Sesuai dengan hari dan tanggal yang telah Mama tentukan, akhirnya aku bertemu dengan pria yang ingin Mama jodohkan itu. Dirumah kami, dia dan keluarga kecilnya datang...
Ibunya begitu aktif bertanya basa-basi soalku sedangkan pria itu sendiri terlihat seperti pemalu dan tidak banyak bicara.
20 menit yang terasa seperti neraka duduk dan pura-pura tersenyum ramah pada mereka sampai pipiku sakit. Begitu mereka pulang, aku tidak perlu pura-pura tersenyum lagi.
Aku melihat Mama dan berkata, "Aku tidak menyukainya. Tolak." kemudian aku pergi ke kamar.
Kupikir sudah selesai dan segalanya kembali baik-baik saja. Ternyata tidak.
Satu minggu setelah kejadian itu, aku harus kembali duduk diruang tamu dan menanggapi pria lain. Sekali lagi, aku berkata, "Tolak."
2 Bulan kemudian. Tepatnya setelah aku pulang dari pesta pernikahan Sasha di bulan maret. Ada pria lain yang ingin Mama jodohkan. Kupikir ini yang terparah dari yang sebelum-sebelumnya.
Pria itu bernama Antonio. Usia 25 tahun. Lebih tua dari pria-pria yang sebelumnya ingin melamarku. Rambut depannya sudah terlihat sedikit botak, entah karena dia salah shampo atau dia suka mencabuti rambutnya sendiri, aku tidak tahu. Yang jelas, dia tidak menarik.
Kali ini aku bukan hanya menolak tapi juga meminta Mama berhenti menjodoh-jodohkanku dengan siapapun. Semakin kesini, pria yang datang semakin tidak kusuka. Usianya semakin tua dan wajahnya semakin tidak menarik.
Tapi Mama tidak menanggapi permintaanku itu. Baiklah, tidak apa-apa. Setidaknya aku sudah menolak Antonio.
2 Hari sebelum Harit sahabatku tunangan, Lily mendatangi kamar dengan wajah gembira dan penuh semangat.
"Nona, Nona Jasmine, Nona Jasmine, Ada kabar gembira, Nona!" katanya ketika masuk kamar dan mendekatiku.
"Ada apa?"
"Tadi pagi keluarga Holmes datang kerumah menanyakan Nona. Dia ingin menjodohkan anak tertuanya dengan Nona."
"Hah?"
Aku tidak mendengar kata-kata Lily karena setelah dia bicara seperti itu, aku masih mengenakan headset.
"Iya Nona! Mungkin 3 hari lagi Nona akan bertemu dengan anak laki-laki mereka."
"Oh? perjodohan lagi?? Aku akan menolaknya." kataku kemudian kembali memakai headset.
Ternyata 3 hari kemudian, aku tidak bertemu dengan pria itu. Mama juga tidak berkata apa-apa padaku sehingga membuatku heran. Ketika sarapan pagi bersama, aku mulai penasaran dan bertanya.
"Dengar-dengar dari Lily, Mama akan menjodohkanku lagi."
"Oh, soal itu... tidak. Mama tidak menjodohkanmu, tetapi keluarga Holmes yang datang kesini ingin melamarmu." jawab Mama kemudian melihat Papa. Papa tersenyum dengan senyum yang tidak biasa.
"Lalu? Bukankah harusnya kemarin aku menemuinya?"
"Kau tidak perlu menemuinya, Jasmine. Papa sudah menerima lamaran mereka." kata Papa dengan santai.
Aku langsung tersedak dan memuntahkan roti yang sudah ku kunyah itu, "HAHHH??!! Maksud Papa?!!?"
"Kau akan menikah dengannya."
"Tapi... Kalian... Bukankah aku punya hak untuk menolak?"
"Jasmine... Ehmm," Mama hendak mengatakan sesuatu tetapi terhenti karena di kanan kiri meja ada pelayan yang sedang berdiri melayani kami makan. Mama memberi mereka isyarat untuk pergi dan setelah mereka pergi, Mama baru berkata, "Mama dan Papa tidak bisa menolak. Keluarga Holmes sudah 5 tahun bekerja sama dengan perusahaan Papa dan kita--"
"Ini sama saja dengan Mama menjualku pada mereka." kataku sambil berdiri.
