Home / Romansa / Noda Merah Malam Pertama / Kedatangan ibu mertua

Share

Kedatangan ibu mertua

Author: Jannah Zein
last update Last Updated: 2022-03-02 22:34:03

Bab 4

Bukan cuma memenuhi seisi dapur, ternyata bau masakan Rayna sampai ke ruang tamu, menyadarkan Ziyad yang tengah melamun di sofa. Lelaki itu bangkit dari tempat duduk saat dia merasakan perutnya keroncongan. Terakhir dia hanya sarapan di hotel dan itupun tak membuat perut kenyang. Maklum, porsi sarapan di hotel tidak sama dengan porsi sarapan orang kebanyakan, seperti mereka yang terbiasa sarapan dengan nasi komplit.

Ziyad terus membawa kakinya menuju dapur. Dia ingin tahu apa yang sedang dilakukan oleh Rayna.

Pemandangan yang pertama kali dilihatnya adalah sesosok perempuan yang tengah mengaduk masakan di panci. Penampilan Rayna sama seperti sebelumnya, saat mereka bertengkar di kamar barusan. Rupanya gadis itu belum berganti pakaian. Rambut sepundaknya diikat dengan karet gelang, memperlihatkan leher jenjangnya yang mulus.

Ziyad meneguk salivanya saat melihat keindahan itu, tapi hanya sesaat. Dia segera teringat apa yang sudah dapatnya dari gadis itu, membuatnya merasa mual sendiri.

"Dia cuma perempuan murahan. Keindahan tubuhnya sudah disentuh orang lain sebelum aku menyentuhnya." Ziyad mengingatkan dirinya sendiri agar tidak terlena dalam pesona gadis itu.

"Masak apa, Rayna?" tegur Ziyad.

Refleks Rayna menoleh. "Telur geprek dan sayur lodeh tahu tempe, Ziyad," sahutnya.

Lelaki itu mengangguk. Dia menarik kursi dan duduk menghadap meja makan persis seperti seorang majikan yang minta di layani.

"Siapkan makan untukku. Aku ingin makan!" perintahnya.

"Tunggu sebentar lagi.  Masakannya hampir matang." Rayna mengecilkan api kompor. Sayur lodeh tahu tempenya beberapa menit lagi akan matang sempurna.

Rayna mengambil piring saji dan menaruh telur geprek dan meletakkannya di hadapan Ziyad.

"Buat apa kamu mengambil dua buah piring?" tegurnya saat melihat perempuan itu mengambil dua buah piring dan menaruhnya di meja makan.

"Tugasmu adalah melayaniku, bukan makan bersamaku! Ambilkan nasi dan sayur lodehnya juga, Rayna. Cepat!" Suara Ziyad meninggi. Dia benar-benar merasa lapar, apalagi saat melihat santapan lezat di atas meja makan.

Rayna menggelengkan kepala. Hatinya mencelos, tapi dengan segera ia bisa menyabarkan dan menguasai diri. 

"Baiklah," ucap Rayna. Dia segera menata hidangan, tak lupa menuangkan air minum dan menyiapkan serbet dan tissue ke hadapan laki-laki itu.

"Makanlah," ujarnya. Perempuan itu memilih mencuci tangan dan peralatan bekas masaknya barusan.

Baru saja ia menyelesaikan basuhan terakhirnya, tiba-tiba terdengar suara bel berbunyi.

"Sana ke depan!  Coba lihat siapa yang datang," perintah Ziyad. Lelaki itu asyik mengunyah makanannya.

Rayna bergegas melangkah keluar. Dia melihat dari balik pintu, dua orang perempuan berbeda generasi tengah berdiri di teras.

"Mama," tegur Rayna setelah membuka pintu. Dia mengenali perempuan tua itu sebagai ibu mertuanya

Rayna mengulurkan tangan, meraih tangan ibu mertuanya dan menciumnya dengan takzim.

"Silakan masuk, Ma, Selvi. Mari kubantu membawakan barang-barang Mama." Rayna tersenyum manis.

Dia mengambil tas besar dari tangan perempuan tua itu, membawanya ke dalam dan meletakkannya di samping sofa di ruang tamu.

"Mama mau langsung istirahat atau mau makan siang? Kebetulan Rayna sudah masak," tawarnya. Dia menatap pasangan ibu dan anak gadis itu.

