dia mengantar calon istrinya untuk menemui pria lain.
"Sudah selesai cipika-cipikinya?" tanya Verrel seraya menyetir mobil.
"Apaan sih," Angela mencubit Verrel.
"Aww! Sakit, Non," ucap Verrel.
"Jadi kan? Beli cincinnya?" tanya Verrel lagi.
"Ya, jadilah. Biar urusan pernukahan ini segera kelar," kata Verrel setengah mengeluh.
"Maaf ... karenaku kau berpisah dengan pacarmu," ungkap Angela penuh penyesalan.
"Kau juga ... kan, kita berdua di rugikan dengan perjodohan ini," imbuh Angela.
"Cuma setahun, tidak masalah. Anggap saja kita hidup di apartemen yang nyaman dan tidak saling mencampuri urusan masing-masing," kata Verrel memperjelas.
Sebuah toko perhiasan terbesar dan megah menjadi tujuan mereka. Angela keluar dari mobil di ikuti oleh Verrel, mereka memasuki toko perhiasan mewah itu dengan sambutan hangat para karyawan. Maklum saja toko perhiasan nomor satu itu sudah memiliki nama yang cukup besar di kalangan pengusaha perhiasan. Maka dari itu wajar jika mereka mengenal berbagai ciri khas perhiasan dari sebuah keluarga.
"Pilihlah, mana yang kau sukai," kata Verrel.
"Hemm, tak ada bedanya kan aku suka atau tidak. Ini hanya formalitas," bisik Angela.
"Pelankan suaramu, bagaimanapun juga kau membawa nama keluarga Burhan Prayoga,"balas Verrel.
Seorang pelayan mendatangi mereka.
"Silahkan di pilih koleksi terbaik kami,"sambut pelayan itu.
Angela melihat cincin berlian zamrud yang bentuknya lain dari yang lain. Ia memungut cincin itu, tapi kemudian menaruhnya kembali.
Verrel melihatnya, namun ia tidak tertarik dengan perhiasan. Angela kemudian memilih cincin yang sederhana.
"Ini saja," katanya.
"Benar ... nona tidak ingin memilih yang lebih mahal lagi?" tanya pelayan cantik itu.
"Tidak, lagi pula ini hanya simbolis saja kan?"jawab Angela.
"Baiklah, kebetulan barangnya ready. Bisa saya ukur jari Tuan, dan Nona?"
Mereka berdua menjulurkan jari manisnya ke arah pelayannya.
"Oke, selesai. Silahkan tunggu sebentar. Kami akan menyelesaikannya,"ucap pelayannya.
Verrel memilih duduk di ruang tunggu. Begitu juga dengan Angela.
"Haruskah kita menunggu di sini?" tanya Verrel.
"Menyebalkan,"lanjutnya.
"Hei, kamu pikir aku senang dengan pernikahan ini. Kalau bisa aku lari sejauh mungkin," kata Angela ketus.
Angela memilih bangkit dari tempat duduknya. Ia merasa sofa itu seperti ada durinya. Semenit duduk du sana pantatnya sudah terasa gatal ingin segera berdiri beralih ke tempat lain yang tidak ada pria itu.
Gilanya lagi ... Verrel menelpon kekasihnya. Tak mau kalah Angela juga menelpon Yohan. Tapi sayang tidak di angkat oleh Yohan.
Tampak pelayan mendatangi mereka mengatakan kalau cincinnya sudah jadi. Cepat sekali. Memang di toko ini terkenal dengan pelayanannya yang super cepat.
Verrel mengeluarkan kartu kreditnya. Ia membayar semua tagihan cincin pernikahannya itu.
"Ayo pulang," kata Verrel.
Angela mengekor di belakangnya melangkah lebih cepat untuk mengimbangi langkah Verrel.
"Kita juga fitting baju pengantin hari ini," kata Angela mengingatkan.
"Kau saja yang datang, aku masih ada perlu dengan kekasihku!" tola Verrel.
"Hei ... tidak hanya kamu yang tersiksa dengan pernikahan ini. Aku juga!" Angela menarik lengan Verrel.
