Ada Noda di Seragam Puteriku
"Kenapa harus pakai seragam, La?" tanyaku heran. Ini kan bukan kegiatan sekolah, tapi Laila memakai seragamnya.
"Em. Itu ...." Dua alisnya yang rapi terangkat. "Kayaknya supaya ada kesan acara pelajar deh, Bun. Entahlah. Laila juga nggak tau." Gadis itu tersenyum meringis. Itu pun sudah bagus karena akhir-akhir ini Laila jarang tersenyum. Belum lama. Tapi itu cukup mengganggu.
"Laila berangkat dulu, Bund. Assalamualaikum."
Puteriku berpamitan. Tak biasanya dia bela-belain keluar malam begini. Katanya karena tak enak sama temen sebangkunya yang ulang tahun.
"Hem. Ya. Waalaikumsalam. Pulang jangan malam-malam, ya."
Gadis itu mengangguk. Laila anak yang baik. Penurut dan tak neko-neko. Termasuk dalam bergaul. Selama SMP dihabiskan waktunya di pesantren, karena aku menikah kembali setelah bertahun-tahun menjanda, dan tak mau membawanya tinggal dengan ayah tirinya.
Namun, karena dia bilang tak betah dan ingin melanjutkan ke sekolah negeri, kami pun memutuskan mengeluarkannya dari pondok.
Entahlah, belakangan dia terlihat kurang ceria seperti saat beberapa kali pulang dari pondok dulu. Padahal seharusnya, setelah keinginannya berhenti mondok dituruti, dia senang, bukan? Pikirku dia masih perlu penyesuaian.
Langkah Laila berhenti, kala sebuah panggilan masuk ke ponselnya. Aku yang akan menutup pintu mengikuti gadis itu. Namun, ada sesuatu yang membuatku mengerutkan kening.
Mas Heru? Benarkah dia menghubungi Laila? Apa ada sesuatu yang tertinggal?
"Ayah itu, La?" tanyaku dengan tenang. Mungkin tadi dia menghubungi, dan aku tak kunjung mengangkatnya, itu kenapa Mas Heru kini menghubungi Laila.
"Ah? Bukan, Bund." Laila tampak ragu. Ekspresinya membuat mata ini memicing curiga. Apa Ayah yang dimaksud adalah nama kontak untuk pacarnya? Ah, tidak. Kalau iya Mas Heru, kenapa dia harus menyembunyikannya?
Duh, kenapa aku jadi bertanya-tanya gak jelas gini. Aku terlalu curigaan gara-gara sikap Laila yang agak pendiam.
"Udah, Bund." Laila hilang di balik pintu yang ditutupnya.
"Ya." Aku mengangguk. Pasrah melepas gadisku itu pergi.
_______
Hari sudah malam. Tak biasanya Laila belum pulang jam segini. Apa motornya macet di jalan?
"Bund. Sedang apa?" tanya suamiku yang keluar dari kamar. Dia baru saja pulang dan berganti pakaian. "Makanan sudah ada?"
"Ya, Yah. Sudah aku siapin. Ini loh, Laila kok belum pulang, ya?" jawabku sembari berjalan ke arah dapur. Berniat menyiapkan makan dan menemani Mas Heru.
Kasihan, dia baru pulang kerja. Pasti lelah dan lapar. Aku tak boleh egois hanya memikirkan puteriku sendiri.
"Ehm, paling juga main sama temennya, Bund. Biasalah." Mas Harus yang mengekorku menyahut.
"Iya, tapi kenapa harus matiin ponsel?" gerutuku kemudian. "Bikin orang tua khawatir saja."
"Ya, yah. Sabar. Bentar lagi juga pulang. Dia lho udah gede, gak fair rasanya kalo Bunda over protektif gitu." Priaku itu memang paling bisa membuatku tenang.
Yah, lebih tepatnya memaksaku untuk tenang.
Kalau dipikir, selama ini sifat Mas Heru kelewat baik pada Laila. Bahkan lebih bijak dibanding aku yang ibu kandungnya.
