Tapi berbanding terbalik dengan yang terjadi di hati Niki. Dia tidak mengerti dengan perasaannya. Kenapa dia merasa tenang dan nyaman berada di dalam mobil Arga. Apa mungkin karena mobilnya nyaman dan ber-AC sehingga membuat dia tidak terganggu dengan keadaan di jalan saat itu? Hatinya berusaha mencari-cari penyebab ketenangan yang dia rasakan saat itu. Tapi sepertinya bukan seperti itu kenyataannya. Biasanya juga dia suka naik mobil yang lebih bagus dari mobil Arga tapi rasanya tidak senyaman ini. Hati Niki terus berbicara. Sepertinya ada rasa lain yang dia rasakan berada berduaan dengan Arga di dalam satu mobil. Apakah rasa yang dulu dia rasakan masih ada? Huh! Buang jauh-jauh Rasa itu, Niki. Rasa itu tidak boleh ada lagi sekarang, karena Arga sudah menjadi suami Anggi. Jantung Niki terus berdetak kencang dan iramanya tidak teratur. Dia berusaha mengalihkan pikirannya ke jalan yang masih ramai. Dia tidak mau kalau perasaannya makin ngelantur kemana-mana.
"Kok ngelamun?" Pertanyaan Arga membuat Niki terkejut dan membuyarkan lamunannya.
"Nggak kok mas, lagi menikmati lagu yang mas putar." Niki menjawab spontan sekenanya saja.
"Menikmati lagu sih sampai ngelamun?" goda Arga sambil tersenyum "Mikirin pacar ya?"
"Nggak mas, aku nggak punya pacar. Nggak ada yang mau," canda Niki sambil tertawa.
"Ah, kamu bisa aja. Pasti banyaklah yang mau sama gadis secantik dan sebaik kamu."
Rasanya Niki mau menari-nari mendengar pujian dari Arga.
"Ah, mas Arga bisa aja," jawab Niki dengan malu, dan rasanya kini tengah ada rona merah di wajah Niki akibat perasaan senangnya saat itu.
Niki berusaha membuang pandangannya keluar jendela mobil untuk mengalihkan pikirannya.
"Anggi juga cantik," balas Niki salah tingkah.
"Ya, Anggi cantik, sangat cantik. Dia baik, lembut, rajin dan dia seorang istri yang sangat pengertian. Buktinya sekarang, dia mengijinkan suaminya mengantarkan perempuan lain pulang malam-malam tanpa dia merasa curiga sedikitpun. Makanya aku sangat mencintainya."
Niki bingung mendengar jawaban Arga. Kok jauh berbeda dengan cerita Anggi? Anggi bercerita kalau suaminya membencinya, tapi jawaban Arga tadi berbanding terbalik dengan cerita Anggi. Niki jadi penasaran. Sepertinya aku harus lebih banyak mengorek cerita dari kedua pasangan ini. Gumam Niki dalam hati. Walau ada sedikit rasa cemburu di hatinya mendengar kata-kata Arga tadi, tapi rasa penasarannya menutupi rasa cemburunya itu.
"Tuh kan, melamun lagi. Kenapa? Nggak suka ya ngobrol sama saya?"
"Oh, maaf mas. Bukan begitu mas, aku cuma lagi konsentrasi liat jalan, takut kelewat jalan rumahku."
"Memang masih jauh rumahmu?"
"Itu di depan mas, di dekat jembatan belok kanan. Itu rumahku udah keliatan, yang cat hijau."
"Oh, disini rumahmu? Nyaman juga lingkungannya. Kamu tinggal berdua sama ibumu?"
"Iya mas, ayo mampir mas, biar ku kenalkan sama mama."
"Terimakasih, lain kali aja, udah malam."
"Nggak mau nyobain teh buatanku? Kebetulan juga tadi pagi mama bikin kue."
"Terimakasih, kapan-kapan aja aku main kesini," tolak Arga sopan. "Salam aja sama mamamu."
