Rayna Anindya Edelwies harus menelan pahit getirnya sebuah pernikahan akibat ketidakjujurannya sendiri yang tidak menceritakan kondisi yang sebenarnya kepada Akhdan Ziyad, pria yang mempersuntingnya. Ziyad begitu marah saat mengetahui tak menemukan penghalang dan noda merah di sprei saat malam pertama mereka. Bagaimana Rayna menghadapi perlakuan buruk Ziyad yang frustasi karena gagal mendapatkan mahkota kewanitaannya? Sanggupkah Rayna bertahan? Apakah Rayna bisa meraih kebahagiaan di dalam rumah tangganya ataukah justru melepaskan diri adalah solusi yang terbaik? *** Selamat membaca dan menikmati cerita ini. Kalau suka, silahkan follow di akun sosial media author, IG: jannah.zein.3 FB: Rumaisha Qatrunnada. Terima kasih.
View MoreBab 1
Masih dengan mengenakan gaun pengantin berwarna kuning keemasan, Rayna duduk dipinggir ranjang. Sepasang netranya menatap nanar sekeliling ruangan. Ini adalah ruangan terindah yang pernah dia tempati seumur hidupnya. Kain gorden yang menutupi kaca jendela, bunga-bunga yang tertata apik di beberapa sudut ruangan, bahkan ranjang yang dilapisi dengan seprai berwarna putih bersih dengan taburan mawar sebagai pelengkapnya. Ranjang yang akan menjadi saksi percintaan panas mereka di malam pertama. Aroma harum menguar di mana-mana.
Rasa hangat yang menjalari tubuh Rayna seakan tak dirasakannya, manakala di saat yang bersamaan kecemasan itu menggumpal bagai ombak yang menggulung pasir di pantai, tergerai bersama air laut.
"Kamu kenapa, Sayang?" Suara bariton itu menggema di telinganya, menghempaskan Rayna kembali ke alam nyata. Saking asyiknya melamun, ia tak sadar kalau tangan Ziyad telah bergerak melucuti kain penutup kepalanya, menggeraikan helaian hitam nan panjang itu, menyisir dengan jari-jari besarnya.
"Kamu cantik," pujinya. Dia tak memperdulikan ekspresi wajah Rayna yang gelisah. Ziyad mengecup kening itu dengan tak sabar.
Kecupan singkat, tetapi terasa menyenangkan.
"Mandilah, Sayang. Bersihkan tubuhmu. Atau ... barangkali kamu perlu bantuanku untuk mengguyur air ke sekujur tubuhmu?" goda Ziyad, membuat pipi Rayna merah merona. Rayna cepat menggelengkan kepala.
Rayna melepas gaun pengantinnya di sudut ruang dengan malu-malu, kemudian menyambar handuk dan segera bergegas menuju kamar mandi.
*****
Sebuah kecupan hangat lagi-lagi mendarat di kening Rayna. Ini adalah kali yang kedua. Rayna memejamkan mata, meresapi perlakuan lembut sang suami..
"Ziyad," suaranya bergetar. Kedua bola matanya mengerjap menatap Ziyad yang telah mengungkung tubuhnya entah sejak kapan. "Benarkah kau mencintaiku?"
"Lagi-lagi kamu menanyakan hal itu, Rayna. Kalau aku tidak mencintaimu, tidak mungkin aku menghalalkanmu, Sayang,," sahut Ziyad.
"Terima kasih. Terima kasih sudah menerimaku apa adanya," bisik Rayna sembari menghela nafas. Dia menatap manik-manik yang berpendaran dari sepasang bola mata sang suami.
"Kamu gadis yang cantik dan baik. Aku menerimamu apa adanya, dengan segala kekurangan dan kelebihanmu. Bagiku, kau begitu sempurna."
Sebelum Rayna sempat menjawab, sebuah benda kenyal dan tipis sudah menutup mulutnya, melumatnya dengan lembut, membuainya dalam sebuah kenikmatan. Ziyad mencecap manis bibir itu, seperti anak kecil yang mengulum permen kesukaannya. Tanpa sadar, ia mengangkat tubuh Rayna, merebahkannya di ranjang dan menarik selimut saat menyadari penampilan keduanya sudah seperti bayi besar.