Sorot mata tajam mengarah kepadanya. Angela bisa melihat kemarahan di wajah Verrel. Tapi ia tidak ambil pusing.
"Bekerjasamalah agar semua cepat selesai!" kata Angela seraya masuk ke dalam mobil.
BRAKK!"Woi! Kau bisa merusak pintu mobilku!" teriak Verrel.Angela tidak memggubris teriakan Verrel. Ia duduk seraya bersedekap dan melihat ke arah kaca jendela.
Verrel sudah duduk di samping Angela.
"Baru kali ini aku mengenal gadis bar-bar seperti dirimu!"
Angela berbalik melihat ke arah Verrel. Tatapannya sangat mematikan seperti mau memakan habis lawannya.
"Apa lihat-lihat!" balas Verrel.
Angela mencubit lengan Verrel.
"Aww!" Verrel meringis kesakitan.
"Rasakan! Makanya jangan seenaknya bicara!" kata Angela.
"Hah, untung kita menikah pura-pura. Bisa di bayangkan kalau kau menjadi istriku. Badanku pasti sudah penuh cubitanmu," rutuk Verrel.
----Bersambung----
Salam hangat dari "Nikah Kontrak" semoga selalu suka dengan cerita recehanku.Para tamu undangan telah datang memenuhi ballrom Hotel Diamond untuk datang memberikan selamat pada sepasang pengantin baru. Chika tampak memakai balutan gaun berwarna broken white serasi dengan setelan jas yang di pakai Saga.Chika merasa tegang karena baru kali ini ia menikah secara resmi di hadapan publik. Yang lebih mengesankan lagi pernikahan itu merupakan pernikahan ganda antara Chika dan Saga, Devan dan Viona. Sungguh di luar dugaan bagi Angela. Ia bergelayut mesra di lengan suami tercintanya Verrel. Demikian juga Mark dan Clara cukup lega menyaksikan putrinya berbahagia bersama dengan orang yang di cintainya.Bunga-bunga rose berwarna putih, lily putih dan baby breath menghiasi dekorasi pernikahan. Tampak meja-meja tamu sudah di penuhi pengunjung yang menyantap hidangan makanan yang di tawarkan. Di setiap sudut ruangan di hiasi bunga-bunga kering yang sudah tertata apik.Semua tamu tampak kagum dengan pasangan pengantinnya yang tampil sempurn
Wajah Frans murung, hari ini adalah hari pengambilan raport kelulusannya di TK. Semua anak datang bersama kedua orang tuanya, Frans di temani Chika. Dalam hati sebenarnya Frans ingin seperti teman-temannya. Hanya saja ia tidak berani mengungkapkan perasaannya. Ia takut jika mamanya akan sedih.Chika mendapati Frans diam tidak seperti biasanya. Sementara tatapannya tertuju pada temannya yang sedang bercanda tawa dengan papanya membuat Chika cukup mengerti. Ia lalu mengambil ponsel dalam tasnya. Mengirimkan pesan pendek untuk Saga.Di kantor Saga tengah sibuk mengetik di laptopnya. Sekilas ia melihat ponselnya menyala. Bibirnya tersenyum manakala membaca pesan singkat dari Chika. Ia segera meraih jasnya. Lalu meninggalkan pesan pada asisten pribadinya untuk menghandel pekerjaan hari ini.Di sekolah semua anak mendapatkan jatah giliran pentas bersama kedua orang tuanya. Sang anak membacakan puisi lalu kedua orang tua mendampingi di kanan kirinya.Satu persat
