REYSHAKATidak pernah masuk dalam rencana sebelumnya kalau malam ini aku harus tiduran di klinik. Mending kalau hanya tiduran biasa, ini ditambah selang infus juga oksigen.Tadi sore dari panti rencana mampir ke klinik dulu untuk minta obat gatal, dan rencana itu gagal karena tiba-tiba saja setelah sholat ashar tadi sensasi gatal dan panas semakin menjadi, bonus sesak nafas juga, sampai aku harus dipapah Pak Basuki ke klinik. Karena saking sesak napasnya, sepanjang jalan aku terus membaca kalimat tahlil, siapa tau malaikat izroil sudah mengintaiku."Gimana Rey, udah mendingan?" Mala melepas snelli nya lalu duduk di kursi yang ada di sampingku."Alhamdulillah udah! Makasih.""Syok anafilaktik kamu, terakhir makan apa? Atau punya riwayat alergi cuaca?"Aku sudah menduga, alergiku kambuh. Sejak semalam merasa gatal, pikiranku langsung tertuju pada momen sarapan indah di rumah Shanum. Kemarin abah langsung mengambilkan nasi ditambah lauk yang sebenarnya selama ini aku hindari. Telur puyuh
REYSHAKA"kenapa kamu senyum-senyum, Rey? Menang undian?"Pandanganku dari hp teralih ke Mala yang sudah berdiri di depan meja kerjaku. "Lebih dari undian, sih!" jawabku tanpa menghilangkan senyum cerah, bersih dan bersinar.Mala tak lagi mengindahkan, dia menaruh satu kotak makanan di depanku. Aku meletakkan hp lalu mengambil kotak makanan itu."Ini dirimu yang masak, Mal?" tanyaku ketika membuka kotak makanan itu dan mendapati isinya lumayan menggugah selera."Beneran dirimu yang masak? Buatku ini?" Aku memastikan Mala tidak salah alamat, dan dia mengangguk. Alhamdulillah, rejeki anak kos.Sementara aku makan, Mala duduk terdiam mengamatiku. Sebenarnya ini makanan enak rasanya, mungkin efek aku habis sakit juga jadi terasa lebih enak, tapi aku harus merelakan untuk menutup kotak makan ini dulu dan menanyakan keadaan Mala, sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu yang berat."Kenapa?"Mala menarik nafasnya, kemudian berdiri di samping jendela untuk mengamati kendaraan yang berlalu la
SHANUM"Jadi Om Master pernah naik helikopter?""Pernah Ca, waktu itu Om kerja di daerah yang sulit di jangkau, terus ada orang yang harus segera di periksa. Akhirnya Om diajak naik helikopter sama om-om TNI.""Seru banget, Eca juga pengin jadi dokter lapangan kayak Om.""Harus lebih hebat dong!" jawab Mas Rey.Aku menata buku-buku cerita yang berserakan sambil mencuri dengar Eca dan Mas Rey yang sedang bercerita. Terlihat sekali ekspresi bahagia dari Mas Rey ketika menceritakan pengalamannya."Kalau sering jadi relawan itu banyak manfaatnya, Ca! Kamu bisa membantu orang lain, bisa tau banyak tempat, bisa tau banyak bahasa daerah, bisa banyak teman juga." terang Mas Rey lagi.Eca terlihat sama antusias nya dengan Mas Rey. Melihatnya aku jadi ingat permintaan Rangga kemarin, apa aku tega membiarkan Mas Rey kehilangan pekerjaannya? Tapi aku juga nggak mau terus-terusan berinteraksi dengan Rangga.Dari hasil stalking ku, keluarga Mas Rey ada yang punya klinik, Om Nazril papanya Mas Rey j
SHANUMTok.. Tok.. TokAku terkejut dengan bunyi ketukan kaca dari luar mobil, karena sibuk mendengarkan ceramah Mas Haris, aku sampai tidak sadar ada orang yang mendekat."Jangan pacaran di sini Mas! Menghalangi jalan!"Mas Haris membuka kaca mobil dan meminta maaf pada seorang lelaki yang merasa terhalang jalannya oleh mobil kita."Maaf ya Pak, saya pindahkan mobil sebentar. Lagian ini bukan pacar saya Pak. Ogah banget punya pacar dia. Haram!"Astaghfirullah, sempat-sempatnya ini Si Haris!Bukan hanya itu, suara klakson mobil yang di belakang juga bunyi terus seakan menggambarkan ketidaksabaran pengemudinya. Ya memang kita salah sih, berhenti di sembarang tempat."Cepetan Mas! Itu istri saya sudah tidak sabar!" ucap lelaki tadi dengan wajah takutnya."Iya Pak! Iya, Maaf!" jawab Mas Haris seraya memindahkan mobilnya dan pilihannya hanya maju, nggak mungkin mundur karena di belakang sudah ada mobil orang yang protes tadi.Lima menit berlalu dan ketika mobil bapak tadi sudah bisa lewat