Rayna mencengkram sprei kuat-kuat, seolah ingin meredakan gejolak dalam hatinya. Gadis itu benar-benar kalut saat ini. Dia hanya mampu memejamkan mata.
Ziyad terus membelainya dengan penuh cinta, membawanya dalam sebuah kehangatan, seolah Rayna adalah padang salju di kutub utara yang menginginkan dirinya meleleh dalam hangat matahari. Lelaki itu semakin tak sabar saat mendengar lenguhan nikmat dari sang istri. Tubuhnya lantas bergerak mencari posisi yang tepat untuk menyatukan raga mereka.
Ziyad terpekik kaget. Bola matanya menatap horor sosok wanita yang baru beberapa jam dinikahinya itu. Sebagai seorang laki-laki, dia menyadari semua ini. Tak ada penghalang apapun saat ia memasuki surga di tubuh Rayna. Pintu itu telah terbuka. Jelas sudah ada seseorang yang membuka pintu surga itu terlebih dahulu sebelum dirinya.
Tak ada sesuatupun yang menghalanginya memasuki surga di tubuh wanita itu. Impiannya untuk melihat bercak merah yang menjadi noda di sprei putih yang di bentangkan musnah sudah.Tak sanggup menahan rasa kecewa, Ziyad melepaskan penyatuan tubuh mereka dengan kasar.
"Katakan padaku, Rayna, siapa orang yang telah mendahuluiku?!" Lelaki itu membentak. Sebenarnya dia ingin melayangkan tangannya ke wajah perempuan itu, tetapi dia urungkan saat melihat wajah Rayna yang pucat pasi.
Kata-kata itulah yang paling ditakutkan oleh Rayna. Kata-kata yang terucap dari mulut orang yang berstatus sebagai suaminya ini. Rayna menggelengkan kepala berkali-kali, hanya bisa menggeleng. Tak ada sepatah kata pun meluncur dari bibirnya.
Lelaki itu bergerak menjauhi pembaringan. Dia bergegas mengenakan pakaiannya kembali kemudian pergi dari kamar itu.
*****
Rayna menggerakkan kakinya dengan susah payah, menyambar handuk di sudut ruangan kemudian menuju kamar mandi. Gadis itu menyalakan keran air, mengisi bak mandi kemudian memberikan beberapa tetes essential oil. Seketika aroma harum dan menenangkan memenuhi ruangan itu.
Rayna mulai berendam sembari terus memejamkan mata. Dia mulai memindai ingatannya tentang sesuatu hal yang selama ini ia sembunyikan rapat-rapat. Baginya, cukup dia, laki-laki itu dan Tuhan yang tahu.
Sesungguhnya dia sama seperti perempuan lainnya yang ingin mempersembahkan mahkotanya di saat malam pertama kepada seorang lelaki yang halal untuknya. Namun, impian hanya tinggal impian. Mahkotanya telah lenyap sebelum waktunya, tepatnya lima tahun yang lalu.
Rayna tidak tahu apakah ia dijebak oleh seseorang atau memang kebetulan nasibnya saja yang mengenaskan. Dia tak tahu kronologisnya seperti apa tapi yang jelas ketika pagi menjelang dia menemukan dirinya bersama dengan seorang laki-laki di sebuah kamar hotel dalam keadaan tak berpakaian.
Peristiwa yang membuat dia nyaris trauma. Namun, dia masih bersyukur karena Tuhan masih menyayanginya. Dia tidak sampai hamil waktu itu, sehingga aib itu bisa ia simpan sendiri.
Rayna tidak pernah menampakkan kehancuran hidupnya kepada orang lain meski itu ibunya sendiri satu-satunya harta paling berharga yang dimilikinya. Dia tetap tak berubah, tetap menjadi Rayna yang ceria dan bersemangat dalam menghadapi hidup, meskipun sehari-hari pekerjaannya hanya sebagai kasir di sebuah minimarket.
Peristiwa itu pula yang membuat dia alergi dengan yang namanya pernikahan. Bukan apa-apa. Dia tidak mau mengecewakan siapapun. Akan tetapi laki-laki itu, lelaki yang bernama lengkap Akhdan Ziyad itu begitu gigih. Dia tak peduli meskipun Rayna sudah berkali-kali menolak dengan alasan macam-macam.