Di tengah aktifitas Mas Heru makan, tiba-tiba saja terdengar deru mobil. Tak lama suara itu berhenti persis di depan rumah kami. Tanpa pikir panjang, aku pun bangkit untuk melihatnya.
"Sebentar, Mas." Aku bangkit dari duduk.
"Hem. Ya." Mas Heru tetap makan, menatap sebentar saat istrinya ini bergegas pergi meninggalkannya.
Sampai di depan, kubuka pintu. Melihat ke arah mobil berwarna merah. Siapa yang bertamu malam-malam begini?
Aku pun menajamkan mata. Dan alangkah terkejutnya aku melihat Laila yang tampak lemas dibopong teman perempuannya, Lintang. Aku tahu karena beberapa kali gadis itu main ke rumah.
Tak lama keluar seorang teman laki-lakinya, seketika pikiranku tak karuan. Berpikir dia adalah pacar anakku. Jujur saja. Aku sangat takut dengan pergaulan anak jaman sekarang, itu sebabnya tak rela Laila pacaran dan jadi korban laki-laki.
"Kamu siapa?" tanyaku, dengan nada sedikit ketus.
"Em, saya Aris, Bu. Teman Laila. Kakaknya Lintang."
"Oh." Dari sini aku pun mulai merasa tenang. Berarti dia ke sini karena Lintang, bukan karena pacaran dengan Laila. Lagian puteriku itu tak mungkin pacaran. Lihat saja, Aris bahkan tak berani menyentuh Laila hingga Lintang kesulitan sendiri menolong Laila.
"Bu, maaf, ini Laila!" Lintang tampak kesusahan karena membopong sendiri.
"Oh ya." Aku sampai lupa tadi khawatir melihat keadaan Laila. "Dia kenapa?" Nada suaraku kembali khawatir. Semoga Laila hanya kelelahan dan jatuh sakit di rumah temannya. Dia memang memiliki typus.
Dan kalau sudah kambuh seperti tak sadarkan diri karena saking sakitnya, katanya.
"Eum, saya kurang tahu, Bu." Lintang menyahut. Dia menyerahkan separuh tubuh Laila hingga kini aku dan dia berada di dua sisi gadisku.
"Ya Allah Laila, kamu buat Bunda khawatir saja."
Tapi tubuhnya tidak panas seperti biasa. Apa iya typus? Atau baru gejala?
Kami pun segera membawa Laila ke kamarnya. Lalu merebahkan di ranjang. Saat akan menutupkan selimut ke tubuh anakku, tak sengaja mataku menangkap sesuatu yang mencurigakan di rok berwarna abu-abu yang dikenakan. Sebuah noda mirip seperti darah yang belum lama mengering.
Apa itu darah haid? Tak mungkin Laila baru seminggu lalu bersih dari haidnya. Pikiran ini jadi tak karuan karena melihat noda itu. Apa itu darah perawan karena anakku diperkosa? Ya Tuhan.
Tapi siapa pelakunya?
Tak terima aku pun segera ke luar kamar dan membiarkan Laila beristirahat, kemudian menginterogasi kakak beradik itu sebelum pergi.
"Tunggu!" hardikku pada dua bersaudara yang akan pergi itu. Enak saja, apa mereka mau kabur?
Dua remaja itu, berhenti. Aku tersengal karena emosi bisa jadi mereka menipuku. Demi melindungi diri sendiri. Harusnya aku tak percaya, mana mungkin Aris kakaknya Lintang sedang mereka terlihat sebaya.
Pasti dua teman itu yang telah mengerjai puteri kesayanganku, Laila.
Next?