"Makan siang?" Gadis bernama Selvi itu tampak berbinar. "Wah... Kita makan yuk, Ma. Aku ingin tahu gimana rasanya masakan Kak Rayna."

"Benarkah?" Rayna tersenyum lebar. "Kalau begitu, mari kita ke dapur!"

Kedua perempuan berbeda generasi itu tidak jadi duduk di sofa, melainkan langsung mengikuti langkah Rayna menuju ruang dapur. Dari meja makan, nampak Ziyad melambaikan tangan.

"Sini, Ma. Tumben Mama sama Selvi langsung kemari? Aku kira tadi besok," ucap Ziyad.

"Tidak, Ziyad. Mama sudah tak sabar ingin tinggal di rumahmu. Pengap rasanya kalau harus menumpang di rumah bude mu. Di sana banyak orang," keluh ibunya. Dia menarik kursi dan duduk di atasnya.

Ibu dan Selvi menginap sementara di rumah saudara mereka selama beberapa hari menjelang dan sesudah resepsi pernikahan Ziyad dengan Rayna. Rencananya mereka memang akan tinggal di rumah Ziyad, mengingat Selvi yang akan melanjutkan kuliah di kota ini.

"Maklumlah, Ma. Namanya juga keluarga besar. Anak bude Darsinah kan memang banyak. Maklum saja," sahut Ziyad menghibur.

Rayna menyodorkan piring untuk Selvi dan ibu mertuanya. "Silahkan makan, Mama, Selvi. Maaf ya, cuma seadanya. Aku tidak tahu kalau Mama dan Selvi akan datang lebih awal. Makanya aku cuma masak untuk kami berdua saja."

"Tak apa, Rayna. Ini bukan salahmu." ujar ibu mertuanya. "Tapi untuk nanti malam, masaklah lebih banyak."

"Tentu." Rayna tersenyum manis.

Dia agak sedikit lebih lega karena mertuanya tidak mengeluarkan kata-kata kasar, ya setidaknya untuk hari ini. Entahlah kalau besok, lusa dan hari-hari berikutnya. Rayna tidak bisa menjamin. Apalagi kalau Ziyad mengadu kepada ibunya tentang kekurangannya.

Bukankah anak itu adalah hasil didikan dari orang tua, terutama ibu? Ziyad adalah lelaki yang sangat mendewakan sebuah keperawanan di malam pertama. Bukankah tidak mustahil sang Ibu pun memiliki cara pandang yang serupa?

******

Setelah mengantar ibu mertua dan adik iparnya ke kamarnya masing-masing untuk beristirahat, Rayna kembali ke dapur. Dia bermaksud untuk menuntaskan makan siangnya yang sempat tertunda.

Perempuan itu hanya menggelengkan kepala menyaksikan piring kotor bekas makan yang berserakan dan makanan yang habis tak bersisa, kecuali secuil telur geprek dan sayur lodeh pun hanya tinggal kuahnya saja.

Rayna merasakan perutnya sudah berdemo minta diisi.

"Apa boleh buat. Aku harus makan makanan sisa. Sudah jadi resiko kena giliran makan paling akhir," keluhnya. Rayna mengambil nasi, lantas menumpahkan sisa sayur lodeh dan telur geprek ke piringnya.

Kalau menurutkan rasa di hati, rasanya dia tidak selera makan. Namun, berpikir untuk bertahan hidup dengan situasi dan kondisi pernikahannya juga memerlukan tenaga dan energi. Dia harus tetap makan. Dia tidak mau sampai jatuh sakit, karena tidak akan ada seorangpun yang  akan mau merawatnya.

Sepanjang makan, dia terus berpikir bagaimana caranya membagi waktu antara di rumah dan minimarket.

Semula dia berpikir untuk resign dari pekerjaannya setelah menikah. Akan tetapi kalau dia resign, ia tidak akan memiliki pemasukan. Padahal dia adalah tulang punggung keluarga. Dia perlu mengirim uang untuk ibunya di kampung.

Setelah selesai makan, Rayna segera membersihkan meja makan, mengangkat piring-piring kotor dan mencucinya sekalian. Dapur pun sudah nampak rapi. Perempuan itu menghela napas lega. Dia segera kembali ke kamar.