Rayna tak sampai hati mengatakan apapun kepada Ziyad setelah ia resmi menerima pinangan laki-laki itu. Seharusnya ia memang jujur sejak awal, mengatakan kondisinya yang sebenarnya, tetapi lidahnya terasa kelu. Ditambah lagi dengan sikap ibunya yang begitu berharap agar Rayna segera menikah, mengingat usianya yang sudah dua puluh tujuh tahun, usia yang sudah sangat matang bagi seorang wanita untuk masuk kedalam fase penting dalam hidupnya, yaitu berumah tangga.
Perempuan itu mengerjapkan matanya berkali-kali sembari menyapu kasar air mata yang entah kapan mulai berjatuhan. Dia tak sadar, entah sudah berapa lama dia berendam. Tak mau membuat tubuhnya menggigil terlalu lama, akhirnya Rayna bangkit dan keluar dari bathub, lalu menyalakan kran kembali, mengguyur tubuhnya di bawah aliran air. Dia menyudahi acara mandinya dengan membalutkan handuk untuk menutupi tubuhnya.
Rayna baru saja selesai berpakaian saat pintu kamar pengantin ini terbuka. Sosok Ziyad muncul di depan pintu. Lelaki itu terus melangkah menuju sofa di salah satu sudut ruangan.
Bab 139 "Jodoh itu ibarat cerminan diri. Di detik ini aku baru sadar, aku memang tidak pantas untukmu. Kamu memang pantas untuk bersanding dengan Ravin," gumam Ziyad. Matanya tak lepas dari layar ponsel yang menayangkan adegan demi adegan kegiatan Rayna bersama Al-Fatih Mart Foundation. Perempuan muda itu nampak begitu tulus menyalami para orang tua di salah satu panti jompo yang ia kunjungi. Meskipun tak pernah ada lagi kontak dengan Rayna, tetapi lelaki itu senantiasa mengikuti perkembangan Rayna melalui akun media sosial Al-Fatih Mart yang ia follow. Ya, hanya itu jalan satu-satunya untuk mengetahui perkembangan dari perempuan yang bahkan sampai kini masih tetap dia cintai. Semua akses sudah tertutup. Rayna sudah menikah dengan Ravin, bahkan kini memiliki anak, Akalanka Mirza Zahair Narendra. Tak ada gunanya ia terus berharap. Mencintai dalam diam. Itu yang ia lakukan sekarang. Ziyad tersenyum kecut. Biarlah semua orang menganggapnya bodoh. Tapi hanya itu yang tersisa dari sosok
Bab 138 "Selamat, Tuan. Anaknya laki-laki, sehat, tak kurang suatu apapun dan ganteng seperti daddynya," canda dokter Viona. Dia sendiri yang menyerahkan langsung bayi mungil di dalam bedongan itu kepada Ravin. "Terima kasih, Dok." Ini jelas sebuah keajaiban bagi Ravin. Bisa menggendong bayi yang merupakan darah dagingnya sendiri merupakan mimpinya sejak lama dan kini menjadi kenyataan. Ravin melangkah menghampiri sang istri yang terbaring lemah di ranjang. Wanita itu mengulas senyum termanis. "Ini putra kita, Sayang," ujarnya sembari duduk di kursi dekat ranjang. Matanya menatap wajah mungil itu lekat-lekat. "Tentu saja. Terima kasih sudah menyambut kehadirannya." "Apa yang kau katakan, Sayang?!" Refleks tangannya terulur menutup mulut Rayna. "Kehadirannya sudah lama kutunggu dan hari ini aku sangat bahagia karena sekarang aku memiliki seorang pewaris. Pewaris Al-Fatih Mart yang sekarang tumbuh dan berkembang semakin besar, melebarkan sayap sampai ke negeri tetangga," ujarnya