"Tapi Jasmine. Dengarkan dulu,"
"Ah, sudahlah..." aku pergi meninggalkan mereka setengah berlari keluar rumah.
Awalnya aku berniat pergi kerumah Harit atau Sasha. Tapi saat ini Sasha sedang Honeymoon dan Harit masih sibuk dengan acara beberapa hari lalu sehingga tidak ada pilihan keluar.
Lily datang mengejar dan aku tahu dia pasti disuruh Mama dan Papa untuk meyakinkanku. Akhirnya aku berjalan di kebun belakang sambil menggerutu padanya.
"Nona, keluarga Holmes memang bukan orang sembarangan sehingga Tuan dan Nyonya tidak punya pilihan lain,"
"Ini bukan soal orang sembarangan atau tidak. Tapi aku tidak mau menikah, Lily! Aku tidak mau menikah, kau tahu maksudku, kan?!"
Ahirnya Lily diam. Dia hanya bisa melihatku yang ngomel tidak jelas padanya.
Kemudian aku diam setelah sedikit lega mengeluarkan amarahku. Aku duduk di ayunan dan Lily ikut duduk disebelahku. Dia juga masih diam tak berkomentar apapun sejak tadi.
Pada akhirnya, aku bertanya padanya. "Kau tahu bagaimana mungkin dia bisa mengenalku?"
"Kalau tidak salah, mereka sudah pernah melihat Nona di suatu acara."
"Benarkah?"
Lily mengangguk.
"Apa aku pernah bertemu dan bicara pada mereka?"
"Mungkin Nona belum pernah melihatnya. Kalau tidak salah hanya Tuan Holmes yang pernah melihat Nona."
"Ah, sial. Aku tidak ingat orang yang mana dan siapa homeless itu," Kataku, bicara pada diri sendiri. Kemudian aku bertanya kembali pada Lily, "Kau tahu siapa atau seperti apa orang yang akan dijodohkan padaku itu??"
"Iya, Nona. Aku melihatnya sendiri waktu mereka datang kesini. Namanya Richard Holmes tetapi orangtua mereka memanggilnya Richie. Kalau tidak salah, dia anak tertua. Usianya 28 tahun dan--,"
"APAAA??!"
Baru saja aku duduk di ayunan, tapi pernyataan Lily kembali membuatku berdiri. "28 TAHUN?!!"
"N-Nona,"
"Ini pasti bercanda!! Aku akan menikah dengan pria yang lebih tua dariku 9 tahun?! Tentu saja ini mimpiii!!"
"Nona Jasmine," Lily yang berdiri dibelakangku berusaha menenangkan, tetapi aku langsung menjauh tanpa berhenti bicara. "Aku tidak akan menikah dengan pria itu! Pernikahan ini gila! Aku benci pria tua usia 28 tahun. Dia pasti obesitas, botak dan jelek. Aku benci namanya dan nama belakangnya. Tidak mungkin namaku berubah menjadi Jasmine Homeless."
"Nona," Lily berusaha memanggil tetapi aku belum berhenti bicara.
"Kenapa nama belakangnya harus Homeless(gelandangan)? Richard Homeless? Semua orang pasti menertawakanku--"
"Tapi namaku bukan Richard Homeless. Namaku Richard Holmes." Tanggap pria itu di belakangku sehingga membuatku berhenti bicara.
"Holmes. Jadi namamu Jasmine Holmes. Bukan Homeless."
Aku berbalik melihatnya. Sedikit terkejut begitu tahu seperti apa sosok pria yang saat ini berdiri dihadapanku. Kupikir bukan dia orangnya. Oh, tentu saja bukan dia, tetapi Lily yang berdiri dibelakang pria itu langsung berkata tanpa suara, "Dia orangnyaaaa...."
Richard? Dia? Dia orangnya? Rasanya sedikit aneh.
"Maaf kalau usiaku terlalu tua untukmu. Tapi, apakah aku terlihat tua? Kebanyakan orang justru menganggapku masih 23 atau 25. Bagaimana menurutmu?" tanyanya dengan kedua alis yang terangkat. Kemudian ia tersenyum. Senyum yang membuatku melongo.
