“Wah sejak kapan kamu merokok?”
Jagat langsung menoleh. Kenapa Arsen harus kemari? dari sekian banyak penghuni rumah ini dia sama sekali tidak ingin bertemu muka dengan kakaknya. Apalagi setelah kejadian di cafe tadi. “Kata mama kamu tadi pergi kencan dengan Seruni, wah pasti menyenangkan sekali,” kata laki-laki itu yang sudah mengambil tempat duduk di sampingnya. “Kenapa kakak di sini, ini sudah malam?” tanya Jagat yang sama sekali tidak menutupi ketidaksukaannya dengan kehadiran sang kakak. “Kamu sendiri untuk apa di sini, istrimu pasti menunggumu di kamar.” Rasa segan dan takut pada sang kakak yang biasanya dia rasakan seolah sirna tergerus dengan rasa marah yang ada dalam hatinya. Seharusnya dia yang bersama Rira, dan tertawa bersama, mempersiapkan pernikahan mereka. Andai saja dia tidak terlambat mengungkapkan semuanya pada orang tuanya, andai saja sJika dia harus pergi tentu dia akan dengan senang hati melakukannya. Dia tidak akan masalah menjadi ibu dan ayah untuk bayi yang baru saja dia lahirkan. Seruni butuh mental yang sehat untuk membesarkan anaknya dan itu tidak akan dia dapatkan di rumah ini. Tak diinginkan mertua mungkin dia masih bisa bertahan jika sang suami menginginkannya,tapi posisinya kini tidak diinginkan keduanya, apalagi keluarga Bimantara bukan keluarga sembarangan yang bisa dia masuki begitu saja. Selama ini Seruni berusaha menyesuaikan diri dengan keluarga suaminya meski dengan tertatih, tapi dia tetap berusaha keras, tanpa ada bantuan dari sang suami yang harusnya menjadi sponsor utama. Seruni hanya bisa menghela napas saat sang suami masih tidur di sebelahnya, matanya masih berat efek menangis semalam. Dia memang yang secara langsung menginginkan perceraian antara mereka, tapi sebagai wanita tentu dia tidak menginginkan pernikahan seperti ini. Jagat bahkan tidak berusaha membujuknya sama sekali laki-
“Kenapa tidak bilang padaku soal nama bayi ini.” “Bayi ini?” “Bayi Kita.” Seruni mendengus mendengar sang suami mengatakan hal itu dengan kesal. Salahnya juga sih tidak berdiskusi lebih dulu dengan sang suami tentang masalah pemberian nama ini, tapi dia juga sudah menunggu Jagat untuk mengajaknya bicara tentang masalah ini. Seminggu, tapi tak ada tanda-tanda sang suami memikirkan sebuah nama untuk anak mereka. “Maaf, aku hanya merasa mas sudah sangat sibuk, jadi nama bayi kita tidak terlalu penting.” Seruni sangat bahagia meski Jagat marah padanya soal dia mengusir Rira dan Linda tadi, tapi laki-laki itu tetap membelikannya makan siang yang enak dan tentu saja bergizi, perutnya sudah sangat kelaparan sejak tadi, bahkan kini porsi makannya bisa dua kali lipat. Suster yang mengasuh bayinya pernah berkata, “Memang seperti itu nyonya kan istilahnya nyonya makan untuk dua orang, ibu dan bayinya.” Jadi karena Jagat membelikannya makanan hanya waktu makan saja, dia harus mengak
Hari sial memang tidak ada di kalender tapi kenapa sejak masuk ke keluarga ini harinya menjadi sering sial. Tangan Seruni masih menepuk-nepuk putranya yang menangis karena dia mengambil paksa bayi itu dari gendongan ayahnya. Akan tetapi yang paling membuat Seruni sedih sekaligus marah adalah menyadari kebenaran ucapan Linda, bahkan bayinya tak merespon saat wanita itu bertepuk tangan di dekat telinganya. Seruni memang bukan ibu yang baik dan masih berusaha meraba dalam kegelapan bagaimana menjadi seorang ibu, tapi itu tak mengurangi rasa sayangnya pada bayi mungil yang dia lahirnya, sejak dulu dia ingin memberikan yang terbaik untuk anak ini, bahkan nekad memasuki gerbang pernikahan yang setiap harinya bagai neraka untuknya. “Berikan bayimu pada pengasuhnya! Ikut aku!” Seruni menoleh kaget pada sang suami yang tiba-tiba saja ada di sampingnya dengan wajah suram. Wanita itu berjalan mencari pengasuh anaknya di dapur dan meminta wanita itu untuk menyelesaikan sarapannya terlebih
Rasa cemburu, marah dan rendah diri sudah menjadi bagian hidup Seruni setelah dia menikah dengan Jagat. Laki-laki itu paling ahli membuatnya seperti beban yang memberatkan hidupnya. Seruni tahu sangat tahu kalau Jagat mencintai Rira, bukan hanya cinta bahkan sang suami seperti memujanya. Karena itulah dia menawarkan solusi paling masuk akal yang bisa dia lakukan. Bercerai. Akan tetapi ternyata Jagat dan orang tuanya tak bisa menerima hal itu, meski dia sendiri tak tahu alasannya, jadi yang bisa dilakukan Seruni adalah mengingatkan sebaik mungkin kalau dia ada di sini juga atas kemauan mereka. “Apa kabar Rira, mbak Linda?” sapa Seruni ramah pada dua orang tamu suaminya meski dia tahu kalau dua orang ini dulu lebih sering buang muka kalau berhadapan dengannya. Jagat bisa dibilang tidak memberikan akses sama sekali pada sang istri untuk masuk dalam kehidupannya, jadi satu hal yang mengherankan kalau sekarang laki-laki itu malah memintanya untuk duduk bersama mereka. Linda h
Jagat kira Rira akan datang bersama asistennya. Sejak kecelakaan itu dan harus membantu sang ayah mengurus bisnisnya, Rira memang memutuskan mempekerjakan wanita seusia dirinya sebagai asisten. Jagatlah yang berperan mencari asisten ini,dia salah satu sepupu temannya yang memang sedang butuh pekerjaan. Awalnya Rira memang tidak setuju, tapi setelah melihat betapa cekatannya sang asisten bekerja membuat wanita itu akhirnya menerima juga, apalagi Jagat yang tentu saja tidak akan bisa membantunya dalam hal pekerjaan seperti dulu lagi. Kehadiran sang asisten inilah yang membuat Jagat sedikit tenang membiarkan Rira melakukan semua tanpa perlu kehadirannya, apalagi dia sadar ada istri dan anak yang harus dia perhatikan. Tapi kenapa Rira harus bersama Linda lagi. Wanita itu seperti parasit yang menempeli Rira, sialnya bukan hanya Rira yang akan dirugikan wanita itu tapi orang-orang yang menyayangi Rira. Linda terlalu licik menurut Jagat. Padahal dia sudah sering meminta Rira m
“Suruh saja Rira masuk. Dia pasti belum sarapan.” Wanita paruh baya itu mengatakannya sambil menatap Jagat tajam, seolah anak laki-lakinya itu yang sengaja menyuruh Rira untuk datang kemari pagi-pagi. Luar biasa bukan kasih sayang ibu mertua Seruni pada mantan calon menantunya. Jagat yang mengerti kalau sang ibu tidak suka membuat Rira menunggu langsung berdiri dari duduknya, tapi tangannya segera ditahan oleh sang istri. “Mas baru makan satu suap, Rira bisa ke sini sendiri artinya dia bisa ke ruang makan ini, tidak mungkin tersesat,” kata wanita itu dengan tatapan tak terbantah. Jagat menatap tajam sang istri tapi wanita itu balik menatapnya penuh ancaman. “Bukan begitu, ma. Mama pasti tidak ingin anak mama ini kelaparan bukan,” kata Seruni dengan manis sekali. Dia sudah banyak belajar dari sang mama mertuanya yang selalu berbicara lembut tapi tajam tak terbantahkan. Bukan Seruni ingin berbuat tidak sopan di depan kedua mertuanya tapi dia sudah lelah dihina dan diperlakukan s