Bab 137 "Bukan, Sayang. Lagi pula aku sudah memutuskan untuk tidak lagi memantau mereka. Dean dan Roy akan ditarik sebagai pengawal pribadiku, menggantikan Adam dan Damian yang telah resmi menjadi pengawal pribadimu mulai hari ini." "Kenapa bisa begitu?" Rayna tersentak. "Karena kita sudah punya kehidupan masing-masing. Ada banyak hal yang lebih penting untuk kita perhatikan, Sayang. Jadi mulai hari ini stop! Ziyad dan keluarganya kita keluarkan dari tema pembicaraan kita sehari-hari. Are you oke?" tegas Ravin. Tangannya terulur menangkup wajah perempuan itu, mendongakkannya, lalu mendekatkan wajahnya sendiri, mengecup bibir ranum itu dengan lembut. Rayna menggeliat. Tubuhnya menghangat seketika. "Berjanjilah untuk move on dari cinta dan suami pertamamu itu, Sayang. Seperti aku juga yang move on dari istri pertamaku," lirih lelaki itu. Rayna menatap pemilik wajah dengan rahang yang tegas itu dalam-dalam. Ada kesungguhan dan ketulusan di sana. Ravin benar. Setelah selesai soal kem
Bab 136Perempuan muda itu menoleh. "Kak Rayna!" Suaranya bergetar.Rayna menubruk gadis itu, memeluknya dengan erat, meskipun beberapa detik kemudian menyadari saat mereka berpelukan, ada yang mengganjal. Bukan cuma perutnya, tetapi juga perut Selvi."Selvi, kamu sedang hamil?" Tanpa sadar tangan perempuan itu mengusap perut besar milik Selvi.Gadis itu mengangguk. "Seperti yang Kakak lihat," sahutnya getir"Kamu sudah menikah?" Pertanyaan itu terasa begitu konyol. Otaknya berusaha keras mengingat-ingat. Dia dan Ravin memang memantau Ziyad dan Selvi, meskipun tentu tidak bisa 100%. Sampai sejauh ini suaminya tidak pernah menceritakan soal Selvi. Setiap kali ditanya, Ravin selalu bilang Selvi dalam keadaan baik-baik saja. Tetapi nyatanya....Laila berinisiatif untuk membawa Selvi, Rayna dan Vania masuk ke rumahnya yang bersebelahan dengan bangunan itu."Ini anak Angga?" Rayna kembali mengusap perut besar Selvi dengan lembut saat mereka sudah duduk di sofa."Iya, Kak." Butir-butir beni
Bab 135"Terima kasih, Sayang. Kamu adalah istriku dan ratuku. Kamu tidak perlu merubah apapun dari dirimu. Semua yang ada pada dirimu sudah sempurna. Aku juga tidak menuntutmu terlibat penuh dalam kegiatan di perusahaan, kalau memang kamu tidak menginginkannya. Cukuplah kamu mendampingiku, setia padaku, karena aku benci dengan yang namanya penghianatan." Ravin menghela nafas berat.Antara Bella dan Rayna sungguh berbeda dan Ravin menerima Rayna mutlak apa adanya. Dia hanya menginginkan kesetiaan, setelah apa yang Bella torehkan kepadanya. Buat apa memiliki istri cantik, cerdas, berpendidikan tinggi, tetapi punya kebiasaan memelihara pria pemuas hasrat? Ini sangat menjijikan!Keduanya menikmati waktu beberapa saat di taman sebelum akhirnya bangkit. Ravin memeluk pinggang istrinya posesif. Namun baru beberapa langkah keduanya mengayunkan kaki, mendadak ponsel Ravin berdering"Panggilan video dari Axel," cicit Rayna. Sepasang suami istri itu berpandangan."Angkat saja, Hubby. Siapa tahu
Bab 134 "Istrimu?!" Perempuan yang hanya mengenakan dress di atas lutut tanpa lengan itu mengibaskan rambutnya. "Apakah aku tidak salah dengar? Apakah ini benar-benar istrimu?" Dia menunjuk Rayna dengan ekspresi keheranan. Matanya tak lepas mengamati penampilan Rayna yang mengenakan gamis dengan jilbab yang menutupi kepala sampai tonjolan di dadanya. Memang, pakaian yang dikenakan oleh Rayna berharga cukup mahal dan model kekinian. Namun di mata Chintya, gaya berpakaian Rayna seperti orang udik, kampungan! "Lho, memangnya kenapa, Chintya?" Ravin menatap Chintya dengan pandangan tak suka. "Ah, tidak apa-apa. Aku hanya heran dengan seleramu. Kamu terlihat sangat berubah, Ravin. Aku pikir setelah kamu menceraikan Bella, kamu akan mencari wanita yang jauh lebih baik dari mantan istrimu itu." Chintya mencoba menutupi keterkejutannya dengan tertawa kecil. "Dan Rayna adalah wanita yang jauh lebih baik dari Bella," ujar Ravin sinis. Sekalian saja dia menumpahkan isi hatinya, mampung bert
