"Sudah selesai membeli cincin ... lalu kemana lagi?" tanya Verrel.
"Ke neraka ... mau ikut?" ledek Verrel.
Angela melihat tajam ke arah Verrel seraya bersedekap. "Kamu pikir aku senang jalan denganmu hari ini, aku hanya ingin segera selesai. Jadi mohon kerjasamanya ... Tuan Muda Verrel!" kata Angela ketus seraya melangkah cepat masuk ke mobil.
BRAKK
"Bisa tidak jika kau menutup pintu mobilnya agak pelan. Bisa rusak semua ni mobil,"gerutu Verrel.
Angela hanya diam tangannya bersedekap. Biasanya ia tidak petnah bersikap bar -bar pada pria. Tapi khusus ke Verrel ia lebih cepat marah. Mungkin karena situasi dan keadaan yang memaksa membuat ia sebal pada situasi.
"Kau lupa memakai seatbealtnya." Verrel membenarkan letak seatbeltnya Angela. Wajah mereka tampak dekat, Angela bisa merasakan aroma khas Verrel. Verrel juga menatap Angela ... bibir ranum Angela dengan lipstik yang natural begitu menggodanya.
"Ehem," kata Angela tiba-tiba. Ia tidak ingin Verrel terus saja menatapnya membuatnya salah tingkah.
Verrel langsung menjauhkan tubuhnya. Ia kembali menyetir mobil, Angela melihat pipi Verrel tampak memerah.
'Rupanya ... kau bisa malu juga ...'batin Angela terkikik geli.
"Kenapa senyum-senyum? Kesambet?" ledek Verrel.
"Iya, kesambet jin kupret," jawab Angela sekenanya sambil menjulurkan lidahnya ke Verrel.
"Tingkahmu seperti anak kecil ... apa pantas kamu menikah dengan sikapmu yamg kurang dewasa," kata Verrel.
"Kita ... kan hanya menikah pura-pura. Jadi tidak masalah kita tinggal bersama. Toh kita juga tinggal di kamar yang berbeda. Tenang saja aku tidak akan mengganggu kegilaanmu,"ucap Angela.
"Dan satu hal yang perlu kau tahu ... aku tidak akan tertarik orang macam dirimu!" imbuh Angela tegas.
CII ... IIIT
Tiba-tiba Verrel mengerem mobilnya.
"Kita sudah sampai." Angela melihat di depannya telah berdiri kokoh gedung butik pengantin terkenal yang sering di pilih oleh para artis papan atas untuk merancang baju pengantinnya.
Verrel membukakan pintu untuk Angela.
"Sandiwara apalagi ini?" bisik Angela.
"Bukankah kita calon sepasang pengantin ... jadi bersikaplah agak mesra sedikit agar mereka tidak mencurigai kita,"ucap Verrel. Ia melingkarkan tangannya di punggang ramping Angela.
"Hai ... kalian pasti calon pasangan pengantin yang di rekomendadikan Tuan Burhan. Dan ini ... pasti Tuan Verrel,"ucap laki-laki setengah wanita itu.
"Tersenyumlah semanis mungkin,"bisik Verrel di telinga Angela. Ia bahkan sampai merasa risih tatkala nafas Verrel menyapu daun telinganya.
Sesuai yang di perintahkan Angela tersenyum pada pemilik butik itu.
"Kenalkan namaku Mandy kalau di rumah panggilannya Andy. Tapi di sini kau wajib memanggilku Mandy," kelakar Mandy.
Angela tertawa mendengar gurauan Mandy. Lucu juga rupanya. Setidaknya ia bisa bercanda tawa dengan Mandy daripada dengan Verrel yang selalu mengajaknya baku hantam.
"Ini koleksi terbaik kami," Mandy menempelkan sebuah gaun cantik yang telah di hanger.
"Dan setelan tuxedo ini sepertinya cocok denganmu Tuan Verrel yang tampan," imbuh Mandy.
Mandy memberi isyarat pada pramuniaganya untuk membantu calon pengantin itu fitting baju.
