Share

Bukti Kuat

Siang itu, seorang Ayah telah dibikin syok. Pak Suhadi tambah kaget manakala ia juga melihat botol anggur di meja kecil di dekat timbangan. 

'Jangan-jangan Ari juga ikut minum anggur itu?' tanya Pak Suhadi dalam hati, ia lalu memindah parkir mobilnya di seberang jalan supaya tidak kelihatan oleh Ari, karena ia bermaksud mau mengawasi anaknya tanpa diketahui olehnya. 

Kemudian Pak Suhadi pun masuk warung kopi yang berada tepat di samping pintu gerbang rumah Haji Saipul, karena dari situ dia bisa melihat aktivitas orang yang ada didalam dari celah-celah pagar besi. 

Pak Suhadi pun memesan satu cangkir kopi dan 1 bungkus rokok surya kesukaannya, sambil menikmati kopi dan rokok dia terus memantau gerak gerik anaknya dari dalam warung, yang kira-kira berjarak 50 meter dari tempatnya duduk. 

Beberapa menit telah berlalu dan apa yang dikhawatirkan Pak Suhadi pun benar-benar terjadi, berita yang selama ini hanya dia dengar dari Roni yaitu salah satu pegawainya di toko, kalau si Ari itu sering mabok kalau lagi di luar rumah ternyata memang benar adanya, bahkan kali ini dia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri.

Pak Suhadi pun hampir saja hilang kesabaran, dia ingin segera masuk dan menghardik putranya tersebut, tapi diurungkannya, karena khawatir terjadi keributan di rumah orang, dia cuma bisa menahan amarahnya sambil menarik napas dalam-dalam.

Dia berusaha untuk tetap bisa mengontrol emosi nya, tiba-tiba dia kepikiran untuk memotret kelakuan putranya tersebut untuk bukti apabila nanti dia sudah pulang ke rumah, supaya dia tidak bisa mengelak, 

Dia pun ngambil ponselnya lalu diperhatikannya terus tingkah anaknya tersebut, nampak dari situ Ari dan teman-temannya lagi istirahat sambil berkelakar tertawa keras. 

Sebenarnya kalau diperhatikan dengan seksama dari orang-orang yang ada di situ cuma Ari dan Denny saja yang terlihat masih remaja, karena rata-rata mereka sudah dewasa semua. 

Setelah sesaat kemudian seperti terjawab rencananya, Pak Suhadi pun melihat Ari menenggak botol anggur lagi, tanpa buang waktu lagi Pak Suhadi pun langsung memotret Ari. 

"Cekrek!" tepat sasaran. 

'Awas kamu ya Ri, gak bisa ngelak lagi sekarang,' cakap nya dalam hati.

Setelah dirasa cukup punya bukti, Pak Suhadi pun segera membayar kopi dan rokok pesanan nya. 

"Berapa Bu?"

"Nambah apa Pak?" tanya penjual. 

"Gak ada cuma surya sebungkus dan kopi," jawab nya. 

"23000 Pak semua,"

Pak Suhadi pun mengulurkan uang pecahan 30000.

"Kembalian nya Pak," seru pemilik warung. 

"Ah gak usah Bu, ambil saja," balas Pak Suhadi. 

"Makasih ya Pak."

"Ya sama-sama," Pak Suhadi pun segera menuju mobilnya dan langsung pergi. 

Sementara itu Ari dan Denny masih asik bareng teman-temannya. 

"Ri, kamu sudah punya cewek belum?" tanya Pak Hermanto.

Pak Hermanto adalah karyawan senior di situ, dialah yang dipercaya ngawasin semua para pekerja. 

"Gak ada Pak," kilah Ari.

"Ah masak, gak percaya aku," timpal Pak To (Panggilan Pak Hermanto). 

"Apa kamu bilang Ri? Nggak ada? Nggak ada yang sisa iya?" sahut Denny,

 ABG bertato yang jadi teman keseharian Ari.

"Biasa ... calon juragan, masak kamu gak tau Ny," ucap Pak To. 

Mendapat omongan seperti itu dari rekan-rekannya Ari cuma senyum- senyum, dan setelah istirahat cukup Pak To pun segera mengomandoi para pekerja. 

"Ayo kerja, kerja!" kata Pak To dengan lantangnya. 

Beberapa saat kemudian ada dua truk besar masuk bawa buah jeruk kiriman dari Kalimantan, para pekerja pun segera bersiap-siap untuk bongkar barang, tak ketinggalan Ari dan Denny pula. 

