“Halo, Ma?” sapa Mitha pada Rifah—ibu mertuanya.“Halo, Sayang. Apa kabar?” tanya Rifah dengan suara yang sangat terdengar ceria.Mitha tersenyum, ibu mertuanya ini memiliki aura positif yang seketika bisa menular pada dirinya. “Baik, Ma. Mama sendiri?” “Baik juga, Sayang. Kemarin katanya Cakra ke rumah? Maaf, ya adik iparmu merepotkan kalian di sana,” terang Rifah.Senyuman Mitha tiba-tiba menjadi kaku. Otaknya kembali memutar kenangan kelam antara Mitha dengan Cakra, yang kini sudah bisa ia ingat dengan jelas. Bahkan sensasi di malam itu juga masih membekas bagi Mitha. “I-iya, Ma. Tidak, kok, tidak merepotkan,” timpal Mitha. “Terima kasih, ya. Oh iya, kemarin Mama dapat arisan airfryer. Cuman kata koordinator arisannya, barang itu dikirim dari Jakarta.”Mitha mengangguk. Ibu mertuanya memang sering sekali mengikuti kegiatan arisan.“Nah, Mama emang niat kalau dapat arisan barang ini. Mama pengen kasih ke kamu. Soalnya kamu pasti butuh,” papar Rifah.Mata Mitha membulat, dia lang
Rasa cinta Keyza pada Candra begitu besar. Karena hanya dari Candra, dia diberikan cinta yang begitu besar. Keyza selama ini mendambakan sosok laki-laki yang bisa merawatnya bak tuan putri. Dan membutuhkan sosok laki-laki yang tidak peduli dengan latar belakangnya. “Ada. Pasti ada jawaban, tapi tidak sekarang. Aku pasti akan mencari cara bagaimana kamu bisa diterima oleh mama,” ucap Candra.Hal itu membuat hati Keyza menghangat. Setidaknya dia tahu kalau Candra memang masih akan dan terus memperjuangkannya. “Terima kasih, Sayang,” kata Keyza, seraya mencium bibir milik Candra, “apa kita lanjutkan ronde berikutnya?” godanya kemudian.Tidak ada serigala yang akan membiarkan mangsanya lepas. Candra segera menyesap bibir tebal milik Keyza. Kemudian tangganya kembali bergerilya di salah satu bukit kembar milik wanita yang sudah dia cintai sejak lama.“Mmhhh.”Keyza melenguh nikmat. Apalagi saat Candra mulai memilin puncak gundukan dadanya. Sentuhan Candra begitu candu dan menuntut. Tid
Bertanya sama dengan cari mati. Kiranya itu yang ada di pikiran Mitha. Alhasil dia pura-pura tidak tahu dan mengabaikan wangi parfum wanita yang sangat khas dan menempel di pakaian suaminya. “Hari ini pulang, kan, Mas?” tanya Mitha pada Candra, ketika suaminya itu sedang mengenakan dasi kerja. Sebenarnya tadi Mitha sempat ingin membantu memasangkan dasi itu. Akan tetapi, Candra menolak dan lebih memilih mengenakannya sendiri. “Pulang,” jawab Candra singkat. Mitha mengangguk, “Mau aku masakkan apa?” tanyanya. Candra berbalik, lalu dia meraih parfum miliknya yang ada di meja rias. Candra menyemprotkan parfum itu sebanyak tiga kali. Wangi rempah kini menguar di kamar mereka. Mitha bisa merasakan aroma itu menusuk indra penciumannya. Sungguh berbeda dengan aroma yang kemarin Mitha cium dari pakaian yang baru saja dikenakan Candra. Kini pikiran Mitha kembali berkelana. Bagaiamana bisa aroma parfum wanita melekat dengan pekat di pakaian suaminya? Sebenarnya apa yang Candra lakukan da
Tidak salah lagi, ini adalah aroma parfum yang Mitha cium dari baju suaminya. “Adit, Mitha!” panggil Puspa, sambil melambaikan tangan.Mitha sontak menoleh ke arah Puspa. Di samping rekannya itu, sudah berdiri wanita dengan rambut panjang berwarna golden brown. Matanya besar, bibirnya diwarnai dengan gincu berwarna merah. Tak hanya itu, setiap bagian yang menonjol di badannya, terlihat dengan jelas.Mendadak hati Mitha menjadi mengecil. Melihat bagaimana fisik modelnya—yang ternyata mantan pacar suaminya. “Ini Keyza. Model yang hari ini akan difoto,” terang Puspa. “Keyza.” Wanita itu mengulurkan tangannya. Senyuman indahnya, membuat siapa pun yang melihat Keyza akan merasa hatinya bergetar.“Adit. Aku fotografer yang akan memotretmu hari ini. Dan ini Mitha, editor foto sekaligus asisten ku.”Adit menjabat tangan Keyza. Setelah itu bergantian, Mitha yang menyalami wanita itu. Terakhir Mitha bertemu Keyza, sebelum dirinya menikah. Keyza terlihat berubah—semakin cantik. Mitha seketika