Angela masuk ke kamar pas, ia di bantu oleh pramuniaga untuk memakai gaun pengantin yang elegan itu.
"Nona sangat cantik, gaun pengantin model straples ini cocoknya di leher pengantin di beri kalung yang indah. Tubuh Anda juga ramping namun padat berisi." Pramuniaga itu membantu menaikkan rambut Angela dan menggelungnya ke atas, sehingga leher jenjangnya terlihat jelas.
"Mari saya bantu berjalan," tawar pramuniaga itu sopan.
Verrel berdiri di depan kaca yang cukup besar seukuran dengan tubuhnya. Ia melihat dirinya di pantulan cermin, dari belakang muncul bayangan Angela. Gadis itu tampak cantik sempurna. Verrel langsung melihat ke belakang memastikan apa yang di lihatnya adalah nyata bukan sekedar ilusi.
"Sepertinya gaun ini tidak cocok buatku," kata Angela. Ia merasa gaun itu sedikit terbuka.
"Cocok," jawab Verrel tiba-tiba.
Angela terregun mendengarnya.
"Maksudku jika kau ganti baju lagi maka akan membuang waktu," ucap Verrel berbohong. Ia tidak ingin terlihat jika sedang mengagumi kecantikan Angela.
Mandy datang dari belakang Verrel segera meraih tangan Angela agar mendekat ke arahnya.
"Apa-apaan sih," kata Angela lirih.
"Ada Mandy, beraktinglah sebisamu," bisik Verrel. Jantung Angela seakan mau melompat keluar. Pasalnya Verrel menarik pinggangnya terlalu dekat.
"Hemm, kalian memang pasangan serasi. Sudah tidak sabar ya. Nanti dulu Tuan Verrel, beberapa hari lagi kalian resmi menikah,"ucap Mandy terkekeh.Setelah Mandy pergi Angela melotot pada Verrel.
"Jangan memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan!" Angela menginjak kaki Verrel.
"Aww!" kata Verrel seraya meringis kesakitan.
"Benar ... benar kau ini!" tunjuk Verrel. Namun Angela melenggang pergi untuk berganti pakaian.
**Sepulang dari butik mereka tiba di rumah. Agaknya Angela sudah cukup kelelahan. Ia masuk ke dalam kamarnya untuk membersihkan diri. Begitu juga dengan Verrel ia seharian berkeliling dengan Angela. Mulai dari pesan cincin, fitting baju dan yang lebih melelahkan lagi Angela mengajaknya membeli seserahan. Ia sudah bilang biar para pelayan yang mengurusnya tapi Angela bilang membeli sesuatu harus yang di sukai. Jadi mesti ke pake barangnya.
Kucuran air shower berhasil menyegarkan tubuh Angela. Ia keluar memakai bathrobe putih dan duduk menghadap meja riasnya. Seharian sibuk, ia lupa memberi kabar pada Yohan kekasihnya.
Berulangkali Angela menelpon tapi tidak ada jawaban.
"Hemm, apa yang sedang di lakukannya? Kenapa ia tidak menjawab teleponku?" kata Angela lirih.
Perutnya tiba-tiba berbunyi, ia lupa jika hari ini belum makan. Verrel tadi sudah keburu marah karena terlalu lama ia mengajaknya jalan-jalan.
Angela mengganti pakaiannya dengan piyama tidur, ia mengendap-endap ke dapur mencari makanan.
Tiba-tiba di otaknya terbersit sesuatu, ia ingin makan makanan yang berkuah.
'Sepertinya jika makan mie pasti enak rasanya,'batin Angela.
Angela sibuk membuat mie di dapur, aroma itu sampai di kamar Verrel.
"Siapa yang sedang memasak mie ... aromanya harum sekali,"kata Verrel.
Ia menuruni anak tangga dan mencari sumber aroma itu.
'Oh, ternyata dia,' batin Verrel. Ia segera membalikkan badannya. Kelihatan sangat lucu jika ia terlihat menginginkan mie itu.
Tapi Angela sudah keburu melihat kedatangannya.
"Tunggu!" kata Angela.