"Ini alas untuk kamu tidur!" ucap Ziyad sembari melemparkan sebuah kasur lipat kepada Rayna saat gadis itu baru saja masuk ke dalam kamar.

Perempuan itu mengangguk, lantas menggelar kasur di sudut ruangan

"Ziyad, mulai besok aku akan kembali masuk kerja," beritahunya.

"Ya, itu terserah kamu, asalkan urusan rumah jangan terbengkalai, karena kamu sudah kubayar untuk itu," tegasnya dingin.

"Aku mengerti," sahut Rayna.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ana Johana
Tak guna ni laki...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Noda Merah Malam Pertama   Jodoh Itu Cerminan Diri

    Bab 139 "Jodoh itu ibarat cerminan diri. Di detik ini aku baru sadar, aku memang tidak pantas untukmu. Kamu memang pantas untuk bersanding dengan Ravin," gumam Ziyad. Matanya tak lepas dari layar ponsel yang menayangkan adegan demi adegan kegiatan Rayna bersama Al-Fatih Mart Foundation. Perempuan muda itu nampak begitu tulus menyalami para orang tua di salah satu panti jompo yang ia kunjungi. Meskipun tak pernah ada lagi kontak dengan Rayna, tetapi lelaki itu senantiasa mengikuti perkembangan Rayna melalui akun media sosial Al-Fatih Mart yang ia follow. Ya, hanya itu jalan satu-satunya untuk mengetahui perkembangan dari perempuan yang bahkan sampai kini masih tetap dia cintai. Semua akses sudah tertutup. Rayna sudah menikah dengan Ravin, bahkan kini memiliki anak, Akalanka Mirza Zahair Narendra. Tak ada gunanya ia terus berharap. Mencintai dalam diam. Itu yang ia lakukan sekarang. Ziyad tersenyum kecut. Biarlah semua orang menganggapnya bodoh. Tapi hanya itu yang tersisa dari sosok

  • Noda Merah Malam Pertama   Kelahiran Sang Pewaris (2)

    Bab 138 "Selamat, Tuan. Anaknya laki-laki, sehat, tak kurang suatu apapun dan ganteng seperti daddynya," canda dokter Viona. Dia sendiri yang menyerahkan langsung bayi mungil di dalam bedongan itu kepada Ravin. "Terima kasih, Dok." Ini jelas sebuah keajaiban bagi Ravin. Bisa menggendong bayi yang merupakan darah dagingnya sendiri merupakan mimpinya sejak lama dan kini menjadi kenyataan. Ravin melangkah menghampiri sang istri yang terbaring lemah di ranjang. Wanita itu mengulas senyum termanis. "Ini putra kita, Sayang," ujarnya sembari duduk di kursi dekat ranjang. Matanya menatap wajah mungil itu lekat-lekat. "Tentu saja. Terima kasih sudah menyambut kehadirannya." "Apa yang kau katakan, Sayang?!" Refleks tangannya terulur menutup mulut Rayna. "Kehadirannya sudah lama kutunggu dan hari ini aku sangat bahagia karena sekarang aku memiliki seorang pewaris. Pewaris Al-Fatih Mart yang sekarang tumbuh dan berkembang semakin besar, melebarkan sayap sampai ke negeri tetangga," ujarnya

  • Noda Merah Malam Pertama   Kelahiran Sang Pewaris (1)

    Bab 137 "Bukan, Sayang. Lagi pula aku sudah memutuskan untuk tidak lagi memantau mereka. Dean dan Roy akan ditarik sebagai pengawal pribadiku, menggantikan Adam dan Damian yang telah resmi menjadi pengawal pribadimu mulai hari ini." "Kenapa bisa begitu?" Rayna tersentak. "Karena kita sudah punya kehidupan masing-masing. Ada banyak hal yang lebih penting untuk kita perhatikan, Sayang. Jadi mulai hari ini stop! Ziyad dan keluarganya kita keluarkan dari tema pembicaraan kita sehari-hari. Are you oke?" tegas Ravin. Tangannya terulur menangkup wajah perempuan itu, mendongakkannya, lalu mendekatkan wajahnya sendiri, mengecup bibir ranum itu dengan lembut. Rayna menggeliat. Tubuhnya menghangat seketika. "Berjanjilah untuk move on dari cinta dan suami pertamamu itu, Sayang. Seperti aku juga yang move on dari istri pertamaku," lirih lelaki itu. Rayna menatap pemilik wajah dengan rahang yang tegas itu dalam-dalam. Ada kesungguhan dan ketulusan di sana. Ravin benar. Setelah selesai soal kem

