Share

Terlalu dekat hingga membuatku mundur-mundur. “Kenapa? Kau takut? Aku bisa melakukannya pelan-pelan, tenang saja.” katanya.

Jantungku langsung berdebar. “Richard, aku tidak mau melakukan itu, bisakah kau menjauh?? Seriously!” Kudorong dia menjauh dan hendak turun dari kasur.

“Hei, kau mau kemana?”

Hampir saja dia menangkap tanganku dan hendak mencegahku pergi, untungnya tidak berhasil. Cepat-cepat aku keluar dari kamar sementara Richard masih memanggilku.

“Jasmine, Jasmine…”

Aku harus pergi dari rumah ini!

“Hei, kau mau kemana?” Richard berlari kecil mengejarku.

"Jasmine, tunggu dulu," diraihnya tanganku yang hendak menyentuh ganggang pintu, "Kau mau kemana?" Tanyanya sekali lagi.

"Pergi!"

"Kenapa??"

Aku diam sesaat.

Tiba-tiba Richard tertawa, "Kau takut itu? Kau tidak mau berhubungan denganku?"

Aku melihat kearah lain.

"Tidak apa-apa kalau kau masih takut. Aku tahu posisimu. Kita berdua tidak pernah saling kenal sebelumnya dan aku hanyalah orang asing,"

Aku melihat wajahnya dan dia tersenyum sambil melanjutkan, "Aku tahu perasaanmu, aneh sekali, bukan? Ada orang asing yang hendak berbuat sesuatu. Aku tidak akan melakukannya, Jasmine." Dia menggelengkan kepala dan menekankan kata-katanya sekali lagi, "Aku tidak akan melakukannya."

Kemudian suaranya berubah menjadi berbisik. "Tapi aku akan melakukannya begitu kau siap." Dia menganggukkan kepala seolah meminta persetujuanku akan hal itu

Aku bergidik ngeri.

Kugelengkan kepala sambil melihat kearah lain. "Terserah. Yang jelas aku sedang tidak memikirkan hal itu. Sekarang aku mau pergi,"

"Pergi? Ini masih hari pernikahan kita,"

"Lalu?"

"Kau tidak bisa pergi, kau bahkan belum mempersiapkan apapun untuk honeymoon minggu depan di Jepang."

"Hah?!! Kau pasti bercanda."

"Tidak. Aku tidak bercanda." Jawab Richard serius.

"Kenapa kau beli tiket ke Jepang?"

"Kau tidak suka Jepang?"

"Aku tidak mau pergi denganmu!" Jawabku kesal dan kembali membuka ganggang pintu.

"Jasmine!"

Richard memanggilku dari belakang. "Kau mau pergi kemana?" Tanyanya tanpa mengejar. Sepertinya Richard diam karena ingin melihat apa aku benar-benar pergi darinya atau tidak, dan ya… aku tidak bercanda.

Aku benar-benar pergi menaiki taksi dan mengajak 2 sahabatku bertemu di salah satu cafe.

Harit dan Sasha.

Keduanya menggeleng keheranan mendengar ceritaku itu. 

"Sulit dipercaya, apa kau sedang menyembunyikan cerita sesungguhnya dari kami berdua?" Tanya Sasha dengan serius.

"Maksudmu? Bagaimana cerita yang sesungguhnya?"

"Kau tidak bertengkar dengan Richard dan kalian sudah melakukan hubungan intim,"

Aku melotot ke arah Sasha dan tertawa. "Demi tuhan aku tidak mau melakukannya, Sasha, hahaha... HAHAHAHA... Aku benar-benar menghindari Richard. Itu sebabnya kenapa aku ada disini sekarang,"

"Jasmine, kau benar-benar gila," kata Harit.

"Kau tidak bisa melakukan itu pada Richard," Sasha memperingati.

"Oh, sayangnya aku bisa, Ladies."

Harit geleng-geleng dan Sasha masih tidak habis pikir.

"Kau tahu, kau sudah beruntung mendapatkan orang seperti Richard. Dia pria yang baik dan sempurna, lalu dengan mudahnya kau menyia-nyiakannya begitu saja. Apa yang kau pikirkan? Kau takut malam pertama?"

"Ah, semua selalu membahas soal malam pertama!!" Tanggapku cepat. "Ini bukan soal malam pertama, malam kedua atau malam-malaman. Tidak! Bukan karna itu. Aku hanya tidak ingin menikah."

Seorang pramusaji datang memberikan buku menu dan obrolan kami terjeda. Kami bertiga memilih salah satu paket yang ada di list dan setelah pramusaji itu menulis pesanan kami, dia pergi dan baru obrolan kembali berlanjut.

Sasha sempat mengawasi pramusaji tadi sudah benar-benar menjauh sebelum bertanya "Jadi apa, Jasmine? Apa rencanamu sekarang?"

Aku mengangkat bahu, ."Entah. Aku belum memikirkan apapun."

"Kau tahu, Sasha sudah banyak memberiku tips malam pertama," kata Harit.

"Lagi?! Astagaa!!"

"Harit, ini bukan soal malam pertama," jawab Sasha cepat-cepat.

"Duuhhh," aku menggelengkan kepala.

"Tapi aku masih tidak mengerti dengan perlakuanmu padanya… maksudku, sulit dipercaya kau tidak jatuh cinta dengan orang seperti Richard," 

"Sudahlah,"

Sasha menghela napas dan Harit melihat kearah lain. Aku mulai memikirkan beberapa hal sebelum ini.

"Kasian juga, padahal tadi pagi dia membuatkanku pancake,"

"Mm-hm, lalu?"

"Tidak kumakan,"

Sasha mendengus seolah dia sudah tahu jawabannya. Kemudian Harit bertanya beberapa hal soal dekor pernikahan pada Sasha sedangkan aku mulai melamun.

Kalau kupikir-pikir, Richard termasuk tidak mudah marah selama menghadapi kelakuanku. Dia juga tidak posesif sehingga aku merasa tetap bebas. Buktinya, aku masih bisa pergi menemui teman-temanku seperti ini… melihat pemandangan indah di café, mencium semilir aroma kopi, merasakan angin sejuk dari AC, melihat kendaraan yang berlalu-lalang diluar sana dan… tunggu dulu…

Seorang pria jangkung dengan kemeja putih dan celana hitam yang membuka pintu kaca café itu terlihat benar-benar mirip Richard, menurutku. Matanya mengawasi sekitar café dan tiba-tiba berhenti kearahku… tunggu, tunggu, tunggu…

Dia mengambil ponsel dari sakunya dan menempelkannya ketelinga. Disaat yang sama, tiba-tiba ponselku yang ada di meja berdering. Nama yang terpampang dilayar adalah Richard. Sekali lagi, kulihat pria yang masih berdiri disana dan kulihat ponselku sendiri. Pria itu berkata tanpa suara dan dari gerakan bibirnya, dia berkata, “Angkat.”

Jantungku berdebar. Dia bukan orang yang mirip Richard, tapi dia memang Richard!!

SIAL! Bagaimana mungkin dia bisa menemukanku disini??!

Kuangkat telpon darinya dan dia berkata. “Kau pilih ikut aku pulang sekarang juga dan semua akan baik-baik saja. Atau kubiarkan kau disana dan sebentar lagi kau kena masalah?? Hmmh?”

Aku tidak bisa menjawab tetapi pandanganku tidak teralih kearah lain selainnya.

Kumatikan panggilan dan kuberitahu Harit dan Sasha.

Girls... Richard ada disana,” kataku.

“Hah?” Harit dan Sasha berhenti bicara.

“Richard ada disana.” kataku sekali lagi dan akhirnya mereka berdua melihat kebelakang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status