"Baik mas, nanti aku sampaikan. Terimakasih ya mas, udah nganterin aku, salam sama Anggi."
"Ok!"
"Hati-hati di jalan, mas."
"Yups, selamat istirahat."
Mobil Arga perlahan meninggalkan Niki yang masih berdiri di depan rumahnya. Ada rasa bahagia yang berbeda di hati Niki. Niki masih berdiri di depan rumah sambil senyum-senyum sendiri, dia tidak menyadari mamanya sudah berdiri di sampingnya. Sentuhan tangan mama di pundaknya mengejutkannya.
"Mama!" Pekiknya terkejut.
"Kamu ngapain berdiri disini sambil senyum-senyum?" Mama melihat wajah Niki dengan pandangan menyelidik.
"Siapa yang mengantarmu tadi? Pacarmu?""Ah mama, ngeledek ya? aku kan nggak punya pacar." Niki bergelayut manja di bahu mamanya sambil mengajak mamanya masuk ke dalam rumah.
"Habis mama liat kamu senyum-senyum sendiri, jadi mama pikir itu pacar kamu."
"Bukan ma, itu mas Arga, suaminya Anggi. Tadi aku pulang kemalaman, jadi Anggi menyuruh suaminya untuk mengantarkan aku."
"Hati-hati jalan dengan suami orang, nanti mendatangkan fitnah." Mama mengelus pipi Niki dengan penuh rasa sayang.
"Iya ma, Niki tau batasan kok. Lagian mas Arga itu kan suami sahabat Niki, mana mungkin Niki macem-macem."
"Jangan meremehkan cinta. Cinta bisa datang kapan saja dan pada siapa saja."
"Iya ma, tapi aku janji nggak akan ada apa-apa antara aku sama Mas Arga. Kami sama-sama bisa jaga diri."
"Mama cuma ingatkan satu hal, jangan pernah main api, karena kamu pasti terbakar nanti!"
"Iya, mamaku sayang, percaya deh sama anakmu yang cantik ini." Niki tersenyum dan bergelayut manja kepada mamanya.
"Mama percaya sama bidadari kecil mama yang paling cantik sedunia ini. Ya sudah bersih-bersih sana, sudah malam. Mama hangatkan makan malam untuk kamu ya!" Mama tersenyum lembut.
"Nggak usah ma, aku udah makan tadi. Aku mau istirahat aja."
"Ya sudah istirahat sana. Besok kan kamu harus kerja."
***
Malam itu sepertinya Niki akan mimpi indah. Ah, hari yang menyenangkan. Senyum Niki mengantarkan tidurnya malam itu.
Hari masih pagi ketika Niki sampai di restoran. Seperti biasa dia sampai lebih dahulu dari teman-temannya. Sengaja dia selalu datang lebih awal, 'biar bisa istirahat dulu' alasannya setiap ada yang bertanya kenapa dia selalu datang lebih awal. Dan juga dia bisa sarapan bubur ayam favoritnya yang setiap pagi mangkal di dekat restoran. Padahal setiap pagi mamanya selalu menyiapkan sarapan untuknya. Tapi dia tidak pernah menyantapnya."Kalau kenyang, nanti nggak enak saat di angkot, ma. Nanti aja sarapan di dekat restoran." Itu alasannya kepada mamanya setiap kali di suruh sarapan.Awalnya mama selalu memaksa sarapan di rumah, dengan alasan lebih higienis dan lebih hemat. Tapi karena alasan Niki cukup masuk akal, akhirnya mama mengalah dan membiarkan Niki sarapan di luar.Seperti pagi ini, Niki sedang duduk menunggu pesanan bubur ayamnya ketika dia melihat mobil Arga masuk ke parkiran restoran. Hatinya seketika itu juga