Verrel menghentikan langkahnya.
Angela menghampiri Verrel.
"Sebagai permintaan maafku karena telah membuatmu kecapekan maka terimalah semangkuk mie ini,"kata Angela tulus.
"Aku tidak biasa makan mie instan." Verrel memang tidak terbiasa makan mie instan. Dan ia tidak pernah mau mencobanya meski kadang ada beberapa temannya yang mengajak makan mie.
"Cobalah, kamu pasti akan menyukainya," bujuk Angela. Ia menggeser kursi makan di sebelahnya menunggu Verrel duduk.
Dengan agak malas Verrel duduk di sebelah Angela. Lalu gadis itu memberi sumpit pada Verrel. Perlahan Verrel makan mie itu sedikit. Tapi tiba-tiba Verrel menambahkan lagi mie ke dalam sumpitnya. Ia agak bersemangat, dahinya berkeringat. Angela segera mengambilkan segelas minuman dingin untuk Verrel.
"Minumlah, makannya pelan-pelan jangan sampai tersedak,"kata Angela.
"Bagaimana rasanya apakah enak?" tanya Angela hati-hati.
Verrel mengangguk."Enak," ucap Verrel seraya melahap mienya.
Sebuah ketukan pintu malam-malam mengagetkan keduanya. Angela dan Verrel saling melihat satu sama lain.
----Bersambung----
Para tamu undangan telah datang memenuhi ballrom Hotel Diamond untuk datang memberikan selamat pada sepasang pengantin baru. Chika tampak memakai balutan gaun berwarna broken white serasi dengan setelan jas yang di pakai Saga.Chika merasa tegang karena baru kali ini ia menikah secara resmi di hadapan publik. Yang lebih mengesankan lagi pernikahan itu merupakan pernikahan ganda antara Chika dan Saga, Devan dan Viona. Sungguh di luar dugaan bagi Angela. Ia bergelayut mesra di lengan suami tercintanya Verrel. Demikian juga Mark dan Clara cukup lega menyaksikan putrinya berbahagia bersama dengan orang yang di cintainya.Bunga-bunga rose berwarna putih, lily putih dan baby breath menghiasi dekorasi pernikahan. Tampak meja-meja tamu sudah di penuhi pengunjung yang menyantap hidangan makanan yang di tawarkan. Di setiap sudut ruangan di hiasi bunga-bunga kering yang sudah tertata apik.Semua tamu tampak kagum dengan pasangan pengantinnya yang tampil sempurn
Wajah Frans murung, hari ini adalah hari pengambilan raport kelulusannya di TK. Semua anak datang bersama kedua orang tuanya, Frans di temani Chika. Dalam hati sebenarnya Frans ingin seperti teman-temannya. Hanya saja ia tidak berani mengungkapkan perasaannya. Ia takut jika mamanya akan sedih.Chika mendapati Frans diam tidak seperti biasanya. Sementara tatapannya tertuju pada temannya yang sedang bercanda tawa dengan papanya membuat Chika cukup mengerti. Ia lalu mengambil ponsel dalam tasnya. Mengirimkan pesan pendek untuk Saga.Di kantor Saga tengah sibuk mengetik di laptopnya. Sekilas ia melihat ponselnya menyala. Bibirnya tersenyum manakala membaca pesan singkat dari Chika. Ia segera meraih jasnya. Lalu meninggalkan pesan pada asisten pribadinya untuk menghandel pekerjaan hari ini.Di sekolah semua anak mendapatkan jatah giliran pentas bersama kedua orang tuanya. Sang anak membacakan puisi lalu kedua orang tua mendampingi di kanan kirinya.Satu persat
