Share

Bab 5 Pemborosan

Pegawai toko itu langsung terdiam, bahkan suara jarum yang terjatuh di lantai pun dapat terdengar dengan jelas.

Orang-orang mulai menunjukkan rasa simpatik pada pegawai toko itu, wajahnya tampak masam. Namun, pada saat ini, sang manajer datang menghampirinya dan memberinya isyarat untuk mengikuti instruksi pelanggan. Lagi pula, harga gaun pengantin itu sudah tertera di sana.

Ekspresi Dani sangat tenang, wajahnya yang dingin dengan senyuman palsu.

Sinta secara tidak sengaja memegang tangannya.

"Sudahlah Lupakan saja, tidak usah dibeli," kata Sinta sambil berbisik pada Dani. "Gaun pengantin ini sangat mahal, apalagi kelak juga tidak akan bermanfaat."

"Gesek dengan kartu itu," kata Dani dingin, "Tidak pakai pin."

Pada akhirnya, Sang Manajer datang bersama Sang Desainer untuk memecahkan masalah.

Dani Setyawangsa merokok di luar, sementara Sinta mengukur badan di dalam ruangan. Kali ini, tidak ada yang berani mengejeknya. Pegawai toko itu pun dimarahi oleh manajer toko dan berdiri di samping, tidak berani bergerak sedikitpun. Sang Desainer memuji Sinta memiliki postur tubuh yang baik, bahkan Manajer Toko itu pun memperlakukan Sinta seperti tamu VIP, melayaninya dengan hati-hati.

Akhirnya setelah meninggalkan toko gaun pengantin, dalam perjalanan kembali, Sinta tetap tanpa tidak senang.

Gaun pengantin itu harganya lebih dari enam puluh juta ....

Dia menggigit bibirnya dan melihat pria yang ada di sebelahnya, pria itu tampak sangat tenang dan dingin seperti gunung es.

"Dani Setyawangsa," Sinta akhirnya buka suara setelah dia tidak tahan lagi. "Aku pikir kita perlu berbicara."

Dani terkejut dan menghentikan langkahnya.

Sinta tampak sangat serius, dengan sepasang mata hitam yang bulat besar seperti buah anggur hitam itu menatap Dani dengan mata yang berkilau, bibir Sinta yang seperti ceri sedikit cemberut.

"Tadi ... kamu terlalu emosional."

Kening Dani berkerut dan berkata, "Apaan?"

"Di toko gaun pengantin tadi, padahal kamu tidak perlu bikin onar dan berakhir seperti itu ... kenapa kau harus termakan gengsi dan membeli gaun pengantin itu?"

Dani benar-benar tidak tahu bisa hidup berapa lama lagi. Dia yang sebelumnya, mungkin uang sebanyak itu bahkan tidak cukup untuk membayar tagihan sekali makan.

Sinta diam-diam melirik Dani, tetapi pria yang bermuka tirus itu masih tidak berekspresi.

"Aku ... aku juga tidak menyalahkanmu," kata Sinta dengan suara lebih lembut, "aku hanya ingin mengatakan kalau kita sudah menikah. Jadi, kita harus punya rencana untuk ke depannya. Aku tahu kamu mencoba membantuku, tapi saatnya bersabar, kamu harus bersabar. Kelak, rumah kita masih banyak hal yang membutuhkan uang."

Rumah?

Tidak tahu kenapa, setelah mendengar kata ini, Dani secara tidak sadar sedikit menyungingkan sudut bibirnya.

"Apalagi, mas kawinku belum dibawa, nanti setelah datang, kita akan memakainya untuk hal lain. Kita tidak boleh terlalu boros dalam menggunakan uang."

Suara Sinta secara perlahan-lahan menurunkan, ketika dia memikirkan ibunya masih berada di rumah sakit dan adiknya yang masih menunggu biaya hidup, kesedihan kembali muncul di sudut matanya. Akan tetapi, Sinta tidak berani memberitahukan Dani mengenai hal ini.

"Boros?" Pria itu mengulangi kata ini dengan suara rendah dan suaranya itu bercampur sedikit kesan lucu. "Bukankah kamu putri keluarga Wijoyo? Kenapa rasanya seperti kamu tidak rela membelanjakan uang?"

Sinta menatapnya dengan mata lebar, hatinya berdetak keras bagaikan sedang bermain drum. Dia buru-buru mengubah topik dan berkata, "Apakah kamu haus? Aku ingin membeli teh susu."

Sinta berbalik dan lekas pergi ke kios teh susu yang berada di seberang jalan.

Dani Setyawangsa melihat wanita dengan postur tubuh kecil itu dengan tersenyum ringan. Pada saat ini ponselnya bergetar, dia melirik nomor yang muncul di layar. Senyuman di bibirnya langsung membeku.

"Bagaimana?"

"Tuan Dani." Suara dari balik ponsel itu menekan suaranya dan berkata, "Kami sudah hampir tuntas menyelidiki masalah itu. Hari dimana pesawat pribadimu terjadi kecelakaan, seseorang memang telah mengutak-atiknya. Sekarang bukti masih belum cukup, tetapi pelakunya memang tidak jauh dari dugaanmu."

"Sangat bagus." Suara Dani terdengar tegas, "lanjutkan penyelidikan!"

"Baik, tapi Tuan Dani ... berapa lama lagi Anda akan tinggal di desa kecil di Semarang? Anda yakin tidak akan kembali ke Jakarta dulu?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status