Anggi sampai dirumah orangtuanya masih agak pagi, karena memang dia berangkat pagi-pagi sekali tadi, biar tidak macet alasannya. Dan yang paling penting dia punya banyak waktu untuk bermanja-manja kepada kedua orangtuanya. Sudah kangen sekali dia dengan kedua orangtuanya, dan juga dengan masakan mamanya."Assalamualaikum." Anggi mengucap salam sesampainya di teras rumah orangtuanya. 'Sepi, pasti ibu sedang masak di dapur. Sedangkan bapak pasti sedang bermain dengan burung-burung peliharaannya,' pikir Anggi dalam hati. Ya, bapak memang memelihara beberapa jenis burung sejak bapak pensiun dan setiap pagi bapak rajin mengurus burung-burung peliharaannya, memandikan dan memberinya makan. Harum masakan dari dapur tercium sampai ke teras rumah, membuat Anggi makin kangen dengan masakan ibunya.Tidak ada yang menjawab salam Anggi. Tetapi Anggi tidak mengulanginya. Dia malah asik menikmati suasana halaman rumah. Ah, masih seperti
Selesai memasak mereka melanjutkan obrolan di ruang tamu. Sambil ditemani teh dan beberapa potong kue buatan ibu, mereka melanjutkan obrolan tadi. Salsa sudah bangun dan sekarang sedang asik menyedot botol susunya sambil duduk di pangkuan kakeknya. Salsa memang paling dekat dengan kakeknya. Mungkin karena kakeknya yang paling sering mengajaknya bermain. Ada-ada saja permainan kakek bersama cucunya."Sudah kamu tinggalkan saja laki-laki tidak bertanggung jawab itu. Apalagi yang dia cari?. Dia sudah punya segalanya. Istri cantik, sehat, bisa melayani dia lahir batin. Punya anak yang cantik dan sehat. Punya pekerjaan yang bagus. Rumah tangga juga baik- baik saja. Masih saja mencari perempuan lain. Dasar laki-laki brengsek!" Bapak bicara dengan penuh emosi."Sudahlah pak, jangan marah-marah terus! Ingat penyakit bapak!" Ibu berusaha menenangkan bapak."Benci aku dengan laki-laki yang tidak tau diri, tidak pernah bersyukur." Bapak masih saja marah-marah.
"Ayolah pulang, sayang," bujuk Dika kepada Gita, istrinya."Aku nggak akan pulang kalau kamu masih berhubungan dengan perempuan genit itu!" Gita berusaha menahan emosinya karena dia tidak mau orangtuanya mendengar pertengkaran mereka.Siang itu Dika datang ke rumah mertuanya untuk menjemput anak dan istrinya pulang. Tapi Gita berkeras tidak mau pulang, dan akhirnya terjadilah pertengkaran itu."Aku sudah bilang, aku akan bersikap adil dengan kalian berdua."Mendengar kata-kata Dika itu, Gita pun membulatkan matanya dan menatap suaminya itu dengan wajah penuh emosi. 'Aku nggak sudi kamu duakan! Lebih baik aku di sini dan kita cerai!" serunya dengan suara tertahan."Jangan mudah mengucap kata cerai, sayang," bujuk Dika dengan suara lembut."Jangan pernah kamu panggil aku sayang! Kalau kamu sayang denganku dan anak kita, kamu nggak akan selingkuh dengan perempuan murahan itu!