"Ma, apa benar Frans memang putraku?" tanya Saga sembari menangis di depan Angela. Ia merasa seperti orang bodoh tidak tahu apa-apa."Ya, akhirnya kau sudah tahu juga," kata Angela.Saga tercengang, ternyata kedua orang tuanya sudah tahu kebenarannya. Lalu mengapa mereka menyembunyikannya?"Kenapa mama tidak mengatakannya padaku? Aku merasa seperti orang paling bodoh, Ma. Putraku sendiri memakiku, membenciku, aku bisa melihat kemarahan di bola matanya," kata Saga."Itu karena Chika melarangku, aku juga tidak ingin melukai hatinya," kata Angela."Sekarang, apa yang harus aku lakukan? Putraku tidak mau menerimaku," keluh Saga."Kau harus bisa meraih hatinya. Bayangkan ia besar tanpa kasih sayang seorang papa. Frans sering melihat Chika bersedih sendirian. Sebagai seorang anak yang sangat menyayangi mamanya wajar jika dia ikut terluka.""Baiklah, Ma. Saga akan berusaha keras untuk mengambil hati Frans," kata Saga kemudian."Bagus,
Dering suara telepon mengagetkan Chika dari aktivitasnya dengan Saga."Sudah, biarkan saja. Tanggung," kata Saga.Chika mendorong tubuh Saga. Ia yakin jika yang sedang menelepon adalah putranya. Dengan baju yang sudah terlihat berantakan Chika meraih ponselnya. Benar, memang Frans yang meneleponnya."Mamaa!""Cepat pulang!" teriak Frans di telepon."Iya, sayang. Sekarang juga mama pulang," kata Chika menghibur Frans. Ia lalu mematikan ponselnya.Saga langsung mengambil ponsel Chika dengan paksa, untung saja Frans sudah memutus panggilannya. Saga memeriksa riwayat panggilan Chika. Di sana ada gambar foto bocah tampan mirip dirinya."Jangan bilang, jika anak ini adalah putraku," kata Saga. Ia kembali menatap foto Frans lebih dekat lagi. Chika segera merebutnya. Ia tidak ingin Saga tahu jika dirinya sudah memiliki seorang anak."Lima tahun kau menghilang, anak ini juga berusia lima tahun. Itu berarti kemungkinan besar
"Minumlah, agar tubuhmu menjadi hangat," ucap Saga."Terima kasih."Chika tidak langsung meminumnya karena masih terlalu panas. Ia memilih meletakkannya di atas meja."Masih terlalu panas, aku akan meminumnya nanti," ucap Chika."Tunggu sebentar."Saga beranjak dari tempat duduknya ia melangkah menuju ke dapur. Tangannya membuka pintu lemari mengeluarkan beberapa bungkus mie instan. Ia tidak tahu apakah Chika mau mengonsumsi mie instan atau tidak.Ia pun mengambil panci dan memenuhinya dengan air. Setelah mendidih ia masukkan mie nya ke dalam panci. Sambil menunggu mie nya masak ia menyiapkan mangkuknya.Chika merasa sudah terlalu lama Saga meninggalkannya. Ia kemudian bangkit dari tempat duduknya mencari keberadaan Saga. Melihat Saga tengah memasak di dapur membuat nafasnya sedikit sesak. Ia tidak suka melihat kebaikan Saga. Hatinya bisa saja luluh lantah kalau di perlakukan seperti itu.Tidak seharusnya suas
Saga mengikuti langkah Axella dari belakang. Kebetulan restorannya tidak begitu ramai sehingga mereka leluasa memilih tempat yang nyaman. Rupanya Chika memilih tempat di dekat jendela yang menghadap ke arah air terjun kecil. Di luar jendela terlihat taman landscape menghiasi sekitar restoran.Para pengunjung restoran merasa nyaman untuk berlama-lama di sana. Di dinding hotel banyak terpajang lukisan klasik dan ornamen unik yang tidak ada di tempat mana pun."Kenapa kita kesini? Bukankah seharusnya kita langsung ke lokasi untuk meninjau tempatnya," kata Axella."Jangan terlalu terburu-buru, Nona Axella. Saya tidak ingin Anda kelaparan di jalan hanya karena kurang makan," kata Saga sambil tersenyum.Chika malas membantah perkataan Saga. Ia lebih memilih melihat buku menu yang ada di depannya. Saga memberi isyarat pada pelayan untuk menghampirinya."Saya akan segera kembali membawa pesanan Anda."Chika kembali terpaku pada pem