Noda di Seragam Puteriku(2)Laila tampak lemas dan tak sadarkan diri.Untungnya dia masih bernapas. Ya Tuhan, semoga dia hanya letih saja. Bukan karena kesakitan.Kami pun segera membawa Laila ke kamarnya. Lalu merebahkan di ranjang. Saat akan menutupkan selimut ke tubuh anakku, tak sengaja mataku menangkap sesuatu yang mencurigakan di rok berwarna abu-abu yang dikenakan. Sebuah noda mirip seperti darah yang belum lama mengering.Apa itu darah haid? Tak mungkin, Laila baru seminggu lalu bersih dari haidnya. Pikiran ini jadi tak karuan karena melihat noda itu. Apa itu darah perawan karena anakku diperkosa? Ya Tuhan.Tapi siapa pelakunya?Tak terima aku pun segera ke luar kamar dan membiarkan Laila beristirahat, kemudian menginterogasi kakak beradik itu sebelum pergi."Tunggu!" hardikku pada dua bersaudara yang akan pergi itu. Enak saja, apa mereka
Noda di Seragam Puteriku(3)(Cerita ini juga tayang di Joylada ya)Dalam hati aku tak henti-hentinya berdoa semoga yang kupikirkan salah. Semoga Laila bukan korban perkosaan.Namun, harapan itu tampaknya pupus. Kala dokter memberi tahu, area mulut rahim puteriku telah robek."Puteri Ibu sempat mengalami perdarahan kecil. Tampaknya ada yang berusaha keras memperkkosa anak Ibu." Dokter mengatakan hal yang sama sekali tak ingin kudengar.Ya, mana ada Ibu yang ingin anaknya diperkosa? Dia akan kehilangan pendidikan masa depannya. Menyisakan trauma. Belum lagi pandangan calon suaminya suatu hari nanti.Seketika aku lututku terasa lemas. Jika tadi hanya dugaan dan dugaan, kini semua itu telah jelas. Puteri kesayanganku Laila, adalah korban perkosaan."Di-diperkosa?" Mata Mas Heru melebar diikuti suara terkejut. Dia syok sama seper
Sesakit apa pun efek sebuah kejujuran, akan lebih menyakitkan ketika kebohongan terungkap.💔"Laporkan polisi, saya akan memberikan diagnosa dan visum." Dokter menyahut mantap.Aku dan dokter yang saling berbincang serius, sontak menoleh kala Mas Heru bersuara."Apa? Tidak. Jangan lapor polisi?!" Mas Heru bereaksi tiba-tiba. Dia tampak keras menentang dengan matanya yang menyalang.Ada apa dengannya? Kenapa tak mau melapor polisi? Jangan-jangan ... ah, tidak! Tidak mungkin dia pelakunya, tadi saja pria itu tampak begitu marah pada Aris karena menduga dia pelakunya. Membuat Laila menangis saja, Mas Heru tak tega bagaimana mungkin sampai menyakiti Laila.Lagi pula apa kurangnya aku, yang selalu menghangatkan malamnya setiap dia minta. Mas Heru juga tak pernah menampakkan kekecewaannya setelah kami melakukan hal yang menjadi pengikat suami i
Jangan pernah berprasangka buruk terhadap orang lain. Tapi, juga jangan terlalu mudah percaya, karena di dunia ini memang ada orang yang tidak bisa dipercaya.💔Namun, di luar dugaan. Laila yang masih terbaring di ranjang pasien itu menggeleng."Bukan, Bund. Bukan Ayah pelakunya." Suara serak Laila membuat sang ibu tercengang.Wanita berusia 40 tahun itu sudah sangat yakin, kalau pelakunya adalah Heru, suaminya sekaligus ayah tiri bagi Laila. Soal riwayat panggilan dan pesan yang tak ada di ponsel itu pasti hanya akal-akalan Heru. Lalu sekarang, Laila pun tak mengakuinya. Gadis itu pasti diancam."Apa? Kamu yakin, Nak? Ayah tidak mengancammu untuk mengatakan ini?" Rani masih tak percaya dengan pengakuan Laila.Lagi, gadis yang menangis itu menggeleng. "Bukan Ayah." Gadis itu meyakinkan.Mata Rani melebar. Meny
