Share

Kesepakatan

"Intinya aku mengajakmu bekerja sama, menjadi partner yang baik untuk mewujudkan impian kedua orang tua kita walaupun hanya setahun."

"Bagaimana kau setuju?"tanya Angela. Verrel menerima uluran tangan Angela.

 

"Oke, aku setuju." Angela tersenyum penuh kemenangan.

 

"Tapi, kita hanya bersandiwara di depan mama papa. Dan ingat! Jangan berharap apapun dari pernikahan ini karena aku tidak akan pernah mencintaimu!" kata Verrel percaya diri.

 

"Tentu saja, Tuan Verrel. Aku juga sudah punya kekasih yang sangat aku cintai. Pernikahan ini hanya sandiwara, setidaknya perjanjian kedua orang tua kita sudah terpenuhi,"sahut Angela.

 

"Sepertinya sudah tidak ada yang perlu di bicarakan lagi. Saya permisi," kata Angela seraya melangkah pergi meninggalkan Verrel yang masih berdiri di belakangnya.

 

Verrel berdecih, rupanya ia terlalu percaya diri. Baguslah jika tidak ada cinta di antara mereka. Semua akan berakhir sempurna seperti keinginannya.

Di dalam kamar Angela mulai sibuk menata barang-barangnya sendiri. Hanya sebulan tapi seperti selamanya ia akan tinggal di rumah itu. Angela memang tidak bisa lepas dari benda-benda kesayangannya. Merekalah yang menemani Angela sedari kecil. Mulai dari boneka dan pernak-pernik lucu yang terpajang rapi di raknya.

 

Sebuah ketukan pintu mengagetkan Angela. Tampak seorang pelayan berseragam maid memberikannya sebuah minuman dan camilan.

 

"Oh, letakkan di sana." Angela menunjuk pada sebuah meja yang terletak tak jauh dari ranjangnya.

 

"Saya permisi keluar dulu, Nona."

 

Pelayan itu sedikit membungkukkan badannya lalu keluar menutup pintu.

Angela teringat sesuatu ia belum menghubungi Yohan kekasihnya.

 

Di sisi lain Yohan sedang tidur dengan Helen, teleponnya berdering kencang. 

 

"Sayang, siapa yang telepon malam-malam begini,” omel Hellen.

 

Yohan dengan malas mengangkat teleponnya. Saat mendengar suara penelepon, kantuk di matanya langsung sirna.

 

"I ... iya, ada apa, sayang?" Yohan buru-buru duduk dari posisi berbaringnya.

 

Helen merayap di dada Yohan, gadis itu menguping pembicaran mereka di telepon.

 

Ia kemudian merosot memeluk pinggang Yohan. Membuat Yohan kelabakan dengan tingkah pacar selingkuhannya. 

 

"Maaf, besok kita bisa bertemu. Ada yang ingin aku omongin,” ucap Angela di telepon.

 

Angela berniat membicarakan tentang masalah perjodohannya dengan Verrel. Ia tidak ingin berbohong pada Yohan. 

 

"Oh, iya. Tentu saja, kapan pun sayang," ucap Yohan.

 

"Jangan lupa di kafe yang biasanya pukul tiga sore," kata Angela.

 

"Oke, emuach!" Yohan memberikan salam sayangnya seraya menutup telepon.

"Siapa?" tanya Helen bangkit dari tidurnya.

 

"Pacarku,” jawab Yohan seraya merebahkan tubuhnya kembali.

 

"Dia tidak tahu kan, kalau kau sering tidur denganku?" tanya Helen. Jari-jari lentiknya meraba dada bidang Yohan.

 

"Tidak, dia tidak pernah ke kamarku." "Untuk itulah ... aku memerlukan dirimu sayang,” ungkap Yohan seraya melumat bibir Helen.

 

"Gadis kuno, pasti tidak menyenangkan punya pacar yang tidak mau di sentuh,” ejek Helen.

 

Namun dalam hati Yohan menaruh kagum pada Angela. Ia berbeda dari gadis lainnya. Selain cantik, pintar, ia juga setia terhadap pasangannya. Tidak pernah terlihat berhubungan dengan pria lain semenjak pacaran dengannya.

 

Seperti biasa jika Angela tidak bisa memuaskan Yohan, Helen selalu menjadi ban serepnya.

 

Helen juga sering jengkel dengan Verrel, pria itu terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Tapi bagi Helen Verrel adalah mesin atm berjalan. Mau barang semahal apapun Verrel selalu membelikannya. Hanya dengan sedikit menunjukkan kemarahan, Verrel sudah pasti langsung menuruti semua keinginannya. Terutama dalam hal shopping. Pria itu tidak tanggung-tanggung memberikan kartu kredit tak terbatas untuknya.

