Share

BAB 12 KEBINGUNGAN GUNARSO

 

 

 

GUNARSO BINGUNG

 

 

 

#POV GUNARSO

 

 

Gila bener siapa laki-laki itu, tiba-tiba sudah akrab sekali dengan Firda pakai acara gendong-gendongan lagi. Sebenarnya apa yang terjadi pada Firda hingga dia nggak pulang dua hari ini.

 

Kenapa kau telepon disaat yang tidak tepat begini Zana? Jika tidak kuangkat khawatir ada apa-apa dengan Aina. Jika kuangkat aku tidak bisa merebut Firda dari gendongan lelaki itu. Harga diriku sebagai laki-laki akan tercoreng.

 

Aku hanya terdiam memegang tubuh Firda yang masih lengket pada lelaki itu.

 

"Ayo angkat ponselmu, bidadarimu sedang menunggu Mas, aku kan hanya setan, abaikan saja aku. Dia lebih butuh kamu sepertinya. Aku sudah ditemani dengan dokter Bion," gertak Firda.

 

Ditubuhku menjalar rasa panas seperti dialiri listrik tegangan tinggi mendengar itu. Ditengah kepanikanku ponsel yang seharusnya ku tekan tanda merah justeru kebalik menjadi menekan tombol hijau. Akhirnya kulepaskan tubuh Firda yang hampir sepenuhnya dipelukanku itu. Aku harus merelakan istriku dibawa dokter Bion itu.

 

Mata ini menatap nanar melihat Firda lewat dihadapanku digendong lelaki lain. Firda tampak bahagia sekali dalam bopongan dokter tampan itu. Aku tak pungkiri bahwa lelaki yang bernama dokter Bion itu sangat tampan dan mapan. 

 

Kesalahanku pada Firda yang berujung pertikaian di rumah sakit dengan Zana membuat hati  yang gundah rela melepas Firda hari ini. Aku tahu Firda masih sangat marah pada diri ini. Kutarik langkah kaki mundur kebelakang, sundulan tangan dokter Bion seakan mengejekku. Kulihat senyum kemenangan dari dokter itu.

 

Tangan Gunarso mengepal, urat dilehernya nampak menghijau dan giginya gemeretak hingga berbunyi,  ponselnya terus berdering menambah emosi jiwanya semakin memuncak.  Kursi kecil dekat tangga dia tendang dengan kakinya hingga terpental. Bion Adhitama Raharja tersenyum melihat kemarahan Gunarso. 

 

[Mas kok nggak diangkat sih, Aina sekarang boleh pulang, kapan kau menjemputku dari rumah sakit] 

 

Zana mengoceh pada Gunarso dengan nada jengkel.

 

Mati aku uangku di atm tinggal tiga juta, apa yang harus kulakukan, mau minta ke  Firda jelas situasinya tidak mendukung. Bagaimana ini? Haruskah aku pinjam sama ibu, tapi jelas dia tidak akan meminjami.

 

[Zana uangnya Mas Gun nggak cukup untuk bayar rumah sakit, sebentar lagi aku kesana. Uangnya cuma tiga juta saja nanti kurangannya pakai uangmu dulu ya]

 

[Apa Mas ! Mana aku punya uang. Uang yang dari mas Gun minggu kemarin sudah tak buat beli tas Hermes jadi sekarang aku nggak pegang duit] 

 

[Kau sungguh boros sekali Zana, mestinya kamu itu jadi perempuan harus tahu keadaan suami]

 

Amarahku semakin menanjak bagai naik roal coaster  mendengar dia belanja yang tak perlu itu.

 

[Oalah Mas, orang cuma beli tas saja kok aku di marahi sih, lagian kau paling juga memberiku sedikit dari gajimu]

 

[Apa kau bilang? Kau sungguh istri yang tidak pengertian Zana. Yang kau pikirkan hanya untuk dirimu saja. Kau pikir uang yang kumiliki tinggal ambil digentong?]

 

Emosi aku mendengar kata-katanya.

 

[Kamu kan tahu Mas dari awal, aku  butuh penunjang agar tampilanku cantik. Agar kamu tetap sayang sama aku. Semua itu butuh modal tahu? Aku nggak sudi mikir orang lain apalagi mikir istrimu yang membuat mukaku rusak oleh cakarannya.]

 

Aku hanya terdiam mendengar celoteh Zana, dia sungguh beda dengan Firda istriku itu. Selama ini aku telah menyia-nyiakannya dan membohongi. Bahkan dia tidak menuntut apa-apa.

 

Oh Tuhan, aku sungguh telah berbuat salah pada istriku. Apakah ini karma untukku karena mendholimi Firda.

Rasa dongkolku semakin menjadi mendengarnya memaki Firda yang seharusnya dia hormati itu.

 

[Zana kau sungguh keterlaluan!] bentakku.

 

[Sudahlah Mas, aku nggak mau tahu pokoknya Aina juga bagian dari tanggung jawabmu. Karena dia anakmu juga]

 

" Kau telpon dengan siapa Gunarso dari tadi ibu perhatikan urat nadimu sampai mau keluar. Berteriak-teriak seperti tak waras saja, Apa kau menelepon sama selingkuhanmu itu,"

 

Bu Zahra tiba-tiba berdiri di belakang Gunarso, Lelaki itu langsung menurunkan ponselnya diletakkan dibelakang tubuhnya dan tidak menjawab omongan Zana.