Pagi itu Arga dan Anggi sedang menikmati sarapan pagi dengan suasana yang kaku. Mereka tidak saling bicara. Mata Anggi masih terlihat sembab. Semalaman dia tidak bisa tidur. Pertengkaran semalam membuatnya menangis sepanjang malam. Kata-kata Arga selalu membuat hatinya terluka. Ingin sekali dia minta cerai karena sudah tidak tahan dengan sikap suaminya itu. Tapi lagi-lagi dia tidak mau rahasianya terbongkar. Dia tidak mau orang-orang tahu aibnya. Selama ini yang tahu hanya Arga dan Niki, sahabatnya.Arga memang tidak pernah bertindak kasar terhadapnya. Bicarapun tidak pernah membentak apalagi berteriak. Tapi kata-katanya selalu menyakitkan, seakan dia sengaja ingin menyakiti hati Anggi untuk membalas sakit hatinya itu, karena merasa di bohongi.Akhirnya Anggi tetap berusaha untuk bertahan. Dia berharap suatu hari nanti Arga akan memaafkannya dan mau bersikap baik kepadanya. Dan ketika waktu itu tiba, mungkin Anggi bisa mencintai Arga sepen
Sehabis subuh Anggi sudah sibuk di dapur. Aroma kopi memenuhi ruangan. Harum sekali. Sejak dulu Anggi sangat menyukai aroma kopi hitam. Dulu setiap pagi Anggi selalu membuatkan kopi untuk bapak, kata bapak kopi buatan Anggi paling enak.Anggi pun membuat roti sandwich untuk sarapan dirinya dan Arga. Yang mudah saja, pikirnya, biar cepat. Kemarin dia sudah memasak rendang untuk makan siang Arga, siang hari ini. Tinggal di panaskan saja. Pagi ini dia tinggal menggoreng perkedel yang sudah dia buat kemarin dan dia simpan di lemari es. Anggi mengerjakan semua dengan cepat karena hatinya sudah memikirkan ingin cepat pergi ke rumah orangtuanya. Dia senang sekali membayangkan seharian itu dia akan kumpul dengan bapak, ibu, Mba Gita, dan si imut Salsa. 'Ah! Akhirnya selesai juga,' batinnya.Cepat dia siapkan semuanya di meja makan. Tepat dia selesai menyiapkan semua, Arga masuk ke ruang makan. Harum parfumnya memenuhi seluruh ruangan. Rambutnya ma
Siang itu Arga dan Niki janji bertemu untuk makan siang berdua disalah satu restoran di sebuah hotel yang cukup mewah. Arga berjanji akan menceritakan masalah rumah tangganya bersama Anggi kepada sahabat istrinya itu.Mereka asyik menikmati makan siang tanpa banyak bicara, hanya sesekali diselingi obrolan ringan saja.Saat sedang menikmati makanan penutup, barulah Niki membuka pembicaraan."Katanya mas Arga mau cerita masalah mas dengan Anggi? Ayolah cerita, aku siap jadi pendengar yang baik""Sepertinya garis besar ceritanya kamu sudah tau. Anggi pasti sudah cerita.""Iya, sih! Anggi dan aku memang udah nggak ada rahasia. Jadi aku tau hampir semua yang terjadi pada Anggi, begitupun sebaliknya. Anggi tau hampir semua yang terjadi padaku, kecuali tentang kita." Niki tersenyum menggoda kearah Arga."Aku sebenarnya sangat mencintai Anggi dan nggak mau kehil
Sejak makan siangnya bersama Niki, sikap Arga sedikit membaik kepada Anggi. Sepertinya dia mulai berusaha melupakan masa lalu istrinya itu dan mulai mencoba memperbaiki rumah tangganya sesuai anjuran Niki.Anggi senang melihat perubahan sikap suaminya, sekaligus bingung kenapa suaminya tiba-tiba berubah? Perubahan sikap Arga menjadi tanda tanya di hati Anggi. Apakah ini pertanda baik? Atau malah sebaliknya? Batinnya.Ah! Sudahlah. Berpikir positif saja. Semoga ini pertanda baik, pikirnya lagi.Suaminya sekarang sudah tidak ketus lagi kalau bicara padanya. Sikapnya juga sudah lebih hangat. Seperti pagi ini, saat mereka sedang sarapan."Nanti malam kita makan di luar, yuk? Sekalian kita nonton atau sekedar jalan-jalan menikmati suasana malam, mumpung malam minggu," ajak Arga yang membuat Anggi hampir tersedak karena terkejut. Dia tidak menyangka sama sekali. Sejak menikah belum pernah suaminya mengajak makan