Keputusan sudah diambil, dan apa pun yang akan terjadi nanti, Arini harus sudah siap menghadapinya, termasuk dengan menjadi orang ketiga dalam hubungan Gazza dan Syarifah. Jika bukan karena keadaan sakitnya Gazza, mungkin Arini tidak akan pernah menerima lamaran Syarifah.Dua hari setelah Syarifah ke rumah, Gazza pun datang berkunjung. Dibawakannya beberapa macam makanan dalam jumlah yang lumayan banyak. Atika yang nyengir kegirangan."ini makanan kesukaan aku semua," katanya. Sebagian Arini mintakan Mbak Lasmi untuk mengantarkan kepada Ceu Yoyoh dan anak-anaknya."Terimakasih Arini, kamu sudah mau menerima lamaranku." Gazza memulai pembicaraan, di teras depan rumah."Bagaimana keadaanmu, Za?" Arini mengalihkan pembicaraan."Aku baik-baik saja Arini," ucapnya, tetapi tatapan matanya t
Selepas jam makan siang, Hendra dan Susan memutuskan untuk kembali ke Kantor, setelah semalaman mereka berdua harus melayani hasrat Pak Dedi dan istrinya, dengan kelainan seks menyimpang mereka.Sungguh di luar perkiraan, jika pejabat daerah sekelas Pak Dedi mempunyai kelainan seks dalam bercinta seperti itu, begitupun dengan istrinya. Jika di media televisi atau pun surat kabar, sosok Pak Dedi si pejabat daerah itu terkesan sangat religius, dekat dengan masyarakat, dan anti korupsi, ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya. Hendra tahu, karena sering bekerja sama dengannya. Segala cara dihalalkannya, yang penting baginya adalah membawa keuntungan buat dirinya."Tahu sama tahu, yang terpenting saling menguntungkan." Prinsip dasar dalam berbisnis di luar pola kewajaran.Dari hotel di daerah Senayan. Pak Timan menjemput mereka dan langsung menuju k
Part 16Anita terlihat sekali sangat terpukul saat mengikuti prosesi pemakaman Michelle, putrinya. Matanya terlihat sembab dan wajahnya sangat pucat. Menangis terisak saat jenazah sang anak dimasukkan ke liang lahat. Frans, suaminya, berdiri di samping Anita. Jauh terlihat lebih tegar, walaupun kesedihan juga terpancar dari raut wajahnya.Sesaat setelah pemakaman selesai, beberapa kerabat, teman, dan rekan sejawat mulai mendekati Anita dan Frans untuk mengucapkan turut berbelasungkawa. Termasuk Hendra diantaranya, ikut mengucapkan turut berdukacita, atas musibah yang sudah menimpah mereka berdua.Segera setelah menyaksikan prosesi pemakaman Putri Anita, dengan ditemani Pak Timan, Hendra segera menuju kantor Polisi untuk dimintakan keterangan tentang kasus penyerangan yang di lakukan Imron terhadap Susan. Sebagai seorang saksi, sama statusnya dengan Pak Timan, karena saat terjadi peristiwa tersebut mereka berada di tempat kejadian perkara.Setengah jam kemudian, mereka sudah sampai di
Pov HendraPenyakit Gonore yang kuderita sudah semakin membaik, rutinitas meminum obat secara rutin, sudah menunjukkan gejala kesembuhan. Pagi ini, aku sudah mulai bisa melanjutkan aktivitas seperti semula, kembali berangkat ke kantor.Sebuah panggilan telepon masuk lewat telpon selulerku, ternyata Intan yang menghubungi."Kenapa Tan?" "Maaf Pak, saya baru dapat informasi, dari pihak keluarga, jika Susan sudah berpulang, selepas Subuh tadi.""Innalilahi wa Inna ilaihi Raji'un," ucapku pelan. Terasa begitu mengagetkan, jika Susan harus berpulang dengan cara seperti itu. Sungguh tiada menyangka, di saat pihak Rumah sakit sudah mengupayakan persediaan darah untuk Susan, dan takdir Tuhan berencana lain."Baik, Intan ... saya akan langsung ke Rumah sakit," ucapku."Tidak usah Pak Hendra, langsung ke rumah duka saja, karena kabar terakhir, Susan sudah dibawa oleh pihak keluarganya ke rumah Vijar untuk disemayamkan di sana.""Baik Ntan, saya akan langsung menuju kerumah duka.""Iya Pak, say