Di belakang, Mama langsung menghampiri kami sambil berlari kecil. "Richard? Astaga, sejak kapan kau datang kesini, nak??"
Richard langsung berbalik melihat Mama. "Baru saja, Ma."
Ma? Dia langsung memanggil Ibuku Mama?!
Dia menyalami tangan Mama dengan senyumnya yang belum pudar. Kemudian Mama bertanya hal lain, "Kau bersama siapa saja? Kenapa tidak bilang dulu kalau mau kesini?"
Richard tertawa dan memberitahu kalau dia datang sendiri juga sengaja langsung datang agar tidak membuat tuan rumah repot demi menyambut kedatangannya. Dia sengaja ingin melihatku karena sebelumnya kami berdua belum pernah bertemu.
Itulah pertemuan pertamaku dengan Richard... Richard Holmes...
Aku menatap ponselku. Menunggu pesan masuk dari Emily. Kemudian...Ting!Tanda pesan masuk baru. 1 foto blur yang otomatis ku unduh. Ketika gambarnya jelas, aku berdecak kesal."Dasar!" kataku.Rivi yang berdiri di belakangku ikut melihat apa yang kulihat."Siapa itu?" tanya Rivi.Tanpa perlu memperbesar foto pun aku tahu siapa pria itu. "Ini Suaminya Sasha, Riv." Kataku."Dasar, Emily. Kupikir Istriku bersama siapa,"Kemudian kudengar dari rekaman, Emily mulai beraksi. Dia yang sudah membawa nampan makanan mendatangi Jasmine dan Sasha sambil pura-pura mengenal keduanya. Kemudian dia ingin bergabung bersama mereka.Emily mengatakan bahwa dirinya juga alumni sekolah Jasmine. Dia tahu Jasmine populer, ketua cheerleaders dan semacamnya. Kemudian Sasha memberitahu pria yang bersama mereka itu suaminya dan Emily mengajaknya berkenalan juga.Setelah bertanya basa-basi kenapa mereka disini dan sebagainya, akhirnya topik berganti soal masa-masa sekolah. Aku dan Rivi mulai tegang karena takut
Malam hari jam pulang kerja, aku melihat CCTV rumah lewat ponselku. Ada Ibu datang entah sejak kapan. Kuputar mundur CCTV sampai di titik sore menjelang malam. Ibu datang pada saat itu. Kemudian aku kembali melihat apa yang sedang mereka bicarakan sekarang. Keduanya ada di dapur sambil tertawa. "Ibu memang tidak pintar memasak. Tapi untungnya Ayah mau makan ayam gosong itu," Jasmine masih tertawa. "Tapi seiring berjalannya waktu, Ibu mulai bisa beberapa resep. Hanya beberapa resep saja karena selebihnya sudah dikerjakan koki di rumah," Jasmine mengangguk-angguk. Aku ikut tersenyum melihatnya. Kemudian aku masuk ke dalam mobil. Meletakkan ponselku pada penyangga di dashboard, lalu menyalakan mesin. Selama perjalanan, aku tidak fokus mendengarkan pembicaraan mereka, tapi di lampu merah, Ibu berkata, "Rasanya sudah tidak sabar lagi ingin memiliki cucu," Ibu melihat Jasmine sambil tersenyum lebar dan Jasmine merasa sedikit kikuk. "Apa kau sudah melakukan test pack?" Jasmine mulai b
Pagi itu aku meminta 3 suruhanku mencari informasi apapun tentang persahabatan dan riwayat hidup Jasmine. Hanya dalam waktu seminggu, mereka sudah memberiku berbagai informasi tentang Sasha dan Harit. Berapa lama mereka bersahabat, kemana saja mereka pergi, apa saja yang biasa mereka lakukan, film apa yang biasa mereka tonton. Juga sekumpulan foto Jasmine dengan mereka. Foto berpelukkan, foto di kelas waktu mereka masih SMA, juga foto dengan teman-temannya yang lain. Aku menggelengkan kepala sambil mengamati foto itu satu per satu. Belum ada hal yang mencurigakan disana. Kemudian informasi tentang sahabat Jasmine waktu SD sampai SMP yang bernama Sally. Foto-foto mereka berdua yang lebih banyak memeluk. Jasmine dan Sally selalu berdekatan. Mereka selalu pergi bersama sambil bergandengan tangan, bahkan Sally sudah dianggap anak oleh Mama Sarah. Mereka sudah satu kelas sejak SD sampai SMP, sayangnya setelah kelulusan SMP, Sally pindah keluar negeri hingga keduanya mulai putus komunika
