LOGINRayna Anindya Edelwies harus menelan pahit getirnya sebuah pernikahan akibat ketidakjujurannya sendiri yang tidak menceritakan kondisi yang sebenarnya kepada Akhdan Ziyad, pria yang mempersuntingnya. Ziyad begitu marah saat mengetahui tak menemukan penghalang dan noda merah di sprei saat malam pertama mereka. Bagaimana Rayna menghadapi perlakuan buruk Ziyad yang frustasi karena gagal mendapatkan mahkota kewanitaannya? Sanggupkah Rayna bertahan? Apakah Rayna bisa meraih kebahagiaan di dalam rumah tangganya ataukah justru melepaskan diri adalah solusi yang terbaik? *** Selamat membaca dan menikmati cerita ini. Kalau suka, silahkan follow di akun sosial media author, IG: jannah.zein.3 FB: Rumaisha Qatrunnada. Terima kasih.
View MoreThe wind howled, packing the earth with it. Dry leaves skittered across the ground. The sky made a deep rumble like it held in something ghastly waiting to be unleashed.
The figure in a cloak was almost unnoticeable in the dark. He strode briskly, his cloak flapping wildly behind him. A bird circled him overhead. The figure stopped before a tree. Alpha Renwick unveiled his face from under the hood of his cloak. He smiled and inhaled the night's chilly air. Hold on tightly, Vesper," he slurred with deep pleasure. "My lovely Luna shall return to me today" The raven came to perch atop his shoulder. "Of course" Its gaze was low as he looked on into the thicket before them. His dark form glimmered a silvery tint in the moonlight "And this is going to be different from last year?" Alpha Renwick sighed "Vesper" "Or should I say the last decade" He groaned. "I must say, your honour, your consistency is commendable" A pang shot through the Alpha's head and he winced, falling to his knees. He fell silent. "Do you hear that?" He looked cautiously behind him. "Hear what?" Something collided with the back of his head–Wham! He collapsed face-first into the debris. He wanted to cry out for his sons, but consciousness evaded him and he struggled to keep from slipping away again. Chaos ran in the air. There were punches and blows and hissing, and then the earth shuddered beneath retreating feet. Now two distinct voices yelled and cursed at each other. He thought that it had to be Lucian and Callum. "You were supposed to keep an eye on him!" Callum accused. He got down on one knee and with great effort, slung his father over one shoulder. Sticks and rocks stabbed at his knee and leaves crunched beneath them. "I'm sorry" Not quite, Alpha Renwick thought to himself. Lucian would never apologize. "Well, how do we explain this to Lucian?" said Callum breathlessly through gritted teeth as he tried to gain stance with his father on his shoulder. "The Bloodfangs could have easily taken him out" he grunted. "You know, if you'd just do as I say even once? This wouldn't happen" Rowan sighed. "I was watching him, okay? I promise, I was" He looked around. It only occurred to him now how the darkness around them was fading into dawn, like some piece of clothing that had seen better days, washed and worn. "Shit" Callum followed his gaze up. "The day's breaking" "Yeah, we have to get moving" Callum bounced to balance his father's weight and they began their journey back to the castle. It wasn't a long one. Their father hadn't wandered off too far. The bird was nowhere to be seen. They tried their best to be silent as they started down the hallway leading to the Alpha's quarters. Their voices came back in small echoes reverberating off the looming golden halls. "We better not stir Lucian awake" Rowan whispered. Callum paused. "Rowan?" "What" "Be quiet!" "What did I just say?" At the Alpha's fortress, they were met with a pleasant surprise. They discovered their oldest brother, Lucian. He had been waiting for them. He immediately reached for the Alpha. "What happened?" He helped Callum convey him into his the soft plumes of his bedchamber. Lucian sat by his father's side. He palmed his father's face, his eyes laden with worry. "Dad?" But Alpha Renwick was out cold. He didn't speak. Lucian shot a look at his brothers making Rowan push his face into his