Sebenarnya kalau mau nurut orang tua, Ari itu tidak bakalan kerja kasar seperti itu, Kalau si Denny sih emang anak dari keluarga kurang mampu, dia korban broken home, Ayahnya kerja di Malaysia gak pulang-pulang, sedangkan ibunya menikah lagi dan ikut suami barunya, dia di rumah cuma tinggal berdua bareng neneknya karena kakeknya juga sudah meninggal. 

Setelah hampir seharian bekerja kira-kira setengah tiga sore para pekerja pun pulang gantian dengan pekerja yang sip sore. 

Ari dan Denny pun bergegas cabut tapi bukannya pulang ke rumah, mereka berdua malah pindah nongkrong di tempat bisanya, yaitu Caffe Bilyard ples tempat maksiat terselubung, dan tak ketinggalan di situ juga menyediakan wanita pesanan. 

Semua orang di situ hampir semuanya tau siapa sebenarnya si Ari, ABG ganteng yang bandel yang suka mabok, anak dari Haji Suhadi, pedagang sukses yang memiliki banyak toko di beberapa tempat.

Tapi karena bandelnya itu, ia jarang diberi uang jajan dari orang tuanya, jangankan untuk beli minuman keras, untuk sekedar beli rokok eceran saja ia tidak dikasi. 

Dari hasil keringatnya sendiri itulah si Ari ini bisa menuruti kegemarannya untuk minum-minuman dan main sama cewek-cewek nakal di tempatnya dia nongkrong, meskipun kalau soal cewek dia gak berani untuk melakukan hubungan seksual paling ya cuman sekedar diajak ngobrol nemenin minum dan bermain bilyard. 

Beda lagi dengan si Denny, kalau dia tidak suka main bilyard, tapi suka mabok dan main perempuan dan bahkan dengan usia yang masih muda, dia sudah berani melakukan hubungan seksual dengan para perempuan nakal di tempat nongkrongnya. 

Setelah kira-kira jam 5 sore mereka berdua pun pulang sesampainya di rumah si Denny langsung tidur, Neneknya pun gak berani untuk ngatur-ngatur lagi, dulu pernah menasehati,bukannya nurut tapi malah dibentak-bentak.

Beda lagi dengan si Ari sesampainya di rumah dia langsung masuk kamar, mama dan adiknya lagi nonton televisi, dan Ayah lagi sedang ada tamu, terus si kecil Intan melihat kakaknya datang langsung manggil-manggil.

"Kak Ayi. Kak Ayi ...." seru Intan yang masih belum bisa membunyikan suara huruf R, maklum dia masih umur 3 tahu setengah, merasa gak dijawab panggilannya Intan pun terus turun dari pangkuan ibunya dan membuntuti kakaknya hingga masuk ke kamar, dari tempat nonton televisi mama Nurul mendengar suara tawa Intan yang di goda oleh kakaknya.

"Ri ... Ari ...." panggil mama Nurul.

"Ya Ma," jawab Ari singkat. 

"Cepat mandi dan salat keburu dimarahin Ayah mu lho nanti," tanpa menjawab Ari pun keluar dari kamar dan langsung masuk kamar mandi yang berada di samping ruang salat. 

Selagi Ari salat Pak Suhadi yang sedari tadi sudah menunggu dan menahan rasa marah langsung menanyakan Anaknya itu. 

"Mana Ari, Ma?"

"Sssttt ...." Isyarat Nurul sembari menutupi mulut nya pakai jari telunjuk. 

"Sabar Yah.. dia lagi salat, Awas... ingat lho pesan Mama, jangan main kasar sama anak," pinta Nurul pada suaminya. Tiba-tiba terdengar suara Ari bernyanyi-nyanyi lirih dari ruang salat, tanpa basa-basi lagi Pak Suhadi pun langsung memanggilnya. 

"Ri, sini kamu." 

tanpa menjawab Ari pun menghampiri Ayahnya dan berdiri disebelahnya. 

"Duduk!" Suara Pak Suhadi meninggi. 

Mama Nurul yang duduk berhadapan dengan suaminya itu hatinya merasa cemas, khawatir kalau sampai suaminya itu memukul Anaknya. Dan Ari pun masih belum menyadari kalau kelakuannya selama ini sudah mulai diketahui oleh Ayahnya, dia pun duduk tepat di samping Sang Ayah.

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status