 

"Tidak bu, aku telpon sama teman," ujar Gunarso berbohong.

 

"Dengarkan Gunarso jika kau terus berhubungan dengan wanita itu, kemasi seluruh barangmu yang ada di rumah ini.  Ibu tidak ikhlas, juga tidak ridlo. Kau itu, kenapa menukar kebahagiaan sejati dengan kesenangan sesaat," ujar bu Zahra tegas. 

 

Ibu langsung meninggalkanku  yang berada ditaman samping tampak dari wajahnya sangat kecewa melihatku. Aku benar-benar merasa bersalah padanya.

 

Mendengar perkataan ibu seperti itu, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku hanya menunduk saja sepertinya dia juga tahu kalau aku sedang berbicara dengan Zana.

 

[Mas]

 

[Mas]

 

Masya Alloh aku belum mematikan ponselku, pasti Zana mendengar semua perkataan ibu.

 

 

[Sebentar Zana, tadi ada ibu butuh aku sehingga tertunda omongan kita]

 

[Aku sudah dengar semua omongan ibu Mas, tapi perlu kamu tahu aku nggak mau kau ceraikan. Jika sampai kau menceraikanku maka aku akan bunuh diri, Aina juga kubawa.]

 

Kudengar isak tangis Zana karunia dari telepon sambil mengancamku.

 

[Jangan berbuat bodoh Zana, aku akan kerumah sakit sekarang, menjemputmu dan Aina.]

 

[Zana ... Zana ...]

 

"Klek"

 

Ponsel dimatikan dari sana.

 

Tanpa pikir panjang Gunarso langsung menutup telpon kemudian berlari mencari kunci mobil yang tergantung di tembok. Dia seperti orang kesetanan hingga napasnya terengah-engah  khawatir  kalau Zana berbuat nekat.

 

Lelaki itu sampai lupa jika Firda masih di lantai dua dengan Dokter Dion. Kepanikannnya mendengar Zana yang akan mengakhiri kehidupan membuat dia kalang kabut.

 

"Kau mau pergi kemana Gun?" 

 

Aduh harus kujawab apa ini pada ibu yang tiba-tiba mengekoriku terus.

 

"Keluar sebentar bu," ujarku

 

"Kemana? Kerumah sakit?" tanyanya penuh selidik.

 

 

"Nggak ... Ia ... Ngg ... ," Aku terbata-bata menjawab pertanyaan.

 

"Ia apa nggak?" bentaknya padaku

 

"Ia bu," ujarku sambil menundukkan kepala.

 

"Tunggu, ibu ikut," pintanya padaku. Keringat dingin langsung keluar dari tubuhku padahal cuaca diluar tampak mendung dan sedikit berangin.

 

"Lho ... Kok ibu ikut ?" 

 

Aku melongo tak bisa berkata tidak, pikiranku langsung buntu sebuntunya. Entah akan ada kejadian apa lagi ini.

 

"Ia, sepertinya kau tidak bisa menyelesaikan masalahmu. Ibu harus bertindak tegas dan ikut campur. Selama ini ibu percaya kepadamu, ternyata kau coreng muka ibu  didepan Firda. Aku yakin dia mengira aku tidak mendidikmu dengan baik," Dia tegas menceramahi. 

 

Lidah ini terasa kelu tak berani menjawab perkataan wanita yang melahirkanku itu.

 

Akhirnya ku ajak beliau kerumah sakit, rok terusan motif bunga dengan sedikit polesan make up membuat ibu kedayanganku ini terlihat cantik diusia tuanya ini. Sepanjang perjalanan dia hanya diam tak mengajak bicara. Kulirik dengan ekor mata ini padanya. Ada kilat bening yang terus merembes di bola matanya meluncur di pipi tuanya itu.

 

Hati ini sungguh begitu merasa berdosa padanya. Kenapa aku begitu bodoh sehingga hidupku seperti ini. 

 

Ah ... sudahlah aku harus bisa menyelesaikan semua masalah ini dengan baik dan bijak. Aku harus bertanggung jawab seperti ajaran bapakku. 

Pak, aku merindukan nasehatmu. 

Mobil ini memasuki area rumah sakit  langsung menuju parkir luar yang dekat dengan ruang VIP. Aku berjalan gontai disamping ibu yang masih mendiamkan aku.

 

Ruang Aina nampak terpampang jelas di mataku, hati ini berdetak kencang, penasaran apa yang akan dilakukan ibu. 

 

Ibu tunggu sebentar disini

 

Apa aku tidak boleh masuk, siapa kau mau melarangku

 

Mendengar ada yang berdebat di luar pintu. Tiba- tiba ada seorang wanita paruh baya keluar.

 

Eh ... Nak Gunarso, ayo masuk Nak

 

Gunarso menyalami wanita itu dengan penuh hormat, Bu Zahra memicingkan mata melihat tingkah anaknya.

 

"Oh ya Nak Gun,  terima kasih atas hadiah umrohnya ke ibu. Ibu bahagia sekali kau pilihkan umroh VIP sehingga pelayanannya sangat baik. Ibu jadi nggak kekurangan sesuatu. Eh ... kok nyerocos terus. Apa dia Nak Gun yang akan jadi baby sitter Aina? Kata Zana Aina akan di asuh baby sitter," panjang lebar bu Maftukha ngomong.

 

BERSAMBUNG 

 

 

 

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status