SHANUMHari yang panjang dan lengkap. Hari ini seperti permen nano-nano. Ramai rasanya. Mulai dari galau, kesal, rendah diri, malu tapi diakhiri dengan perasaan bahagia. Alhamdulillah, hatiku masih berfungsi dengan baik.Hampir pukul 10 malam aku dan Mas Haris baru pulang dari rumah penginapan keluarga Mas Rey. Beberapa jam di sana membuat aku tambah bersyukur, bahwa aku tidak salah mengambil keputusan."Mas, bangun! Udah sampai." Aku menggoyangkan lengan Mas Haris agar dia bangun karena kita sudah sampai di rumah. Kembaranku yang manja ini mengeluh capek alhasil aku yang menyetir sampai rumah."Alhamdulillah, udah sampai ya? Cepet amat.""Gimana nggak cepet, ngorok sih!"Mas Haris menyusulku keluar, "Ya mending tidur lah daripada menyaksikan orang senyum-senyum sendiri." jawabnya."Aku nggak senyum-senyum sendiri!""Siapa yang nyebut nama kamu? Perasaan sekarang kamu ini sensian deh orangnya! Harus langsung dinikahin aja." ujarnya tak mau kalah.Aku hendak membalasnya tapi urung kare
SHANUMPemandangan yang langka tapi akan terbiasa.Begitu aku membuka mata, hal yang pertama kali aku lihat adalah lelaki yang meringkuk di lantai beralaskan dua kain selimut di tambah satu kain sprei. Hanya ada satu bantal yang menopang kepalanya dan sarung yang dia alih fungsikan sebagai selimut. Jas yang semalam dia pakai sudah tersampir sembarangan di kursi.Dua menit pertama aku masih bingung dan terkejut, kenapa ada Mas Rey di kamarku, namun seketika rasa bersalah memenuhi hatiku ketika aku sadar bahwa dia sudah menjadi suamiku.Semalam aku tidak tau dia tidur jam berapa. Aku hanya ingat ketika dia masuk ke kamar dan mendekat untuk membaca doa, aku berusaha kuat menerima kehadirannya. Tapi ketika dia semakin mendekat dan mencium keningku, rasa itu tiba-tiba datang.Rasa takut, rasa terancam dan rasa sakit yang datang bersamaan membuat air mataku langsung keluar dengan sendirinya. Tubuhku juga otomatis bergetar mengiringi rasa takut itu.Aku menjauh darinya, hatiku ingin menerima
SHANUM"Enam kotak mendatar, bandar udara Singapura,""Changi." jawab Mas Rey.Aku langsung mengetikkan huruf demi huruf agar kotak di bagian teka-teki silang ini terisi penuh."Kerjasama antar negara asia tenggara yang salah satu tujuannya adalah untuk meningkatkan perekonomian negara anggotanya,"Mas Rey melirikku sekilas, "ASEAN." jawab Mas Rey sebelum meneguk kopi pahitnya.Seminggu berlalu dan rasanya aku semakin bersyukur bisa menjadi istrinya. Dia benar-benar memperlakukan aku dengan baik, tidak pernah menuntutku melakukan sesuatu yang belum bisa aku lakukan.Berbanding lurus dengan rasa syukur, rasa bersalahku juga sama besarnya. Hingga malam ini, belum sekalipun dia tidur di dekatku, seperti sekarang, dia merelakan kasurnya untukku sedangkan dia membeli kasur lantai baru.Malam ini aku dan Mas Rey menginap di kostnya karena tadi sehabis dari panti hujan deras dan aku pikir kasihan kalau pulang ke rumah, apalagi besok siang Mas Rey harus ke Jogja, ada tugas untuk baksos di pen
SHANUMTernyata begini rasanya ditinggal pergi kerja jauh, baru tau. Semacam ada kangen-kangennya. Dikit.Lima hari berlalu dan Mas Rey masih bertugas di Jogja, selama itu juga baru beberapa kali aku bisa mendapat kabar darinya, maklumlah, aku udah hafal gimana ribetnya pas di daerah bencana."Bu Shanum dijemput nggak hari ini ?"Andai saja mengganggu imajinasi bisa masuk kategori profesi , aku masukkan Arga di urutan pertama. Berdedikasi sekali orang ini dalam hal membuyarkan imajinasi."Nggak Pak Arga, saya pulang sendiri."Hari ini aku memang membawa mobilnya Mas Rey, atas dasar perintah suami karena sore ini katanya dia sampai di Jombang dan langsung minta di jemput. Padahal juga hampir tiap hari aku di panti, maksudnya aku disuruh jemput jalan kaki begitu?Aku memilih pura-pura tidak sadar kalau sekarang Arga duduk di depanku."Bu Shanum beneran sudah menikah? Kok nggak undang kita? Saya pengin lihat lelaki mana yang beruntung mendapatkan Bu Shanum."Kalau saja bisa, ingin sekali