Tawaran Rujuk kembaliHati ini mendadak merasakan sepi di tempat seramai ini, di tengah-tengah kerumunan banyak orang yang ingin menyaksikan akad pernikahan, dan aku merasa sendirian.Segera berbalik badan ingin kembali pulang. Arini sebentar lagi akan menjadi milik orang.Di depan mobil kuberhenti sesaat, ada keinginan untuk menyaksikan akad.Kukuatkan hati kembali ke rumah Arini, menyaksikan sendiri saat-saat kebahagiaannya."Arini berhak bahagia ... yah, Arini berhak merasakan kebahagiaan." Berbalik kembali melangkahkan kaki masuk ke dalam rumahnya.Berdiri di sudut ruang tamu yang lumayan luas. Pengantin pria duduk membelakangi, hanya terlihat punggungnya saja. Dikelilingi banyak kerabat di belakangnya. Arini belum terlihat.Tidak beberapa lama, iringan calon pengantin keluar dari ruangan dalam, dan memang Arini sebagai pengantinnya.Memakai hijab dan pakaian serba putih dengan riasan wajah yang sederhana. Arini lebih terlihat seperti bidadari. Cantik sekali.Berjalan pelan dengan
Arini masih terdiam, dan aku pun masih menunggu jawabannya untuk mengajaknya hidup bersama kembali."Kau sudah menjatuhkan talak tiga kepadaku, Mas? Tidak akan semudah itu untuk meminta aku rujuk kembali denganmu," ucapnya. Matanya menatap lurus ke arah taman, halaman depan."Dalam Surat keputusan perceraian kita dari Pengadilan Agama, tertulis, jika aku menjatuhkan talak satu kepadamu," jawabku, menyangkal ucapannya."Surat keputusan memang tertulis seperti itu mas? Tetapi ucapan talak tiga yang keluar dari ucapanmu, bahkan sampai tiga kali ucap, itu sudah jatuh talak tiga walaupun pengadilan menuliskannya berbeda," jelasnya, masih dengan pendiriannya."Aku tidak berani untuk menjalani sesuatu yang diikrarkan tidak atas nama Tuhan, sedangkan aku tahu jika itu dilarangnya," jelas Arini, sekali lagi."Apa yang harus kulakukan, agar kita berdua dapat bersama kembali?" kutatap matanya tajam."Aku harus menikah dengan orang lain, sebelum dapat kembali hidup denganmu."Aku terdiam mendenga
POV AdrianHendra berjanji akan mengurus semua, rencana pernikahan sandiwaraku dengan Arini.Sebenarnya, aku tidak sepakat dengan keinginan Hendra, yang menjadikan sebuah pernikahan yang sakral sebagai sebuah permainan kepura-puraan. Tetapi hutang budiku akan kebaikannya, membuatku tidak kuasa menolak untuk tidak membantunya.Saat kehamilan dan kelahiran putriku. Rita, almarhumah istriku banyak sekali memerlukan biaya, waktuku hanya dihabiskan di rumah sakit untuk menjaga dan menemaninya. Tidak ada pekerjaan dan pendapatan untuk membayar biaya rumah sakit. Hendra yang membayar semuanya, bahkan untuk biaya makan dan akomodasiku sehari-hari.Begitupun saat Rita akhirnya mengembuskan nafas setelah selesai melahirkan. Hendra juga yang memberikan aku modal untuk usaha di rumah, agar aku bisa menjaga dan merawat putriku yang masih balita. Hendra benar-benar sahabat yang perduli dengan segala permasalahan yang kualami."Ian ... Ian!" panggilan Hendra membuatku tergagap dari lamunan. Terlihat
POV AriniPerjalanan hidupku yang berhubungan dengan pernikahan, selalu heboh dan menjadi perbincangan buat warga sekitar tempat kutinggal.Baru saja dua minggu kemarin batal melaksanakan akad nikah. Di hari minggu pagi ini, akan digelar kembali acara akad pernikahanku dengan pria yang berbeda. Pernikahan yang akan dilakukan secara siri.Macam-macam pendapat mereka tentang pernikahanku kali ini, itu kabar yang kudengar dari Mbak Lasmi dan Ceu Yoyoh, tetapi aku mencoba untuk tidak lagi ambil peduli.Tidak banyak yang menghadiri pelaksanaan akad nikah kali ini. Selain karena keadaan Adrian yang sama seperti aku, anak tunggal tanpa saudara dengan kedua orangtua yang sudah tiada. Hanya beberapa warga sekitar dan pengurus RT saja, yang ikut menghadiri acara akad pernikahanku kali ini.Ustaz setempat yang menjadi penghulu pernikahan kami. Ustaz yang sering di panggil untuk menikahkan pasangan pengantin secara siri. Mas Hendra yang mengurus dan mengatur semuanya, aku dan Adrian hanya mengiku