Ayah selalu punya cinta, dan seribu alasan untuk tetap berjuang. Seringakali ia menepis kesedihannya sendiri demi seorang anak yang lahir dari darahnya.❤️Rani terhenyak mendengar kata 'Ayah' dia baru sadar kalau Laila punya dua . Apa itu artinya ayah yang ini, pria yang tadi sore menelepon Laila? Kalau begitu ...."Ran?"Aji berjalan semakin mendekat."Kenapa kamu melihatku seperti sedang melihat hantu?" Pria itu tampak heran, melihat mantan istrinya yang melongo.Sungguh reaksi yang tak biasa. Kalau di waktu biasa wanita itu bersikap biasa-biasa saja. Ceplas-ceplos menceritakan kegiatan Laila, dan menunjukkan betapa dia bangga bisa lepas darinya. Hidup dengan baik, dan membuat Laila jauh lebih berkecukupan dibanding saat dengan Aji dulu.Bagaimana tidak? Suami Rani yang sekarang bukan pekerja serabutan seperti Aji. Heru bekerja d
Selama ini Aji memahami sekaligus meyakini, orang akan baik jika dia berteman dengan orang-orang baik, dan sebaliknya._____________"Apa yang Kak Aris rahasiakan?" tanya Lintang yang penasaran mencecar sang kakak.Dia yakin jika rahasia Aris yang dimaksud ayah tiri Laila ada sangkut pautnya pada kasus yang menimpa teman sebangkunya itu.Aris mendesah. Ia tak berniat sedikit pun bercerita pada Lintang apa yang Heru ancamkan padanya. Pemuda yang memiliki faras rupawan dan menjadi idola banyak gadis itu lalu berjalan, meninggalkan Lintang ke mobil."Kak! Kok gitu, sih?!" dengkus Lintang yang mendapat respon dari Aris tak sesuai maunya. Ia memprotes sikap sang kakak yang terkesan menutup-nutupi sesuatu darinya.Gadis itu pun mengekor Aris menuju mobil. Sementara pikirannya terus mengembara. Menyangkut pautkan kejadian demi kejadian, agar ditemui benang mer
Barangsiapa yang bunuh diri dengan besi, maka besi yang tergenggam di tangannya akan selalu ia arahkan untuk menikam perutnya dalam neraka jahanam secara terus-menerus dan ia kekal di dalamnya.__alhadits__💔Laila pun akhirnya meng-eja kata demi kata, di sela isak tangis. Meski hatinya perih mengatakannya. Bukan hal mudah menanggung rasa sakit dan rasa bersalah sekaligus.Kalau saja dia belum pernah mengenal pesantren dan punya iman yang tersemat dal dada, mungkin tak pikir panjang setelah kejadian menjijikkan itu, akan langsung bunuh diri.Gadis itu pernah mendengar dari ustazah di pesantren dulu,"Barangsiapa yang bunuh diri dengan besi, maka besi yang tergenggam di tangannya akan selalu ia arahkan untuk menikam perutnya dalam neraka jahanam secara terus-menerus dan ia kekal di dalamnya."Ucapan
Seorang pria sejati dinilai bukan dari bagaimana penampilannya. Apa yang lebih penting adalah bagaimana ia bersikap. Aris bukan hanya tampan dan menjaga sikap, lebih dari itu, dia seorang pemuda yang tak rela air mata ibunya menetes.***Lintang yang terbangun karena suara ribut dari depan segera bangkit dari ranjang untuk melihatnya. Kebetulan sejak pulang dari rumah sakit, gadis berparas ayu itu tidak bisa tidur. Ia terus memikirkan apa yang menimpa Laila dan keterlibatan kakaknya Aris, sampai dipukuli oleh ayah tiri Laila.Besok, saat mamanya bertanya, dia akan menjawab Aris habis bertengkar dengan temannya. Sesuai apa yang kakaknya inginkan.Langkah Lintang sudah berada di ujung tangga.Mata gadis itu melebar dan sontak menutupi mulut mungilnya, melihat Aris tengah diintimidasi oleh seorang pria. Tak membuang waktu, ia pun berbalik dan mengetuk pintu sang mama."Aris. Kami ingin bicara." Bunda Laila langsung mengatakan maksud kedatangann