 

Di kamar Angela masih memegang ponselnya. Ia bingung bagaimana berbicara dengan Yohan besok. Apakah lelaki itu mau menerima keputusannya atau tidak. 

 

Ia berjalan mondar-mandir kebingungan. Lalu ia melihat ke arah jendela kamar. Terlihat Verrel keluar dari rumah menyalakan mesin mobilnya.

 

Angela menutup kembali tirai kordennya. 

 

"Pergilah, agar aku bisa hidup tenang di sini," batin Angela.

 

Angela mengamati kamarnya, ia memuji desainer interiornya. Bercat pink sesuai warna kesukaannya. 

 

Sasaran telepon selanjutnya adalah mama Yanti. Belum lama meninggalkan rumah Angela sudah kangen dengan suara mamanya.

 

"Hallo, Ma. Aku kangen sama Mama," ungkap Angela.

 

"Sayang, baru berapa jam di sana kamu sudah menelepon mama," jawab Yanti.

 

"Habis, aku tidak terbiasa di sini, Ma," imbuh Angela.

 

"Verrel baik kan ... sama kamu?" tanya Yanti.

 

Angela terdiam. Ia memang belum begitu kenal dengan Verrel, sekilas baik, tapi ada cueknya juga sih.

 

"Belum tahu Ma, kan belum begitu kenal sama orangnya,” sahut Angela.

 

"Ya, sudah. Lama-lama kamu pasti suka dengan Verrel, tak kenal maka tak sayang,” jawab Yanti tenang.

 

Bagaimana bisa suka kalau dalam hatiku ada pria lain, Ma, batin Angela

 

"Ma, mama tidak apa-apa kan? Kalau di sana sendirian?" tanya Angela khawatir.

 

"Mama bukan anak kecil sayang. Tidak usah khawatirkan Mama,” jawab Yanti.

 

"Baik-baiklah, disana. Pernikahanmu akan digelar minggu depan," ucap mama Angela.

 

"Whats!"

 

"Kenapa cepat banget, Ma!" teriak Angela.

 

"Dari pihak keluarga Verrel meminta untuk di percepat sayang." "Sepertinya mereka sudah tidak sabar menjadikanmu menantu." Terdengar suara tawa mama Yanti dari seberang sana.

 

Muka Angela langsung cemberut. 

 

Kebahagiaan bagi mamanya adalah neraka untuknya. 

 

"Persiapkan dirimu. Rumah yang lama tempati sekarang akan menjadi rumahmu selamanya," tutur Yanti.

 

"Iya, Ma." Suara Angela melemah. Ia menjadi tidak bersemangat lagi.

Pandangannya kosong menerawang ke depan. Membayangkan sebuah pernikahan yang sama sekali tidak ia sukai. Membuatnya menjadi muak. Harusnya Yohan yang ada di sampingnya. Bukan Verrel, pria angkuh itu.

"Angela ... kamu masih di sana?" tanya Yanti. Karena tiba-tiba Angela di telepon hanya diam saja.

 

"Eh, iya Ma. Ya sudah Angela mau bobok dulu," kata Angela tiba-tiba memutuskan teleponnya.

 

Ia menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, tak terasa air matanya meleleh. Kenapa hidupnya menjadi serumit ini. Apakah tidak ada jalan lain untuk mencegah pernikahan ini?

 

Di luar turun hujan deras petir menyambar-nyambar. Angela menutup telinganya dengan bantal. Ia lalu membalut seluruh tubuhnya dengan selimut. Biasanya jika ada petir ada mama Yanti yang berada di sampingnya menenangkan dirinya.

 

"Ma, Angel takut petir," isak tangis Angela terdengar lirih. Ia meringkuk seperti itik kecil yang kehilangan induknya.

Di balik selimut yang tebal Angela akhirnya bisa memejamkan mata setelah suara petir tak terdengar lagi. Pintu Angela yang tidak terkunci tiba-tiba ada yang membukanya.

 

Ceklek

 Seorang pria muda memastikan Angela apakah sudah tertidur atau belum.

 

Setelah melihat yang calon istrinya itu meringkuk pulas di dalam selimut. Ia pun keluar dari kamar, berpindah menuju kamarnya. Tubuhnya juga lelah butuh istirahat.

 

"Hah, kami di sini seperti orang asing entah sampai kapan ini akan berlangsung. Cukup setahun saja, kasihan Hellenku," batin Verrel seraya mengusap wajahnya kasar.

---Bersambung---

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status