neck to dodge the impact. "I'm going to make you both so sorry" he sneered. "It was a mistake" "I apologize on Rowan's behalf" Callum announced to which Rowan scoffed, rolling his eyes. Lucian chuckled mirthlessly, his dark hair falling to his face as he shook his head. "Now, what was I thinking leaving Father in the care of you turd heads?" He shot them a glare. "Send for Betas, two at least, to watch him from now on" And he rose with a resolve to head for the gym or branch at the training camp rather than exert another ounce of his energy on his brothers. At the door, he came upon Selena. Callum's beloved. He walked past without sparing her a glance. You know, like the way one walked past furniture in a household. Nothing to see there. In fact, so help him God, he might have walked right through her. That was just how little she existed in his mind. To be sure, that was in his mind's eye, because he really just stood there somewhat entranced, his heart palpitations stepped up and his breath grew rasp. His emotions were electric and coursing through his nerves. Selena couldn't tear her eyes off his either. His piercing green magnetic ones. She forgot how to breathe. All the oxygen was caught in her chest. And most of all, her wolf ran wild inside of her. Lucian was the first one to tear his eyes off and immediately, he went the other way. What in the staring contest? he thought to himself and blinked and shook his head with rigour to completely dispel whatever that was. It might have only been seconds like blowing smoke. As short as a wink. But Rowan caught it nevertheless. He caught everything. Never missed. It was this innate ability that no one could ever wrest from his grasp. It was not within eye level. It was his contribution to the Brotherhood and he prided himself very much with it. "Well, that's new" he muttered under his breath. Callum hadn't noticed. The Alpha held his attention. "He's going to have a massive headache when he wakes up" "I think we should call the doctor" Selena frowned, blinking. Why was she here again? She felt an arm entwine her stomach from behind. "Hey, love" Callum whispered into her neck. She didn't respond. She couldn't. Her mind was perturbed.Bab 139 "Jodoh itu ibarat cerminan diri. Di detik ini aku baru sadar, aku memang tidak pantas untukmu. Kamu memang pantas untuk bersanding dengan Ravin," gumam Ziyad. Matanya tak lepas dari layar ponsel yang menayangkan adegan demi adegan kegiatan Rayna bersama Al-Fatih Mart Foundation. Perempuan muda itu nampak begitu tulus menyalami para orang tua di salah satu panti jompo yang ia kunjungi. Meskipun tak pernah ada lagi kontak dengan Rayna, tetapi lelaki itu senantiasa mengikuti perkembangan Rayna melalui akun media sosial Al-Fatih Mart yang ia follow. Ya, hanya itu jalan satu-satunya untuk mengetahui perkembangan dari perempuan yang bahkan sampai kini masih tetap dia cintai. Semua akses sudah tertutup. Rayna sudah menikah dengan Ravin, bahkan kini memiliki anak, Akalanka Mirza Zahair Narendra. Tak ada gunanya ia terus berharap. Mencintai dalam diam. Itu yang ia lakukan sekarang. Ziyad tersenyum kecut. Biarlah semua orang menganggapnya bodoh. Tapi hanya itu yang tersisa dari sosok
Bab 138 "Selamat, Tuan. Anaknya laki-laki, sehat, tak kurang suatu apapun dan ganteng seperti daddynya," canda dokter Viona. Dia sendiri yang menyerahkan langsung bayi mungil di dalam bedongan itu kepada Ravin. "Terima kasih, Dok." Ini jelas sebuah keajaiban bagi Ravin. Bisa menggendong bayi yang merupakan darah dagingnya sendiri merupakan mimpinya sejak lama dan kini menjadi kenyataan. Ravin melangkah menghampiri sang istri yang terbaring lemah di ranjang. Wanita itu mengulas senyum termanis. "Ini putra kita, Sayang," ujarnya sembari duduk di kursi dekat ranjang. Matanya menatap wajah mungil itu lekat-lekat. "Tentu saja. Terima kasih sudah menyambut kehadirannya." "Apa yang kau katakan, Sayang?!" Refleks tangannya terulur menutup mulut Rayna. "Kehadirannya sudah lama kutunggu dan hari ini aku sangat bahagia karena sekarang aku memiliki seorang pewaris. Pewaris Al-Fatih Mart yang sekarang tumbuh dan berkembang semakin besar, melebarkan sayap sampai ke negeri tetangga," ujarnya