Namaku Richard Holmes, tapi orang-orang terdekatku biasa memanggilku Richie. Aku lahir di musim kemarau, tepatnya pada bulan april sebagai anak pertama sekaligus cucu pertama keluarga Holmes. Ayahku adalah pengusaha besar pemilik perusahaan Holmes dan keluargaku cukup terkenal di kalangan para pengusaha sebagai orang yang baik dan terpandang. Sejak kecil, kedua orang tuaku sudah memberikan yang terbaik. Mereka menyekolahkanku di sekolah terbaik, mencarikanku guru les terbaik dan mengumpulkan ku dengan orang-orang terpelajar. Banyak orang yang mengatakan diriku sempurna. Terlahir dari keluarga terhormat, memiliki fisik yang tampan, dan memiliki sifat yang dermawan seperti Ayahku (kata mereka). Tapi diantara 3 pujian tersebut, yang paling sering kudengar adalah ketampanan fisik. Sejak masuk taman kanak-kanak, sudah banyak perempuan yang ingin dekat denganku. Waktu sekolah dasar, aku pernah curi dengar anak-anak perempuan yang sedang membicarakanku. Salah satu diantara mereka meng
"K-kau..." Mama terbata-bata. "Apa yang kau pikirkan, Jasmine??" Tiba-tiba suaranya meninggi, tapi kemudian diam sambil menutup mata sejenak. Mama sadar kami sedang tidak berdua, ia manatap Lily dan memberinya isyarat untuk pergi. Lily yang sejak kemarin memang tidak tahu kejadian apapun langsung angkat kaki. Kemudian Mama kembali bertanya tapi kali ini suaranya jelas. "Jadi kemarin kau membentak Richard?""Hmm," Jawabku mengiyakan. "Astaga, Jasmine. Kau tahu? 21 tahun, Jasmine. 21 tahun Mama menikah dengan Papamu, sampai detik ini belum pernah Mama membentak. Kau baru 2 hari menikah langsung membentak suamimu seperti itu? Kau tahu posisi kita ini apa?" Suara Mama kembali meninggi hingga aku tak berani menatapnya lagi. "Tanpa keluarga Richard, Papa tidak bisa membesarkan perusahaannya menjadi seperti sekarang. 5 tahun lebih Papamu bekerja sama dengan keluarga Richard. Bisa-bisa hancur karena ulahmu!" "Tapi aku tidak mau menikah, Ma! Ini bukan kemauanku!" "Papa bilang kau sudah ma
Aku langsung mengambil bantal dan menepuk wajahnya yang hendak mendekat, "NOO!!" Richard mundur seketika. "Sudah kubilang aku tidak mau, aku tidak siap sekarang Richard, aku tidak si--" "Baiklah, baiklah." Richard mengangkat kedua tangannya. "Aku menyerah sekarang, sungguh, aku mau tidur saja," Dia merebahkan tubuhnya di kasur sedangkan aku masih duduk. Aku mendengus kesal karena kasur ini tidak luas. Mau tidak mau jarakku dengan Richard selalu berdekatan. "Kenapa?" Tanya Richard. "Harusnya kasur ini diganti dengan kasur sebelah." "Aku tidak mau." Jawab Richard. "Kasur sebelah bekas tidur tamu, dan kasur satunya bekas Rivi. Ini satu-satunya kasurku." "Duuuh, apa penting kasur ini bekas tamu atau siapalah," "Penting." Richard menghadapkan tubuhnya kearahku dan menutup mata. "Nanti kubelikan kasur baru... kau mau yang seperti apa? King size? Tapi begini saja sudah nyaman." "Ya. Nyaman untukmu tapi tidak untukku." Richard tidak menjawab. Dia masih menutup matanya. Aku kembali