  • Noda Merah Malam Pertama   Pertemuan Dengan Selvi

    Bab 136Perempuan muda itu menoleh. "Kak Rayna!" Suaranya bergetar.Rayna menubruk gadis itu, memeluknya dengan erat, meskipun beberapa detik kemudian menyadari saat mereka berpelukan, ada yang mengganjal. Bukan cuma perutnya, tetapi juga perut Selvi."Selvi, kamu sedang hamil?" Tanpa sadar tangan perempuan itu mengusap perut besar milik Selvi.Gadis itu mengangguk. "Seperti yang Kakak lihat," sahutnya getir"Kamu sudah menikah?" Pertanyaan itu terasa begitu konyol. Otaknya berusaha keras mengingat-ingat. Dia dan Ravin memang memantau Ziyad dan Selvi, meskipun tentu tidak bisa 100%. Sampai sejauh ini suaminya tidak pernah menceritakan soal Selvi. Setiap kali ditanya, Ravin selalu bilang Selvi dalam keadaan baik-baik saja. Tetapi nyatanya....Laila berinisiatif untuk membawa Selvi, Rayna dan Vania masuk ke rumahnya yang bersebelahan dengan bangunan itu."Ini anak Angga?" Rayna kembali mengusap perut besar Selvi dengan lembut saat mereka sudah duduk di sofa."Iya, Kak." Butir-butir beni

  • Noda Merah Malam Pertama   Kunjungan Ke Dapoer Syifa

    Bab 135"Terima kasih, Sayang. Kamu adalah istriku dan ratuku. Kamu tidak perlu merubah apapun dari dirimu. Semua yang ada pada dirimu sudah sempurna. Aku juga tidak menuntutmu terlibat penuh dalam kegiatan di perusahaan, kalau memang kamu tidak menginginkannya. Cukuplah kamu mendampingiku, setia padaku, karena aku benci dengan yang namanya penghianatan." Ravin menghela nafas berat.Antara Bella dan Rayna sungguh berbeda dan Ravin menerima Rayna mutlak apa adanya. Dia hanya menginginkan kesetiaan, setelah apa yang Bella torehkan kepadanya. Buat apa memiliki istri cantik, cerdas, berpendidikan tinggi, tetapi punya kebiasaan memelihara pria pemuas hasrat? Ini sangat menjijikan!Keduanya menikmati waktu beberapa saat di taman sebelum akhirnya bangkit. Ravin memeluk pinggang istrinya posesif. Namun baru beberapa langkah keduanya mengayunkan kaki, mendadak ponsel Ravin berdering"Panggilan video dari Axel," cicit Rayna. Sepasang suami istri itu berpandangan."Angkat saja, Hubby. Siapa tahu

  • Noda Merah Malam Pertama   Aku Berjanji, Hubby

    Bab 134 "Istrimu?!" Perempuan yang hanya mengenakan dress di atas lutut tanpa lengan itu mengibaskan rambutnya. "Apakah aku tidak salah dengar? Apakah ini benar-benar istrimu?" Dia menunjuk Rayna dengan ekspresi keheranan. Matanya tak lepas mengamati penampilan Rayna yang mengenakan gamis dengan jilbab yang menutupi kepala sampai tonjolan di dadanya. Memang, pakaian yang dikenakan oleh Rayna berharga cukup mahal dan model kekinian. Namun di mata Chintya, gaya berpakaian Rayna seperti orang udik, kampungan! "Lho, memangnya kenapa, Chintya?" Ravin menatap Chintya dengan pandangan tak suka. "Ah, tidak apa-apa. Aku hanya heran dengan seleramu. Kamu terlihat sangat berubah, Ravin. Aku pikir setelah kamu menceraikan Bella, kamu akan mencari wanita yang jauh lebih baik dari mantan istrimu itu." Chintya mencoba menutupi keterkejutannya dengan tertawa kecil. "Dan Rayna adalah wanita yang jauh lebih baik dari Bella," ujar Ravin sinis. Sekalian saja dia menumpahkan isi hatinya, mampung bert

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status