Setelah berjam-jam menghabiskan waktu untuk foto season. Keyza kembali mengenakan pakaiannya. Namun, Keyza sempat terdiam. Pikirannya terbawa ke beberapa jam sebelumnya. Dia mencium wangi pakaiannya sendiri.“Tidak ada yang aneh,” gumamnya. Setelah memakai pakaiannya dengan rapi. Keyza pun keluar ruang ganti. Dia segera berpamitan pada pegawai yang ada di sana.“Untuk fee nanti aku kirimkan, maksimal lusa, ya, Mbak,” ucap Puspa.“Oke, Mbak terima kasih,” pungkas Keyza.Sebelum benar-benar pergi, Keyza menyempatkan untuk melirik ke arah Mitha. Untuk beberapa detik, pandangan mereka pun beradu. Mitha nampak melempar senyum, lalu Keyza membalasnya.Ponsel Keyza bergetar di balik celananya. Dia langsung merogoh saku dan mendapati pria yang dicintainya mengirimi pesan. Seulas senyuman langsung mengembang di bibirnya.Keyza segera keluar dari studio foto itu. Ia menuju sebuah mobil yang terparkir tepat di seberang rumah yang baru saja ia pijaki.“Kamu sudah pulang, Mas?” tanya Keyza setel
Tidak ingin dikecewakan untuk yang ketiga kalinya. Mitha akhirnya tidak berharap akan apa pun. Satu-satunya cara untuk mengetahui siapa yang mengirimkan makanan adalah dengan menemui sopir ojek online itu.“Mau ke mana?” tanya Candra, yang melihat Mitha hendak keluar rumah.“Ke depan.” Mitha menjawab tanpa menoleh sedikit pun. Rasanya enggan untuk menatap wajah suaminya sekarang. Kesabaran Mitha perlahan terkikis. Namun, dia tahu jika dia masih harus tetap bersabar dengan keadaan ini.“Teh Paramitha?” tanya sopir tersebut, saat Mitha membukakan gerbang.“Iya, A.”Sang sopir memberikan makanan, yang ternyata adalah bento—makanan ala Jepang. “Dari siapa ini? Kalau tidak jelas, aku tidak mau menerimanya, A,” kata Mitha.“Sebentar, ya, Teh.” Sang sopir mengeluarkan ponselnya dan mengecek siapa yang memesan makanan tersebut, “dari Kang Cakrawala Bhadrika. Teteh kenal, kan? Di dalamnya juga ada kartu ucapan, tadi saya minta si teteh di kokben buat tulis.”Mendengar nama Cakra yang disebut
Hawa panas membuat Cakra merasa gerah, dia segera membuka jendela kamar kosnya. Setelah itu dia kembali duduk menghadap ke arah jendela yang terbuka. Tangannya sibuk dengan pen tab, yang sedang ia gunakan untuk bekerja. Sambil sesekali dia melirik ke arah ponselnya, seperti sedang menunggu sesuatu.Goresan demi goresan dia torehkan di atas tablet. Dia sedang membuat sebuah sketsa kasar untuk proyek yang sedang dikerjakaannya. Sampai akhirnya fokusnya teralihkan saat mendengar sebuah panggilan masuk.Dengan cepat Cakra menyambar ponsel yang diletakan tak jauh darinya. Satu nama yang sedang ia tunggu kini meneleponnya. Tak berpikir lama, Cakra segera mengangkat panggilan itu.“Halo, Mith?” sapa Cakra dengan seulas senyuman terukir di wajahnya.“Halo,” balas Mitha.Alis Cakra bertaut, dia mendengar suara yang tak biasa dari seberang sana. Suara Mitha terdengar serak.“Kamu kenapa, Mith?” Mendadak Cakra merasa khawatir dengan keadaan kakak ipar, sekaligus sahabatnya itu.“Nggak, aku baik-
Setelah tiga hari tidak pulang, akhirnya Candra kembali ke rumahnya. Mitha yang juga baru saja pulang, mendapati Candra yang sedang memarkirkan mobilnya. Pria itu keluar dari mobil dengan mengenakan pakaian setelan kerja. Tak hanya itu, dia menenteng sebuah totebag yang lumayan besar. Mata Mitha melirik ke arah jinjingan yang dibawa oleh Candra.“Kamu sama sekali tidak berniat menyapaku, Mith?” tanya Candra. Pertanyaan yang baru saja dilontarkan Candra, membuat Mitha sedikit tersentak. Pandangannya yang tadi sedang menelisik jinjingan di tangan Candra, kini beralih menatap wajah pria itu. “Mas, sudah pulang?” Akhirnya Mitha melemparkan pertanyaan pada suaminya. Sebenarnya Mitha ingin mengatakan hal yang lebih sarkastik. Hanya saja, dia tidak ingin berdebat dengan suaminya lagi. “Iya.”Candra melengos, dan berjalan menuju pintu. Padahal Mitha sedang mendekat ke arahnya, dan hendak mencium tangan suaminya. Hanya helaan napas panjang, yang dilakukan oleh Mitha sekarang.“Mith, cepet