Share

Bab 3 Hidangan Pertama Pasca Menikah

Sinta mengenakan sehelai pakaian dan pergi ke halaman, dia menemukan Dani sedang berolah raga pagi.

Pria itu bertelanjang dada mengangkat dumbbels silih berganti dengan kedua tangannya. Sekujur tubuhnya penuh dengan otot-otot kekar itu, saat diterpa sinar mentari pagi, dia terlihat seperti dewa matahari yang turun dari khayangan. Wajah mungil Sinta sedikit terasa hangat, dia menyapa Dani dengan lembut, "Pagi sekali!"

Dani Setyawangsa berbalik dan meliriknya dengan pandangan datar.

Sinta menatap ke sekeliling dan melihat kalau halaman rumah ini tidak besar dan agak berantakan. Penuh dengan barang-barang seperti karung pasir, sarung tinju, pentungan baseball, dumbbells dan lain-lain yang tergeletak begitu saja di tanah. Sinta merasa kurang nyaman, dia tidak berani mencetuskan apakah rumor yang beredar itu nyata atau tidak, tetapi Dani pasti sering terlibat dalam perkelahian.

Sinta tidak tahu bagaimana temperamen pria ini?

Konon katanya pria yang ada di lingkungan ini agak kasar, mereka sering mabuk dan acap kali terjadi KDRT.

Sinta menggigit bibirnya dan berjalan maju dengan langkah kecil dan napas yang tertahan dan bertanya, "Anu, itu ... kamu sudah sarapan belum?"

"Belum," kata pria itu dengan dingin. "Kamu buatkan saja."

Sinta mengangguk, balik badan dan berlari kembali ke dapur.

Dia bekerja dengan gesit, dalam sekejap saja dia sudah kembali dengan sepanci bubur, telur mata sapi dan meletakkan sepiring empal sapi goreng di depan Dani.

Dani mengangkat kepalanya dan menatap Sinta yang tersenyum lebar, tiba-tiba jantungnya serasa berdetak. Dia mengambil sepotong empal sapi dan meletakkan di piring Sinta.

Sinta terkejut, baru saja berpikir untuk menolak, dia sudah mendengar Dani dengan suara yang rendah dan berkata, "Makanlah yang banyak, kamu terlalu kurus!

"Oh ...."

Sinta menyesap bibirnya, sebenarnya dia punya banyak hal yang perlu dibicarakan dengan Dani. Misalnya, dia ingin meminta maaf untuk masalah semalam itu, padahal itu adalah hal yang wajar bagi para pasangan yang baru menikah, tetapi kejadian itu menjadi seperti Dani yang memaksanya.

Misalnya lagi, Sinta ingin bertanya tentang rencana Dani ke depannya, sekarang mereka adalah suami istri, mereka harus mempunyai rencana untuk menjalani hari-hari mereka ke depannya.

Selain itu juga, Sinta masih belum jelas soal profesi Dani, dan dengan apa suaminya ini akan menghidupi keluarga ....

Bagaimana pun juga di antara mereka, perlu saling memahami satu sama lain.

Melihat Dani menundukkan kepalanya dan saat dia mengulurkan tangannya, tampak terlihat jelas kapalan kulit mati di antara jemari tangannya, semua ini terbentuk dari hasil latihan meninju karung pasir berulang kali.

Kata-kata yang sudah dipikirkan Sinta tadi pun dia telan kembali.

Mereka menghabiskan hidangan pertama pasca menikah ini dengan sunyi senyap dan berlangsung lama, hati Sinta bukannya tidak ada kekhawatiran. Hanya saja, semua ini sudah terjadi apa adanya, Sinta sudah tidak punya kesempatan untuk membatalkannya.

"Omong-omong, apakah hari ini kamu ada waktu?" tanya Sinta.

Dani terkejut dan berkata, "Ada apa?"

"Aku harus pergi ke kota dan mengembalikan gaun pengantinku," kata Sinta dengan sedikit tersenyum.

Sorotan mata Dani membeku, mereka menikah dan dia tidak mengurus apapun. Dia juga tidak tahu kalau gaun pengantin yang dipakai Sinta ternyata gaun sewaan. Apakah wanita lain saat menikah, mereka akan merasa sangat bahagia saat membeli gaun pengantin yang mereka pakai sekali dalam seumur hidup itu? Memikirkan hal ini, Dani memiliki perasaan aneh yang tidak jelas di hatinya.

"Aku bukan memintamu menemaniku ke sana!" Melihat Dani terdiam, Sinta berusaha menjelaskan dengan cepat dan berkata, "Kalau kamu sibuk, aku bisa pergi mengembalikan gaun ini sendirian. Tidak perlu memedulikanku."

"Hmm," jawab Dani dengan ringan.

Mereka berdua memperlakukan satu sama lain dengan hormat dan sopan, bahkan terkesan agak sungkan-sungkan seperti layaknya teman sekamar saja.

Sinta mencuci gaun pengantinnya dengan bersih, kemudian dia mengemasnya seperti sedia kala dengan memasukkannya ke dalam tas. Sinta naik bus dan transit beberapa kali hingga saat dia tiba di toko gaun pengantin, hari pun sudah menjelang siang.

Saat menikah, selain mas kawin yang dijanjikan, keluarga Wijoyo tidak mempersiapkan apapun untuknya. Jadi dia terpaksa mencari ke semua tempat, baru menemukan toko gaun pengantin yang dari segi model pakaian maupun harganya cukup memuaskan ini. Toko ini tidaklah besar dan pegawainya juga tidak terlalu ramah, terutama terhadap orang-orang seperti Sinta yang menyewa gaun pengantin saat menikah, lebih tidak dilayani dengan baik.

"Nona, apakah kamu yakin kita masih bisa menyewakan gaun pengantin ini lagi kelak?" tanya Pegawai toko dengan suara yang ditekan dan terlihat merendahkan Sinta, "Kamu bisa melihat sendiri, 'kan? Kondisinya seperti apa ini."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status