Share

Noda Merah Malam Pertama
Noda Merah Malam Pertama
Penulis: Jannah Zein

Pintu surga yang telah terbuka

Bab 1

Masih dengan mengenakan gaun pengantin berwarna kuning keemasan, Rayna duduk dipinggir ranjang. Sepasang netranya menatap nanar sekeliling ruangan. Ini adalah ruangan terindah yang pernah dia tempati seumur hidupnya. Kain gorden yang menutupi kaca jendela, bunga-bunga yang tertata apik di beberapa sudut ruangan, bahkan ranjang yang dilapisi dengan seprai berwarna putih bersih dengan taburan mawar sebagai pelengkapnya. Ranjang yang akan menjadi saksi percintaan panas mereka di malam pertama. Aroma harum menguar di mana-mana.

Rasa hangat yang menjalari tubuh Rayna seakan tak dirasakannya, manakala di saat yang bersamaan kecemasan itu menggumpal bagai ombak yang menggulung pasir di pantai, tergerai bersama air laut.

"Kamu kenapa, Sayang?" Suara bariton itu menggema di telinganya, menghempaskan Rayna kembali ke alam nyata. Saking asyiknya melamun, ia tak sadar kalau tangan Ziyad telah bergerak melucuti kain penutup kepalanya, menggeraikan helaian hitam nan panjang itu, menyisir dengan jari-jari besarnya.

"Kamu cantik," pujinya. Dia tak memperdulikan ekspresi wajah Rayna yang gelisah. Ziyad mengecup kening itu dengan tak sabar.

Kecupan singkat, tetapi terasa menyenangkan.

"Mandilah, Sayang. Bersihkan tubuhmu. Atau ... barangkali kamu perlu bantuanku untuk mengguyur air ke sekujur tubuhmu?" goda Ziyad, membuat pipi Rayna merah merona. Rayna cepat menggelengkan kepala.

Rayna melepas gaun pengantinnya di sudut ruang dengan malu-malu, kemudian menyambar handuk dan segera bergegas menuju kamar mandi.

*****

Sebuah kecupan hangat lagi-lagi mendarat di kening Rayna. Ini adalah kali yang kedua. Rayna memejamkan mata, meresapi perlakuan lembut sang suami..

"Ziyad," suaranya bergetar. Kedua bola matanya mengerjap menatap Ziyad yang telah mengungkung tubuhnya entah sejak kapan. "Benarkah kau mencintaiku?"

"Lagi-lagi kamu menanyakan hal itu, Rayna. Kalau aku tidak mencintaimu, tidak mungkin aku menghalalkanmu, Sayang,," sahut Ziyad.

"Terima kasih. Terima kasih sudah menerimaku apa adanya," bisik Rayna sembari menghela nafas. Dia menatap manik-manik yang berpendaran dari sepasang bola mata sang suami.

"Kamu gadis yang cantik dan baik. Aku menerimamu apa adanya, dengan segala kekurangan dan kelebihanmu. Bagiku, kau begitu sempurna."

Sebelum Rayna sempat menjawab, sebuah benda kenyal dan tipis sudah menutup mulutnya, melumatnya dengan lembut, membuainya dalam sebuah kenikmatan. Ziyad mencecap manis bibir itu, seperti anak kecil yang mengulum permen kesukaannya. Tanpa sadar, ia mengangkat tubuh Rayna, merebahkannya di ranjang dan menarik selimut saat menyadari penampilan keduanya sudah seperti bayi besar.

Rayna mencengkram sprei kuat-kuat, seolah ingin meredakan gejolak dalam hatinya. Gadis itu benar-benar kalut saat ini. Dia hanya mampu memejamkan mata.

Ziyad terus membelainya dengan penuh cinta, membawanya dalam sebuah kehangatan, seolah Rayna adalah padang salju di kutub utara yang menginginkan dirinya meleleh dalam hangat matahari. Lelaki itu semakin tak sabar saat mendengar lenguhan nikmat dari sang istri. Tubuhnya lantas bergerak mencari posisi yang tepat untuk menyatukan raga mereka.

Ziyad terpekik kaget. Bola matanya menatap horor sosok wanita yang baru beberapa jam dinikahinya itu. Sebagai seorang laki-laki, dia menyadari semua ini. Tak ada penghalang apapun saat ia memasuki surga di tubuh Rayna. Pintu itu telah terbuka. Jelas sudah ada seseorang yang membuka pintu surga itu terlebih dahulu sebelum dirinya.