"Ma, apa benar Frans memang putraku?" tanya Saga sembari menangis di depan Angela. Ia merasa seperti orang bodoh tidak tahu apa-apa."Ya, akhirnya kau sudah tahu juga," kata Angela.Saga tercengang, ternyata kedua orang tuanya sudah tahu kebenarannya. Lalu mengapa mereka menyembunyikannya?"Kenapa mama tidak mengatakannya padaku? Aku merasa seperti orang paling bodoh, Ma. Putraku sendiri memakiku, membenciku, aku bisa melihat kemarahan di bola matanya," kata Saga."Itu karena Chika melarangku, aku juga tidak ingin melukai hatinya," kata Angela."Sekarang, apa yang harus aku lakukan? Putraku tidak mau menerimaku," keluh Saga."Kau harus bisa meraih hatinya. Bayangkan ia besar tanpa kasih sayang seorang papa. Frans sering melihat Chika bersedih sendirian. Sebagai seorang anak yang sangat menyayangi mamanya wajar jika dia ikut terluka.""Baiklah, Ma. Saga akan berusaha keras untuk mengambil hati Frans," kata Saga kemudian."Bagus,
Dering suara telepon mengagetkan Chika dari aktivitasnya dengan Saga."Sudah, biarkan saja. Tanggung," kata Saga.Chika mendorong tubuh Saga. Ia yakin jika yang sedang menelepon adalah putranya. Dengan baju yang sudah terlihat berantakan Chika meraih ponselnya. Benar, memang Frans yang meneleponnya."Mamaa!""Cepat pulang!" teriak Frans di telepon."Iya, sayang. Sekarang juga mama pulang," kata Chika menghibur Frans. Ia lalu mematikan ponselnya.Saga langsung mengambil ponsel Chika dengan paksa, untung saja Frans sudah memutus panggilannya. Saga memeriksa riwayat panggilan Chika. Di sana ada gambar foto bocah tampan mirip dirinya."Jangan bilang, jika anak ini adalah putraku," kata Saga. Ia kembali menatap foto Frans lebih dekat lagi. Chika segera merebutnya. Ia tidak ingin Saga tahu jika dirinya sudah memiliki seorang anak."Lima tahun kau menghilang, anak ini juga berusia lima tahun. Itu berarti kemungkinan besar
"Minumlah, agar tubuhmu menjadi hangat," ucap Saga."Terima kasih."Chika tidak langsung meminumnya karena masih terlalu panas. Ia memilih meletakkannya di atas meja."Masih terlalu panas, aku akan meminumnya nanti," ucap Chika."Tunggu sebentar."Saga beranjak dari tempat duduknya ia melangkah menuju ke dapur. Tangannya membuka pintu lemari mengeluarkan beberapa bungkus mie instan. Ia tidak tahu apakah Chika mau mengonsumsi mie instan atau tidak.Ia pun mengambil panci dan memenuhinya dengan air. Setelah mendidih ia masukkan mie nya ke dalam panci. Sambil menunggu mie nya masak ia menyiapkan mangkuknya.Chika merasa sudah terlalu lama Saga meninggalkannya. Ia kemudian bangkit dari tempat duduknya mencari keberadaan Saga. Melihat Saga tengah memasak di dapur membuat nafasnya sedikit sesak. Ia tidak suka melihat kebaikan Saga. Hatinya bisa saja luluh lantah kalau di perlakukan seperti itu.Tidak seharusnya suas
Saga mengikuti langkah Axella dari belakang. Kebetulan restorannya tidak begitu ramai sehingga mereka leluasa memilih tempat yang nyaman. Rupanya Chika memilih tempat di dekat jendela yang menghadap ke arah air terjun kecil. Di luar jendela terlihat taman landscape menghiasi sekitar restoran.Para pengunjung restoran merasa nyaman untuk berlama-lama di sana. Di dinding hotel banyak terpajang lukisan klasik dan ornamen unik yang tidak ada di tempat mana pun."Kenapa kita kesini? Bukankah seharusnya kita langsung ke lokasi untuk meninjau tempatnya," kata Axella."Jangan terlalu terburu-buru, Nona Axella. Saya tidak ingin Anda kelaparan di jalan hanya karena kurang makan," kata Saga sambil tersenyum.Chika malas membantah perkataan Saga. Ia lebih memilih melihat buku menu yang ada di depannya. Saga memberi isyarat pada pelayan untuk menghampirinya."Saya akan segera kembali membawa pesanan Anda."Chika kembali terpaku pada pem