Bab 137 "Bukan, Sayang. Lagi pula aku sudah memutuskan untuk tidak lagi memantau mereka. Dean dan Roy akan ditarik sebagai pengawal pribadiku, menggantikan Adam dan Damian yang telah resmi menjadi pengawal pribadimu mulai hari ini." "Kenapa bisa begitu?" Rayna tersentak. "Karena kita sudah punya kehidupan masing-masing. Ada banyak hal yang lebih penting untuk kita perhatikan, Sayang. Jadi mulai hari ini stop! Ziyad dan keluarganya kita keluarkan dari tema pembicaraan kita sehari-hari. Are you oke?" tegas Ravin. Tangannya terulur menangkup wajah perempuan itu, mendongakkannya, lalu mendekatkan wajahnya sendiri, mengecup bibir ranum itu dengan lembut. Rayna menggeliat. Tubuhnya menghangat seketika. "Berjanjilah untuk move on dari cinta dan suami pertamamu itu, Sayang. Seperti aku juga yang move on dari istri pertamaku," lirih lelaki itu. Rayna menatap pemilik wajah dengan rahang yang tegas itu dalam-dalam. Ada kesungguhan dan ketulusan di sana. Ravin benar. Setelah selesai soal kem
Bab 136Perempuan muda itu menoleh. "Kak Rayna!" Suaranya bergetar.Rayna menubruk gadis itu, memeluknya dengan erat, meskipun beberapa detik kemudian menyadari saat mereka berpelukan, ada yang mengganjal. Bukan cuma perutnya, tetapi juga perut Selvi."Selvi, kamu sedang hamil?" Tanpa sadar tangan perempuan itu mengusap perut besar milik Selvi.Gadis itu mengangguk. "Seperti yang Kakak lihat," sahutnya getir"Kamu sudah menikah?" Pertanyaan itu terasa begitu konyol. Otaknya berusaha keras mengingat-ingat. Dia dan Ravin memang memantau Ziyad dan Selvi, meskipun tentu tidak bisa 100%. Sampai sejauh ini suaminya tidak pernah menceritakan soal Selvi. Setiap kali ditanya, Ravin selalu bilang Selvi dalam keadaan baik-baik saja. Tetapi nyatanya....Laila berinisiatif untuk membawa Selvi, Rayna dan Vania masuk ke rumahnya yang bersebelahan dengan bangunan itu."Ini anak Angga?" Rayna kembali mengusap perut besar Selvi dengan lembut saat mereka sudah duduk di sofa."Iya, Kak." Butir-butir beni
Bab 135"Terima kasih, Sayang. Kamu adalah istriku dan ratuku. Kamu tidak perlu merubah apapun dari dirimu. Semua yang ada pada dirimu sudah sempurna. Aku juga tidak menuntutmu terlibat penuh dalam kegiatan di perusahaan, kalau memang kamu tidak menginginkannya. Cukuplah kamu mendampingiku, setia padaku, karena aku benci dengan yang namanya penghianatan." Ravin menghela nafas berat.Antara Bella dan Rayna sungguh berbeda dan Ravin menerima Rayna mutlak apa adanya. Dia hanya menginginkan kesetiaan, setelah apa yang Bella torehkan kepadanya. Buat apa memiliki istri cantik, cerdas, berpendidikan tinggi, tetapi punya kebiasaan memelihara pria pemuas hasrat? Ini sangat menjijikan!Keduanya menikmati waktu beberapa saat di taman sebelum akhirnya bangkit. Ravin memeluk pinggang istrinya posesif. Namun baru beberapa langkah keduanya mengayunkan kaki, mendadak ponsel Ravin berdering"Panggilan video dari Axel," cicit Rayna. Sepasang suami istri itu berpandangan."Angkat saja, Hubby. Siapa tahu
Bab 134 "Istrimu?!" Perempuan yang hanya mengenakan dress di atas lutut tanpa lengan itu mengibaskan rambutnya. "Apakah aku tidak salah dengar? Apakah ini benar-benar istrimu?" Dia menunjuk Rayna dengan ekspresi keheranan. Matanya tak lepas mengamati penampilan Rayna yang mengenakan gamis dengan jilbab yang menutupi kepala sampai tonjolan di dadanya. Memang, pakaian yang dikenakan oleh Rayna berharga cukup mahal dan model kekinian. Namun di mata Chintya, gaya berpakaian Rayna seperti orang udik, kampungan! "Lho, memangnya kenapa, Chintya?" Ravin menatap Chintya dengan pandangan tak suka. "Ah, tidak apa-apa. Aku hanya heran dengan seleramu. Kamu terlihat sangat berubah, Ravin. Aku pikir setelah kamu menceraikan Bella, kamu akan mencari wanita yang jauh lebih baik dari mantan istrimu itu." Chintya mencoba menutupi keterkejutannya dengan tertawa kecil. "Dan Rayna adalah wanita yang jauh lebih baik dari Bella," ujar Ravin sinis. Sekalian saja dia menumpahkan isi hatinya, mampung bert






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments