Share

Bab 5

Siang itu matahari sangat terik. Udara terasa sangat panas. Hari itu rencananya Anggi mau belanja bulanan ke supermarket. Tapi rasanya malas untuk keluar rumah di panas yang terik seperti ini. Akhirnya Anggi hanya duduk-duduk di kamar sambil membolak-balik halaman majalah yang daritadi ada di pangkuannya, tanpa sedikitpun dia baca. Pikirannya melayang kemana-mana. Dia teringat bapak dan ibu, tiba-tiba rasa kangen menyerang batinnya. Dia juga kangen Bimo. Laki-laki yang sangat lembut dan yang bisa membuat Anggi merasa sangat nyaman setiap ada di dekatnya. Ah, tanpa terasa dia mendesah untuk membuat hatinya sedikit lega. Bimo sangat berbeda dengan Arga. Arga dingin dan selalu berusaha membuat dia sakit hati. Apa karena dia merasa aku telah membohonginya sehingga dia bersikap seperti itu? Apa sebenarnya dia juga bisa bersikap hangat seperti Bimo? Ah sudahlah, jalani saja apa yang sudah jadi suratan takdirku. Mudah-mudahan saja nanti mas Arga bisa berubah. Batin Anggi penuh harap.

Anggi memandang keluar jendela kamar, panas masih sangat terik. Sebenarnya dia juga tidak berpanas-panasan, karena dia pergi menggunakan mobil pribadinya, hadiah pernikahan dari mas Arga, tapi melihat panas terik membuat dia agak malas untuk keluar rumah. Nanti sajalah agak sore baru aku pergi, pikir Anggi dalam hati. Mungkin memejamkan mata sebentar saja siang ini akan cukup membuat segar badannya.

Baru saja matanya terpejam dan kesadarannya hampir saja melayang ke alam mimpi Anggi di kejutkan bunyi bel. Ah, siapa yang datang siang-siang begini? Perasaan aku tidak ada janji dengan seseorang. Dengan malas Anggi turun dari tempat tidur dan menuju pintu depan. Dari jendela dia bisa melihat siapa yang datang.

"Nikita!" Pekiknya. Anggi sangat senang melihat kedatangan Nikita, sahabatnya. Sudah lama dia tidak bertemu sahabatnya itu. Kalau tidak salah terakhir ketemu saat pernikahannya tiga bulan yang lalu.

"Hai!" balas Niki yang langsung memeluk Anggi.

Mereka berpelukan sambil tertawa bahagia.

"Gimana kabar Lo? Udah bahagia ya sampai lupa sama sahabat lama?" sambung Niki.

"Nggak mungkinlah gue lupa sama sahabat sejati gue."

"Habisnya sejak nikah lo nggak ada kabar, gue kan nggak enak mau nanya sama pak bos."

"Maaf deh, gue sibuk sama status baru gue. Bahkan orangtua gue aja jarang gue tengokin."

"Ya udah nggak apa-apa, yang penting lo udah bahagia sekarang."

Ada sekilas gambaran kesedihan di wajah Anggi.

"Lo kenapa, Nggi?" Bingung Niki melihat perubahan wajah sahabatnya itu. "Lo sedih?"

"Nggak apa-apa, Nik." Anggi berusaha menyembunyikan perasaannya.

"Cerita aja sama gue apa yang terjadi dengan lo. Lo masih anggap gue sahabat lo kan?"

"Bener gue nggak apa-apa, gue bahagia kok." Anggi berusaha menutupi keadaan rumah tangganya.

"Jangan bohong sama gue, gue tau Lo. Lo nggak bisa nyembunyiin keadaan lo dari gue. Bukan sebulan dua bulan kita sahabatan. Gue udah hapal banget gimana lo."

Anggi berusaha menahan airmata yang akan keluar dari sudut-sudut matanya. Dia tidak mau sahabatnya itu tau kondisi rumah tangganya. Tapi lama kelamaan Anggi tidak bisa lagi menahan air yang sudah berebut untuk keluar dari kedua matanya. Seperti tanggul yang akan jebol dan memuntahkan airnya keluar. Akhirnya Anggi menangis di pelukan sahabatnya itu.

***

Akhirnya Anggi mau menceritakan kondisi rumah tangganya. Pelan-pelan Anggi menceritakan keadaan rumah tangganya kepada Niki. Dia menceritakan bagaimana sikap Arga kepadanya. Bagaimana Arga selalu berusaha menyakiti hatinya.

Niki mendengarkan cerita Anggi dengan perasaan sedih, sesekali dia mengelus bahu sahabatnya untuk menenangkannya. Dia dapat merasakan kesedihan sahabatnya itu. Dia tau Anggi perempuan baik. Dia tau Anggi tidak semurah itu memberikan kesuciannya kepada seorang laki-laki. Jadi kalaupun sampai terjadi pasti itu karena dia khilaf. Niki merasa iba kepada Anggi, kesalahan yang dilakukan tanpa sengaja itu ternyata berakibat fatal untuk masa depan rumah tangganya saat ini.

"Yang sabar ya, Nggi. Mudah-mudahan nanti suami lo mau memaafkan lo dan rumah tangga  kalian akan baik-baik aja. Setiap kesabaran pasti akan berakhir dengan kebaikan." Cuma itu yang bisa di ucapkan Niki di akhir cerita Anggi. Gadis itu bingung mau bicara apa. Dia tidak bisa terlalu ikut campur dalam masalah rumah tangga bos dan sahabatnya itu.

"Gue yakin Arga orang baik. Mungkin sekarang dia masih kecewa sama lo. Tapi gue yakin suatu hari nanti dia bisa nerima lo apa adanya, dengan segala kekurangan lo. Dan gue yakin saat waktu itu datang, keluarga lo akan jadi keluarga yang paling bahagia di dunia ini. Yang penting sekarang lo sabar dan banyak berdoa."

"Ya udah, sekarang lo cuci muka, lalu kita makan soto kesukaan lo di langganan kita dulu, yang di depan supermarket di dekat pasar. Gue kesini memang mau ngajak lo makan soto di tempat langganan kita dulu itu, dan lo yang traktir. Kan lo udah jadi istri bos," ajak Niki.

"Sekarang lo harus tersenyum, kan ada gue. Mengenai masalah lo, Lo harus sabar dan banyak berdoa. Cuma itu jalan satu-satunya. Pasti nanti juga akan ada jalan. Nggak ada masalah yang nggak ada jalan keluarnya. ok!" Lanjut Niki lagi. Sahabatnya ini memang selalu nyerocos kalau sudah ngomong.

"Ngapain juga hidup dibawa sedih terus. Kalau lo belum bisa dapet cintanya pak bos, paling nggak lo nikmatin aja hartanya dulu. Hidup di rumah mewah begini kok malah sedih terus." Lanjutnya lagi.

Akhirnya Anggi membenarkan kata-kata Niki. Dan dia bertekad akan terus bersabar menghadapi sikap Arga.

"Ya udah, gue ganti baju dulu ya, kebetulan gue mau belanja bulanan ke supermarket!" pamit Anggi sambil buru-buru jalan ke kamar. Sedikit lega perasaannya setelah dia bercerita kepada sahabatnya itu. Seakan sedikit terangkat beban di hatinya.

"Cuci muka jangan lupa. Jangan sampe lo diliatin orang karena mata lo keliatan habis nangis," teriaknya.

"Iya, bawel!" balas Anggi sambil berjalan menuju kamar.

***

Karena asiknya mereka belanja sambil ngobrol dan bercanda, tidak terasa kalau hari sudah malam.

"Aduh! Mas Arga pasti udah pulang dan dia pasti akan marah karena gue belum pulang," tiba-tiba Anggi menyadari kalau mereka sudah lupa waktu. Hari itu Anggi sangat bahagia bisa jalan-jalan dan bercanda bebas bersama sahabatnya, dan yang terpenting dia bisa melupakan sejenak sikap dingin dan kata-kata pedas suaminya. Tapi sekarang mereka harus pulang dan kembali ke kehidupan yang nyata. Kembali mengikuti rutinitasnya yang menyebalkan dan selalu membuatnya menangis.

" Ya udah, kita pulang," ajak Nikita. "Kapan-kapan kita jalan-jalan lagi. Mudah-mudahan aja suami lo nggak marah, nanti gue yang ngomong sama suami lo."

Benar saja, saat Anggi sampai di rumah Arga sedang menonton tv. Seperti biasa , dengan wajah dingin. Tapi setelah melihat ada Nikita, Arga tersenyum ke arah Nikita.

"Maaf ya mas, aku ngajak Anggi sampai  selarut ini. Mungkin karena udah lama nggak jalan bareng, jadi lupa waktu."

"Iya, nggak apa-apa. Tapi lain kali jangan pulang terlalu malam. Bahaya untuk perempuan pulang malam," jawab Arga tenang.

"Aku langsung pamit ya mas, udah malam. Gue pulang ya, Nggi. Nanti kapan-kapan gue main kesini lagi."

"Sebaiknya kamu menginap saja. Udah malam, bahaya seorang perempuan jalan sendiri selarut ini." Anggi senang sekali mendengar tawaran Arga kepada Nikita. Dia senang kalau Niki menginap, berarti mereka bisa ngobrol sampai malam.

"Terimakasih mas, tapi sebaiknya aku pulang aja, kasian mama sendiri dirumah."

Mama Niki memang seorang janda. Papanya meninggal saat Niki masih SMA. Sedangkan  kakak Niki sudah menikah dan tinggal di Jogja bersama istrinya.

"Kalau begitu kamu antar aja, mas," jawab Anggi spontan.

Aduh, bodohnya aku bicara seperti itu. Mas Arga pasti capek pulang kerja. Pasti nanti marah deh, batin Anggi menyesal sudah menyuruh Arga mengantar Niki pulang.

"Nggak usah, Nggi. Gue naik taxi online aja," tolak Niki.

"Ya udah ayo aku antar, bahaya juga perempuan jalan malam-malam sendirian." Arga langsung bangun dari duduknya, mengambil jaket dan kunci mobil.

Niki memandang bingung ke arah Anggi. Anggi cuma tersenyum sambil mengangkat bahu.

"Ayo cepat, jangan kelamaan bengong." Arga mendahului jalan ke arah garasi dan tidak lama kemudian terdengar suara mesin mobil di hidupkan.

Setelah berpamitan kepada Anggi, Niki pun bergegas naik ke mobil, dan Arga sudah menunggu di balik setir. Mobil langsung melaju perlahan meninggalkan Anggi yang masih melambaikan tangan ke arah sahabatnya itu. Ah, sepi kembali menghampiri hati Anggi. Bahagianya kalau memiliki anak, pasti aku tidak akan kesepian lagi, gumam Anggi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status