Share

6.Kenangan Mantan

“Kamu apa kabar?” tanya Diandra.

“A-aku baik. Maaf, pertemuan kita harus diawali dengan keadaan kaya gini,” ucap Saga.

Saat ini mereka tengah berada di ruangan hanya berdua, lantaran Bella dibawa Sinta ke ruangannya untuk istirahat.

“Bukan masalah besar. Lagi pula aku gak kenapa-napa. Cuma luka sedikit yang sebentar lagi juga sembuh,” ujar Diandra sembari tersenyum.

“Kamu gak pernah berubah, Di. Sejak dulu kamu selalu begitu, mempertahankan senyummu meski keadaanmu lagi gak baik-baik aja,”  batin Saga menatap Diandra sendu.

“Mana istri kamu? Kenapa kamu jagain Bella sendirian? Kamu udah kabarin dia kan keberadaanmu sekarang?” tanya Diandra mencoba mencairkan suasana.

Saga yang mendengar itu seketika terdiam, berpikir jika mengatakan kebenaran sama saja akan mengungkit masa lalu.

“Andai kamu tau, kalau Mama Bella sudah gak ada. Dan Mama Bella adalah teman kita dulu, apa kamu akan merasa kecewa dan dikhianati, Di?” batin Saga.

“Ga?” panggil Diandra.

“Mama Bella udah gak ada sejak Bella lahir.” Hanya itu yang terucap dari mulut Saga.

Diandra yang mendengar itu menjadi tak enak hati, karena melihat perubahan raut wajah Saga.

“Maaf, aku gak bermaksud ngungkit luka lama kamu,” tutur Diandra.

“Gak masalah. Toh, kita baru ketemu, wajar kalau kamu tanya hal itu.” Meski ada rasa getir di hati, namun Saga tetap menjawab dengan tersenyum karena tak ingin Diandra merasa tak nyaman.

“Jadi, Bella belum tahu seperti apa Mamanya?” tanya Diandra.

“Bella Cuma tau fotonya. Tapi meskipun gitu, Bella anak yang kuat, dia tumbuh dikelilingi orang-orang yang sayang sama Bella. Jadi aku rasa Bella gak merasa kesepian,” ujar Saga.

“Kamu salah, Ga. Sehangat apapun orang sekelilingnya, gak akan bisa gantiin hangatnya dekapan Ibu kandungnya,” tutur Diandra.

“Kalau gitu kenapa gak kamu aja yang jadi Mama sambung buat Bella? Kamu masih seperti dulu, yang paling peka sama perasaan orang, tapi gak peka perasaan pasangan!” sindir Saga.

“Enak aja! Aku udah nikah, jadi jangan digodain, kualat nanti kamu! Lagian, emang kapan coba aku gak peka? Yang ada kamu tuh yang egois!” cibir Diandra.

“Aku egois kan karena sayang.” Saga mencoba membela diri dari ucapan Diandra.

Sementara Diandra yang mendengar kalimat itu terdiam. Pipinya memanas, ingatan masa lalu kembali berputar diingatan namun segera ia tepis kembali.

“Mikir apaan sih kamu, Di?! Bisa-bisanya ingat mantan padahal kamu sendiri udah punya suami. Gak boleh, gak boleh, aku gak boleh ingat-ingat masa lalu, yang bisa bikin hancur rumah tanggaku!” batin Diandra.

Saga yang melihat Diandra terdiam buru-buru meralat ucapannya. Ia tak ingin Diandra berpikir macam-macam dan menjadi canggung.

“Jangan salah paham, aku bersikap kaya gitu bukan Cuma sama kamu, tapi sama semua orang. Aku kan penyayang,” ucap Saga.

“Gimana sama pernikahan kamu? Apak amu Bahagia, Di?” tanya Saga mengalihkan pembicaraan.

“Ternyata kamu tetep Saga yang kaya dulu ya? Saga yang narsis,” ucap Diandra tersenyum memandang Saga. “Gak ada alasan buat aku gak Bahagia sama rumah tanggaku, karena aku menikah dengan lelaki yang tepat. Aku rasa kondisiku udah membaik, aku pulang sekarang ya,” sambungnya.

“Aku antar. Aku yang bertanggung jawab karena udah bikin  kamu kaya gini,” ucap Saga.

“Gak perlu. Aku bisa kok pulang sendiri. Mendingan kamu bawa pulang Bella, kasihan dia pasti capek. Ini juga rumah sakit, gak baik kalau Bella lama-lama di sini,” titah Diandra.

“Kita pulang sama-sama. Kamu tunggu sebentar, biar aku ambilin kursi roda sekalian jemput Bella. Ingat, tunggu aku!”ucap Saga mewanti-wanti Diandra.

Saga bergegas keluar menjemput putrinya di ruangan Sinta, sekaligus mengambil kursi roda dan tongkat untuk Diandra. Sebab kaki Diandra mengalami cedera hingga harus dipasangi alat bantu. Usai menjemput Bella, Saga bergegas kembali ke ruangan Diandra.

“Ayo kita pulang!” Dengan semangat Saga mengajak Diandra juga putrinya. Ia membantu Diandra duduk di kursi roda dengan sangat hati-hati.

Seperti gambaran keluarga Bahagia. Saga, Diandra, dan juga Bella tampak serasi ketika mereka berjalan bersama. Tanpa orang lain ketahui jika mereka hanya mantan yang bertemu tak sengaja.

Suasana dalam mobil terasa hening, semua terdiam dengan pikiran masing-masing. Hingga tiba-tiba suara Bella memecah suasana.

“Tante, Tante temannya Papa ya?” tanya Bella.

“Iya, sayang. Tante sama Papa Bella dulunya berteman waktu masih sekolah,” ujar Diandra.

“Oh, pantesan Papa tadi sampai nangisin Tante terus. Bella kira, Tante calon Mama baru buat Bella,” ujar Bella menunduk lesu.

Sementara Saga langsung membungkam mulut Bella agar tak meneruskan ucapannya lagi.

“Jangan didengarin, Bella kadang suka gini.” Saga buru-bru menghentikan ucapan putrinya sebelum merembet kemana-mana. Sedangkan Diandra sendiri tersenyum menanggapinya.

“Oh iya, rumah kamu di mana sekarang, Di?” tanya Saga.

“Perumahan Harmoni. Tapi kamu bisa turunin aku di jalan aja gak apa-apa,” pinta Diandra.

“No, kamu lupa kalau kamu belum bisa jalan? Lagian belanjaan kamu juga banyak banget. Kamu gak bakalan bisa bawanya.” Saga tersenyum mengejek ke arah Diandra, membuat Wanita itu mendengkus kesal.

Tak berselang lama kemudian mereka sudah tiba di kediaman Diandra. Namun, alangkah terkejutnya Diandra yang melihat ada mobil yang tak asing parker di halaman rumahnya.

‘Deg’

Diandra terdiam memaku, perasaannya mendadak tak tenang.

“Tuhan, aka nada drama apalagi ini?” batin Diandra.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status