Tak ada sesuatupun yang menghalanginya memasuki surga di tubuh wanita itu. Impiannya untuk melihat bercak merah yang menjadi noda di sprei putih yang di bentangkan musnah sudah.

Tak sanggup menahan rasa kecewa, Ziyad melepaskan penyatuan tubuh mereka dengan kasar.

"Katakan padaku, Rayna, siapa orang yang telah mendahuluiku?!" Lelaki itu membentak. Sebenarnya dia ingin melayangkan tangannya ke wajah perempuan itu, tetapi dia urungkan saat melihat wajah Rayna yang pucat pasi.

Kata-kata itulah yang paling ditakutkan oleh Rayna. Kata-kata yang terucap dari mulut orang yang berstatus sebagai suaminya ini. Rayna menggelengkan kepala berkali-kali, hanya bisa menggeleng. Tak ada sepatah kata pun meluncur dari bibirnya.

Lelaki itu bergerak menjauhi pembaringan. Dia bergegas mengenakan pakaiannya kembali kemudian pergi dari kamar itu.

*****

Rayna menggerakkan kakinya dengan susah payah, menyambar handuk di sudut ruangan kemudian menuju kamar mandi. Gadis itu menyalakan keran air, mengisi bak mandi kemudian memberikan beberapa tetes essential oil. Seketika aroma harum dan menenangkan memenuhi ruangan itu.

Rayna mulai berendam sembari terus memejamkan mata. Dia mulai memindai ingatannya tentang sesuatu hal yang selama ini ia sembunyikan rapat-rapat. Baginya, cukup dia, laki-laki itu dan Tuhan yang tahu.

Sesungguhnya dia sama seperti perempuan lainnya yang ingin mempersembahkan mahkotanya di saat malam pertama kepada seorang lelaki yang halal untuknya.  Namun, impian hanya tinggal impian. Mahkotanya telah lenyap sebelum waktunya, tepatnya lima tahun yang lalu.

Rayna tidak tahu apakah ia dijebak oleh seseorang atau memang kebetulan nasibnya saja yang mengenaskan. Dia tak tahu kronologisnya seperti apa tapi yang jelas ketika pagi menjelang dia menemukan dirinya bersama dengan seorang laki-laki di sebuah kamar hotel dalam keadaan tak berpakaian.

Peristiwa yang membuat dia nyaris trauma. Namun, dia masih bersyukur karena Tuhan masih menyayanginya. Dia tidak sampai hamil waktu itu, sehingga aib itu bisa ia simpan sendiri.

Rayna tidak pernah menampakkan kehancuran hidupnya kepada orang lain meski itu ibunya sendiri satu-satunya harta paling berharga yang dimilikinya. Dia tetap tak berubah, tetap menjadi Rayna yang ceria dan bersemangat dalam menghadapi hidup, meskipun sehari-hari pekerjaannya hanya sebagai kasir di sebuah minimarket.

Peristiwa itu pula yang membuat dia alergi dengan yang namanya pernikahan. Bukan apa-apa. Dia tidak mau mengecewakan siapapun. Akan tetapi laki-laki itu, lelaki yang bernama lengkap Akhdan Ziyad itu begitu gigih. Dia tak peduli meskipun Rayna sudah berkali-kali menolak dengan alasan macam-macam.

Rayna tak sampai hati mengatakan apapun kepada Ziyad setelah ia resmi menerima pinangan laki-laki itu. Seharusnya ia memang jujur sejak awal, mengatakan kondisinya yang sebenarnya, tetapi lidahnya terasa kelu. Ditambah lagi dengan sikap ibunya yang begitu berharap agar Rayna segera menikah, mengingat usianya yang sudah dua puluh tujuh tahun, usia yang sudah sangat matang bagi seorang wanita untuk masuk kedalam fase penting dalam hidupnya, yaitu berumah tangga.

Perempuan itu mengerjapkan matanya berkali-kali sembari menyapu kasar air mata yang entah kapan mulai berjatuhan. Dia tak sadar, entah sudah berapa lama dia berendam. Tak mau membuat tubuhnya menggigil terlalu lama, akhirnya Rayna bangkit dan keluar dari bathub, lalu menyalakan kran kembali, mengguyur tubuhnya di bawah aliran air. Dia menyudahi acara mandinya dengan membalutkan handuk untuk menutupi tubuhnya.

Rayna baru saja selesai berpakaian saat pintu kamar pengantin ini terbuka. Sosok Ziyad muncul di depan pintu. Lelaki itu terus melangkah menuju sofa di salah satu sudut ruangan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status