Pegawai toko itu langsung terdiam, bahkan suara jarum yang terjatuh di lantai pun dapat terdengar dengan jelas.Orang-orang mulai menunjukkan rasa simpatik pada pegawai toko itu, wajahnya tampak masam. Namun, pada saat ini, sang manajer datang menghampirinya dan memberinya isyarat untuk mengikuti instruksi pelanggan. Lagi pula, harga gaun pengantin itu sudah tertera di sana.Ekspresi Dani sangat tenang, wajahnya yang dingin dengan senyuman palsu.Sinta secara tidak sengaja memegang tangannya."Sudahlah Lupakan saja, tidak usah dibeli," kata Sinta sambil berbisik pada Dani. "Gaun pengantin ini sangat mahal, apalagi kelak juga tidak akan bermanfaat.""Gesek dengan kartu itu," kata Dani dingin, "Tidak pakai pin."Pada akhirnya, Sang Manajer datang bersama Sang Desainer untuk memecahkan masalah.Dani Setyawangsa merokok di luar, sementara Sinta mengukur badan di dalam ruangan. Kali ini, tidak ada yang berani mengejeknya. Pegawai toko itu pun dimarahi oleh manajer toko dan berdiri di sampin
Dani memijit keningnya, dia tampak serius. Setelah mengambil napas yang dalam, dia langsung menutup ponselnya.Dia memang akan kembali ke Jakarta, tetapi bukan sekarang.Kalau Dani kembali sekarang, hanya akan mengacaukan rencana, membuat orang-orang yang awalnya mengira dia telah mengalami kecelakaan pesawat dan bahkan mayatnya pun tidak bisa ditemukan itu, untuk kembali membuat masalah dan merencanakan cara yang lebih kejam untuk menghabisinya!"Kamu suka yang mana, sagu atau cincau?"Dani sedikit terkejut, begitu menoleh ke belakang, dia melihat sepasang mata yang besar yang bersinar-sinar menatapnya. Sinta tersenyum merekah, senyumannya itu semanis teh susu yang ada di tangannya. "Ada apa denganmu?" Sinta bisa menatapnya dan berkata, "Wajahmu tidak terlihat begitu ....""Aku baik-baik saja." Dani bener-bener tidak menyukai perasaan seolah-olah Sinta dapat melihat tembus wataknya.Dengan membelakangi Sinta, Dani berkata dengan ketus, "Kamu minum saja sendiri, aku tidak suka minuman
Dani bisa menebak sesuatu dan berkata dengan tenang, "Pergilah ke kamar, buka laci yang ada di lemari. Ada sebuah kotak di dalamnya, kamu bawa kemari kotak itu."Sinta berseru, "Ah." Lalu dia melakukan seperti yang Dani katakan, dia benar-benar menemukan sebuah kotak kayu berukiran kembang bunga di bagian terdalam laci. Ukiran kembang bunga yang ada di atas kotak itu terukir dengan bagus, kotak itu juga mengeluarkan aroma wangi yang semerbak.Dani mengambilnya dan membukanya, ternyata isinya perhiasan emas yang bersinar-sinar. Ada kalung, anting-anting dan cincin, terutama gelang emas dan batu giok,
Senyuman Sinta tiba-tiba membeku, ada sebekas kesedihan yang muncul di hatinya.Ucapan Jessika memang benar, pernikahan ini adalah masalah seumur hidup, dia tanpa berpikir panjang langsung menerima tawaran pernikahan ini. Dia bahkan belum pernah pacaran. Bukankah ini termasuk mempertaruhkan kebahagiaan Sinta untuk seumur hidup? Akan tetapi ....Sinta menyesap bibirnya dan tersenyum lembut di telepon, "Tidak setragis itu, deh?"Sebenarnya aku juga ingin berterima kasih pada Dani. Jika bukan karena dia menikahiku, aku juga tidak akan mendapatkan enam ratus juta ini.Asalkan penyakit ibunya membaik, adiknnya bisa giat belajar dan hidup dengan baik, semua ini sudah merupakan kebahagiaan terbesar Sinta."Sudah yah, kita ngobrol lagi nanti!" Sinta buru-buru ingin menyelesaikan panggilan itu dan berkata, "Hari ini, aku pulang untuk mengambil uang, nanti setelah aku mendapatkan uang itu, aku akan memberitahumu kabar baik ini."Sinta menutup ponselnya dan memasukkannya kembali ke ranselnya. Ta
"Aku bilang, Ayah tidak di rumah!" Santi tersenyum puas, "Ayah pasti sudah lupa kalau kamu pulang hari ini! Ah, benar juga, menikah dengan pria seperti itu, apa ayah masih perlu menyiapkan pesta penyambutan untukmu? Hahaha, apa tidak cukup memalukan!""Aku tidak butuh pesta penyambutan!"Sinta langsung berdiri menghadang Santi, "Aku mau ambil mas kawinku!" "Mas kawin?" Santi mengangkat alis matanya dan tersenyum licik, "Mas kawin apa? Aku belum pernah mendengarnya!"Sinta terkejut, jantungnya berdebar keras.Dalam sekejap itu, semua kesengsaraan, ketidakrelaan dan kebencian menguak ke benak Sinta. Dia tahu dirinya memang tidak dihargai dalam keluarga ini. Sejak dia dilahirkan ke dunia dan datang ke tengah-tengah keluarga ini, dia sudah dicap sebagai anak diluar nikah. Akan tetapi, jati dirinya ini bukanlah hal yang bisa dipilih Sinta. Selama bertahun-tahun ini, walaupun dia berada di tengah kegelapan, dia juga telah berusaha mencari secercah sinar harapan.Pasti tidak ada gadis yang
Saat Dani membuka pintu rumahnya, dia melihat Sinta sedang membawa dua piring berlauk keluar dari dapur.Wajah mungil yang awalnya terlihat agak sendu itu, begitu melihat Dani datang, langsung tersenyum lebar.Hanya saja senyumannya itu terlihat agak memaksa.Setelah mencuci tangan, Dani duduk di depan meja makan. Setelah latihan seharian, perutnya juga sudah kelaparan. Hidangan yang masih panas-panas itu terlihat sangat mengiurkan.Dia mengangkat piringnya dan makan dengan lahap, sementara Sinta duduk bergeming di tempat."Apa yang terjadi?" Dani meliriknya.Sinta berhenti sesaat, lalu mengeleng-geleng kepalanya perlahan-lahan."Kalau begitu, cepatlah makan. "Dani mengambilkan sepotong daging dan meletakkannya di piring Santi. "Kalau dilihat saja, apa bisa kenyang?"Sinta menundukkan kepalanya dan menyesap bibirnya, tetapi dia tetap tidak memiliki selera makan. Pada saat ini, ponsel Sinta berbunyi. Anton Iskandar, Adik laki-laki Sinta mengirim pesan: "Kakak, kapan kamu mau mengirim bi
Dani di sisi lain telepon terdiam tak bersuara.Namun, bahkan melalui telepon, Billy bisa menebak kalau ekspresi Dani sekarang pasti tanpa ekspresi seperti gunung es.Wajahnya yang tidak berekspresi itu adalah kemampuannya yang terbesar, tidak ada yang tahu kapan dia senang, kapan dia sedang marah."Kakak Ketiga," Billy berdehem ringan, "kamu tidak ingin ngomong sesuatu?""Ngomong apa? "Dani berkata dengan senyum palsu, "Itu aku berikan padanya, berarti miliknya, mau diapa 'kan, yah terserah dia toh.""Tapi itu 'Gelang Embun Cenderawasih' yang dipakai oleh nenek buyutmu, 'kan?"Dani tidak bersuara, dia menambahkan berat dumbbell yang diangkatnya. Saat diangkat, kelihatan otot-ototnya yang kenyal dan padat, kekuatannya seperti gunung berapi yang meletus."Dia jual berapa gelang itu?" tanya Dani.Billy tersenyum, "Ini ... dia tidak jadi jual!"Kening Dani terasa kebas. Dari semalam, dia sudah melihat wanita imut ini tidak tenang, matanya menatap ke laci itu terus, saat itu Dani sudah bis
Setelah makan malam, Sinta memotong buah dan menyajikannya lalu duduk di samping Dani.Pria itu menatap ponselnya sepanjang waktu, Sinta penasaran dan menoleh ingin ikut melihat. Awalnya Sinta mengira Dani sedang main Game, tetapi tidak disangka dani sedang membaca situs asing dengan orang-orang berpakaian formal, mereka terlihat seperti orang-orang sukses.Sinta terkejut saat Dani tiba-tiba menolehkan kepalanya. Jarak kepala Sinta begitu dekat, ujung hidung mereka hampir saling menempel satu sama lain. Mereka berdua saling menatap satu sama lain, bertukar pandang. Wajah Sinta terasa hangat dan jantungnya berdebar keras."Ada apa?" kata Dani dengan nada rendah seperti berbisik."Tidak ... tidak apa-apa." Sinta duduk di sampingnya dengan canggung, kedua tangannya yang mungil tumpang tindih tidak karuan, dia panik tidak tahu mau bilang apa, jadi dia tersenyum dan asal cerocos, "Kamu sedang baca berita?""Yah, berita keuangan.""Kamu mengerti ini?"Dani menoleh lagi, matanya yang tajam da