Share

Bab 6 Kembali Ke Rumah Orang Tua

Dani memijit keningnya, dia tampak serius. Setelah mengambil napas yang dalam, dia langsung menutup ponselnya.

Dia memang akan kembali ke Jakarta, tetapi bukan sekarang.

Kalau Dani kembali sekarang, hanya akan mengacaukan rencana, membuat orang-orang yang awalnya mengira dia telah mengalami kecelakaan pesawat dan bahkan mayatnya pun tidak bisa ditemukan itu, untuk kembali membuat masalah dan merencanakan cara yang lebih kejam untuk menghabisinya!

"Kamu suka yang mana, sagu atau cincau?"

Dani sedikit terkejut, begitu menoleh ke belakang, dia melihat sepasang mata yang besar yang bersinar-sinar menatapnya. Sinta tersenyum merekah, senyumannya itu semanis teh susu yang ada di tangannya.

"Ada apa denganmu?" Sinta bisa menatapnya dan berkata, "Wajahmu tidak terlihat begitu ...."

"Aku baik-baik saja." Dani bener-bener tidak menyukai perasaan seolah-olah Sinta dapat melihat tembus wataknya.

Dengan membelakangi Sinta, Dani berkata dengan ketus, "Kamu minum saja sendiri, aku tidak suka minuman manis seperti ini."

Sinta terdiam di tempat dengan dua cangkir teh susu di tangannya untuk waktu yang lama, baru menggigit bibirnya dan berlari mengejar langkah Dani.

Sinta hanya mengikuti Dani dari belakang, dia tidak berani terlalu dekat. Punggung Dani yang lebar itu bak sebidang tembok yang dingin, sisi depan tembok itu adalah dunianya Dani sendiri. Walaupun Sinta berada sangat dekat, dia tetap tidak mampu masuk ke dunia Dani.

...

Di hari kedua pernikahan mereka, semuanya berjalan seperti biasa.

Dani membiarkan Sinta tidur di kamar, sedangkan dia sendiri tidur di sofa luar. Mereka hanya ada sehelai selimut baru, Dani membiarkan Sinta mengunakan selimut itu.

Sedangkan Dani sendiri, dia membungkus dirinya dengan selimut tua yang sudah usang dan compang-camping. Sinta tidak tega melihatnya, dia berdiri di pintu kamar tidur cukup lama, tetapi sepatah kata "tidurlah di kamar" seperti menyangkut di tenggorokan Sinta, entah kenapa kata-kata itu tidak terucap keluar.

Tampaknya Dani memang benar, Sinta membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan fakta bahwa dia sudah punya suami.

Dia sedikit menundukkan kepalanya, menyesap bibirnya dan tersenyum ringan.

Konon katanya Dani orang yang cuek dan sulit berkomunikasi dengan orang lain, suka berkelahi. Akan tetapi, Sinta merasa pria ini tidak seburuk yang dibilang orang. Setidaknya terhadap Sinta sendiri, Dani sudah cukup menunjukkan rasa hormat dan toleransinya.

Pada hari ketiga, sesuai adat istiadat yang berlaku, sang pengantin wanita akan pulang ke rumah orang tuanya.

Pagi-pagi, Jantung Sinta sudah berdebar-debar seperti bunyi drum.

Bagi yang lain, pulang ke rumah orang tua setelah hari ketiga menikah adalah hal penting. Pengantin pria harus menemani istrinya pulang. Mereka juga perlu mempersiapkan kue-kue untuk dibawa kembali ke rumah orang tua. Kemudian, makan siang bersama keluarga pihak wanita dengan penuh kebahagiaan. Lalu, mereka harus kembali sebelum matahari terbenam pada sore hari.

Namun bagi Sinta, perjalanan pulangnya kali ini adalah untuk meminta uang.

Ayah Sinta pernah berjanji kalau dia bersedia mengantikan Santi menikah, maka dia akan mendapatkan mas kawin yang tidak sedikit, uang itu cukup untuk uang pengobatan ibu Sinta dan juga cukup untuk bayar uang sekolah adik laki-laki Sinta.

Padahal, dia sudah menikah tiga hari, janji keluarga Wijoyo tak kunjung dipenuhi. Bahkan tidak ada orang yang menyinggungnya lagi.

Setelah mempertimbangkannya, Santi berencana pergi meminta uang itu sendiri, dia tidak bisa membawa Dani bersamanya. Kalau tidak, semuanya pasti terbongkar. Apalagi kalau Dani marah, entah apa yang akan pria itu lakukan nantinya.

"Dani, aku ...." Santi menguras otak untuk mencari alasan yang tepat dan masuk akal, agar suaminya tidak perlu menemaninya kembali ke rumah orang tuanya.

Setelah hampir setengah hari Santi berpikir, pada akhirnya semua kata-kata yang pernah terpikirkan itu ditelan kembali dan dengan terpaksa dia berkata, "Aku sudah membuat sarapan, ayo makan."

Dani sedang olah raga pagi di halaman, setelah mendengar suara Sinta yang lembut dan merdu, hati Dani bagaikan es krim yang meleleh.

Sinta membuat siomay ayam dan bubur sum-sum, dia bahkan membuat susu kacang. Ketika Dani menapakkan kakinya masuk ke dalam rumah pondok itu, tiba-tiba dia merasa suasana di dalam rumah jauh lebih nyaman. Sejak menikah, tempat ini sudah tidak seperti dulu, sudah tidak ada debu tebal dan bau apek.

Sekarang di sini sudah lebih berdinamika kehidupan, semua yang pernah di sentuh Sinta rasanya penuh kehangatan, memancarkan hawa sang surya.

Dani secara tak sadar menyungingkan bibirnya dan duduk di samping meja.

Wanita imut yang ada di seberangnya, tampaknya agak dilema.

Setelah Dani berpikir sejenak, dia berkata dengan suara rendah, "Bukankah hari ini kamu harus kembali ke rumah orang tuamu?"

Sinta terkejut, menggigit bibirnya dan pasrah tanpa bisa berkata-kata.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status