Bab 133"Oh, ya? Benarkah?" Sepasang mata indah itu berbinar-binar menatap tudung saji yang teramat besar menutupi seluruh hidangan di atas meja makan."Benar sekali, Nyonya. Hari ini saya memasak makanan yang merupakan kekayaan kuliner kami orang Melayu." Chef Ehsan melambaikan tangan kepada dua orang wanita berseragam pelayan yang berdiri di sudut ruangan. Mereka bergegas menghampiri, lalu membuka tudung saji."Inilah nasi lemak khas Malaysia," ujar chef Ehsan bangga."Wow...! Ini sangat keren. Terima kasih, Chef. Kamu memang juru masak yang hebat!" puji Rayna."Terima kasih atas pujian Nyonya. Itu memang sudah tugas saya sebagai chef pribadi keluarga Narendra, sekaligus senior chef di sebuah restoran masakan khas Melayu yang dimiliki oleh keluarga Narendra," sahut chef Ehsan sopan."Keluargamu juga memiliki restoran di sini, Hubby?" Perempuan itu sangat terkejut. Dia menoleh kepada sang suami."Kurang lebihnya seperti itu, Sayang. Daddy Elvan memang menjadi investor terbesar di sal
Bab 132Dari sebuah bandara kecil yang intensitas penerbangannya tidak terlalu padat, Ravin dan Rayna bertolak ke Kuala lumpur. Rayna yang baru pertama kali menaiki pesawat pribadi terkagum-kagum dengan interior yang dimiliki oleh pesawat pribadi keluarga Narendra. Sungguh sangat mewah. Seumur hidupnya ia tidak pernah menyaksikan ada pesawat yang di dalamnya didesain mirip sebuah rumah."Ini adalah milikmu juga. Kamu bebas menggunakan pesawat ini kemanapun kamu akan bepergian. Kapten Ivan akan senang hati mengantarmu. Beliau adalah seorang pilot dengan jam terbang yang sangat tinggi." Ravin seolah bisa membaca keminderan dari diri wanita itu."Memangnya aku mau kemana?" Rayna tertawa kecil. "Ini adalah pertama kali aku pergi ke luar negeri dan itu pun bersamamu Hubby....""Kasihan," goda Ravin mencubit hidung bangir istrinya. Mereka tengah berbaring di pembaringan. Ravin memeluk Rayna sembari mengelus perut wanita itu. Terasa olehnya permukaannya yang tak lagi rata. Untuk sesaat hat
Bab 131 Tangan Selvi terulur mengelus pipi tirus perempuan tua itu. Tak ada rasa hangat sedikitpun dari wajah yang disentuhnya. Tak ada kehidupan. Wajah itu dingin dan beku. Selvi menjerit keras. Tubuhnya seketika lemas tiada berdaya. Namun sebelum tubuh itu terkapar di lantai ruangan, sepasang tangan besar menangkap Selvi, membawa gadis itu ke dalam pelukannya. "Mama sudah tiada." Ziyad berulang kali membisikkan kata-kata itu ke telinga Selvi, meskipun matanya memanas menahan tangisnya. Bagaimanapun ibunya adalah surganya. Ziyad menggendong Selvi keluar dari ruangan itu. Dia membiarkan jenazah ibunya langsung diurus oleh para petugas di rumah sakit. Di ibukota ini ia tidak memiliki siapapun, kecuali bude Darsinah. Fokusnya sekarang adalah menenangkan Selvi yang mengalami shock berat. Saudara ibunya itu datang ke rumah sakit ini bersama keluarganya satu jam kemudian, saat jenazah ibunya sudah siap untuk di shalatkan. Mereka memutuskan untuk menyalatkan jenazah Widya di mushala de
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments